SITUBONDO, BANGSAONLINE.com - Komisi IIII Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Situbondo berinisiasi mewujudkan pembangunan Waduk Samir di kecamatan Asembagus.
Hal ini dilakukan sebagai tindak lanjut pengaduan masyarakat sekitar terkait kebutuhan air untuk 1,8 ribu hektare lahan pertanian dan perkebunan di tiga kecamatan, yakni Banyupuith, Asembagus, dan Jangkar. Air yang ada saat ini sudah terkontaminasi belerang sehingga produktivitasnya rendah.
Baca Juga: DPRD Situbondo Sahkan Perda RT RW
Selain itu, upaya ini sebagai bentuk penghormatan kepada Almarhum Kiai Fawaid yang berinisiatif dan berjuang terbangunnya waduk itu, namun belum terealisasi hingga kini.
"Kami akan menyuarakan kepada Kementerian PUPR agar dibangun Waduk Samir," kata Ketua Komsi III, Arifin, kepada BANGSAONLINE.com di DPRD, Jumat (19/04/2024) sore.
Arifin, yang merupakan kader PPP, bersemangat memperjuangkan keberadaan waduk ini, untuk mewujudkan legacy atau warisan perjuangan Alm Kiai Fawaid.
Baca Juga: Warga Desa Alastengah Adukan Jalan Rusak ke Komisi I DPRD Situbondo
"Saya sebagai kader beliau akan memperjuangkan Waduk Samir terbangun. Kiai Fawaid sangat berharap waduk itu dibangun, bahkan sudah ada koordinasi dengan pemerintah daerah dan pusat, bahkan sudah tahapan ganti rugi tanah. Namun, isu waduk ini hilang begitu saja setelah terbangun Waduk Bajulmati. Padahal waduk itu hanya dinikmati masyarakat Banyuwangi," jelas Arifin.
Senada, Sekretaris Fraksi PKB, Johantono, menuturkan hingga saat ini belum ada rumusan kebijakan daerah terkait waduk itu. Ia berharap masyarakat ikut berpartisipasi menyuarakan pentingnya masalah tersebut.
"Pemerintahan daerah belum ada rumusan kebijakan. Ini isu strategis yang perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah dan masyarakat termasuk kalangan kampus dan pesantren," tutur Johantono.
Baca Juga: Komisi IV DPRD Situbondo Terima Aduan Pungli di MTsN 2 Panarukan
Pada kesempatan yang sama, anggota Fraksi Golkar, Zuhri, menyetujui keberadaan pentingnya Waduk Samir. Ia menyatakan ada peradaban yang hilang sepanjang aliran sungai dari Ijen sampai Sukorejo.
"Peradaban masyarakat juga terancam akibat air belerang yang tidak baik untuk tanaman pertanian. Ketika reformasi ada penebangan kayu kayaknya tak terkendali. Itulah sumber-sumber air panas yang menetralkan belerang mati. Yang ada tinggal air panas di Pemandian Belawan, yang lain gak ada. Maka jangka panjangnya hutan-hutan harus dihidupkan lagi," pungkasnya. (sbi/ns)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News