Golkar Partai Tanpa Ideologi dan Peluang Jokowi Jadi Ketua Umum

Golkar Partai Tanpa Ideologi dan Peluang Jokowi Jadi Ketua Umum M. Mas.ud Adnan. Foto: bangsaonline

Oleh: M. Mas'ud Adnan

Para pengamat politik menyatakan bahwa Partai adalah partai pragmatis. Memang, partai warisan itu tak pernah menjadi oposisi. selalu berkoalisi dengan pemerintah, siapa pun penguasanya.

Baca Juga: Alasan PDIP Pecat Jokowi dan Kelucuan Pidato Gibran Para-Para Kiai

Sejatinya, merupakan partai paling banyak memiliki kader berkualitas dan berpengalaman. Maklum, menjadi partai penguasa selama 32 tahun, di bawah rezim , Presiden Soeharto. Tak aneh, jika tak betah jadi partai oposisi.

Karena itu salah satu kelemahan utama adalah soal independensi politik, di samping tak punya karakter ideologi yang khas. Tak aneh pula, jika pada zaman tak mau disebut partai, tapi lebih bersifat kekaryaan. Golongan Karya seolah mendefinisikan sebagai perkumpulan orang bekerja.

Saya masih ingat ketika Soeharto sebagai ketua pembina ekspansi ke basis Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Madura. Narasi politik yang dikembangkan oleh para petinggi adalah soal karya. Menurut mereka, bukan partai, tapi golongan orang-orang berkarya.

Baca Juga: Sidang Restitusi, Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan Tuntut Rp17,5 M dan Tagih Janji Presiden

"Jadi gak apa-apa ikut karena ini hanya perkumpulan orang-orang berkarya. Orang berkarya kan gak apa-apa," kata seorang guru madrasah yang sudah termakan provokasi petinggi saat itu.

Alhasil, adalah partai pragmatis tanpa kekhasan ideologi. Dan ini diakui oleh Erwin Aksa, Waketum DPP Partai Bidang Penggalangan Strategis. Menurut dia, seperti dikutip detik.com, tidak berada pada ideologi tertentu.

"Punya ideologi memang bagus, tapi sering kali debat ideologi tidak selesai-selesai. Inilah yang dikritik Presiden Soekarno kalau partai debat ideologi melulu siapa yang mau kerja. Hadirlah golongan karya yang ideologinya adalah kesejahteraan, bukan -isme -isme yang ekstrem," ungkap Erwin dalam acara peluncuran buku 'Jalan Tengah Golongan Karya: Mengutamakan Persatuan dan Kesatuan demi Kemajuan Bangsa' di DPP Partai , Jakarta, Senin (26/2/2024).

Baca Juga: Rocky Gerung Ajak Pemuda di Surabaya Kritis Memilih Pemimpin

Erwin adalah salah satu penulis buku tersebut.

Ketua Umum Partai juga sependapat. "Partai memang selalu di tengah. Kita selalu partai sentris, partai yang berada di tengah dan kepentingan nasional. Ini yang selalu dipegang sebagai ideologi partai dan partai pembangunan. Partai yang bertujuan membangun kesejahteraan rakyat," kata Airlangga.

Karena itu mudah dipahami jika cenderung bergerak sesuai arah angin. Yaitu kepentingan. Setidaknya itulah yang bisa kita tangkap ketika Presiden Joko Widodo disebut-sebut ingin jadi ketua umum .

Baca Juga: Dukung Swasembada Pangan, Menteri ATR/BPN: Butuh Tata Kelola Pertanahan yang Baik

Saya melihat tidak ada para petinggi yang merasa tersinggung terhadap keinginan Jokowi yang bukan kader tiba-tiba mau jadi ketua umum. Tanpa pikir panjang, sebagian elit langsung welcome terhadap Jokowi. Bahkan meski sejatinya terhalang AD/ART, tapi sebagian kader justru mencarikan solusi untuk memberi jalan agar Jokowi bisa jadi ketua umum .

Salah satu elit Gokar yang cenderung mempersilakan Jokowi adalah , mantan Sekjen DPP Partai . Ia menepis adanya alasan Jokowi tak bisa jadi ketua umum karena terhalang AD/ART yang menyaratkan harus menjadi kader dulu selama 5 tahun.

Idrus mengungkit kasus Ridwan Kamil menjadi Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai .

Baca Juga: Siapkan Atribut, Anis Galang Dukungan Jadi Calon Ketua DPD Golkar Gresik

"Kalau di dalam aturan ART, Pasal 18, untuk jadi pengurus itu harus menjadi 5 tahun anggota. Untuk jadi ketum 5 tahun jadi pengurus. Nah Pak RK sudah 5 tahun nggak? Ya tidak," kata dikutip sindonews.com.

Ia bahkan memberikan dua opsi jabatan bagi Jokowi. "Kalau bagi saya, tempat yang terhormat di situ ada dua, Ketua Umum dan atau Ketua Dewan Pembina," kata Idrus di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (22/3/2024).

Pernyataan Idrus tak lepas dari pernyataan Airlangga yang mengaku siap memberikan tempat terhormat jika Presiden Jokowi ingin bergabung ke . Menurut Idrus, secara teknis agar Jokowi bisa diterima sebagai anggota dan calon ketua umum harus lewat Musyawarah Nasional (Munas) .

Baca Juga: Jadi Kandidat Ketua DPD Golkar Gresik, Anha: Regenerasi Saya Sudah 4 Periode

Namun sebagian elit justru bersikap sebaliknya. Termasuk tokoh (JK). Mantan ketua umum itu langsung menukas bahwa Jokowi tak memenuhi syarat.

JK tak sendirian. Banyak elit punya sikap sama. Bahkan beberapa ketua DPD di daerah justru mendeklarasikan mendukung untuk memimpin kembali . Deklarasi dukunga pada Airlangga itu sekaligus untuk menghadang manuver politik Bahlil Lahadalia yang dikabarkan sempat mengumpulkan ketua-ketua DPD di beberapa daerah.

Bahlil adalah orang kepercayaan Jokowi yang juga disebut-sebut berambisi untuk menjadi ketua umum . Menteri investasi itu kabarnya menemui ketua-ketua DPD dengan mengklaim telah mendapat restu Jokowi.

Baca Juga: Vinanda-Gus Qowim dapat Pesan Peningkatan Industri Pariwisata dari Jokowi

Lalu bagaimana respon Jokowi soal rumor ia ingin jadi ketua umum ?

"Ha-ha-ha, saya sementara ini Ketua Indonesia saja, ha-ha-ha," jawab Jokowi, seperti dilihat di YouTube Sekretariat Presiden. Jokowi menjawab pertanyaan wartawan itu saat kunjungan kerja ke Pontianak, Kamis (21/3/2024).

Yang perlu dicatat, Jokowi memakai diksi "saya sementara ini". Artinya, bisa jadi mengandung arti bahwa nanti atau suatu saat akan menjadi ketua umum . Atau paling tidak, calon ketua umum. 

Baca Juga: Anggota DPRD Sidoarjo Terima Beragam Keluhan saat Reses di Kebonsari

Kini nasib Jokowi sangat tergantung pada jadwal Munas . Menurut jadwal, akan menggelar Munas pada Desember 2024.

Nah, jika menggelar Munas tepat waktu sesuai jadwal, Desember 2024, maka keinginan Jokowi untuk menjadi ketua umum hanyalah tnggal keinginan. Karena Jokowi pada Desember 2024 itu sudah lengser dari kursi presiden sehingga ia tak punya kekuatan bargaining pollitik. Jokowi bakal lengser pada Oktober 2024.

Sebaliknya, jika Munas dimajukan pada bulan sebelum Jokowi lengser, besar kemungkinan Munas itu telah mengikuti skenario politik untuk memuluskan Jokowi sebagai ketua umum .

Jokowi memang sangat piawai cawe-cawe, meski tak selalu berhasil. Salah satu contoh soal jadwal Pilkada serentak. Sesuai UU Pilkada, Pilkada seluruh Indonesia akan digelar pada November 2024. Tapi sempat diusulkan untuk dimajukan pada Agustus 2024.

Namun Mahakamah Konstitusi (MK) menolak usulan memajukan jadwal Pilkada. Menurut MK, Pilkada harus tetap dilaksanakan pada November 2024 sesuai UU Pilkada. Yaitu November 2024. Otomatis Jokowi tak bisa lagi ikut cawe-cawe politik Pilkada karena saat itu ia sudah lengser. 

Wallahua’lam bisshawab.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Presiden Jokowi Unboxing Sirkuit Mandalika, Ini Motor yang Dipakai':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO