SITUBONDO, BANGSAONLINE.com - Komisi IV DPRD Situbondo mempertanyakan komitmen pemerintah daerah setempat dalam menyelesaikan carut marut tenaga honorer. Hal ini terkait dengan pengawalan data honorer ke Badan Kepegawaian Nasioanl (BKN) dan dukungan dana dari APBD untuk menyerap tenaga honorer.
Ternyata, 95 persen data honorer tidak masuk di BKN, dan anggaran gaji pegawai banyak menjadi silpa. Ketua Komisi IV DPRD Situbondo, Tolak Atin, mengatakan bahwa setelah pihaknya berkoordinasi dengan Dinkes Jatim, terdapat kuota 2.218 tenaga kesehatan (nakes) di semua formasi.
Baca Juga: Cegah Penyebaran Infeksi Berbahaya, Dinkes Kota Batu Sosialisasikan PIE
"Kalau pemkab ingin pelayanan kesehatan yang maksimal, komitmennya memenuhi SDM yang dibutuhkan itu. Masalahnya dari jumlah nakes 2218 itu 95 persen belum terdaftar di BKN," ujarnya kepada BANGSAONLINE.com, Sabtu (20/4/2024).
Politikus dari PKB yang masuk dalam bursa Pilkada 2024 itu menegaskan pentingnya memastikan terlebih dahulu para nakes itu menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
"Tenaga hojorer dinaikkan statusnya menjadi P3K, karena regulasinya harus selesai 2025, tidak nasalah apakah jalurnya P3K full atau paruh waktu," katanya.
Baca Juga: Pesan Pj Gubernur Jatim saat Terima Yankes Bergerak di Grahadi
Ia pun mengungkapkan kekesalannya atas komitmen dan kinerja lelet pejabat di lingkungan instansi kesehatan, "Kita terlambat pengajuan kuota, 31 maret kemarin hanya ngajukan 50, tidak sesuai kebutuhan, setidaknya 10 persen dari renbut (rencana kebutuhan)."
"Saya sudah sampaikan pejabat di lingkungan Dinas kesehatan, puskesmas dan lainnya, bagaimana tanggung jawab kepala puskesmas maupun rumah sakit untuk mengawal, ngakunya sudah mengajukan, namun tidak tahu progresnya," tuturnya.
"Kepala instansi kesehatan rasanya tidak ada tanggungjawab, harusnya dikawal full tidak hanya diajukan ke dinas kesehatan, diajukan iya karena memang jalurnya, apa sudah diajukan, apa sudah masuk di BKN, harusnya dikawal itu.Kenapa seperti ini, komitmen pemkab kurang, penjelasannya tidak masuk akal," paparnya menambahkan.
Baca Juga: Program Sehati Bung Karna, Kepala Desa Curah Tatal Ingin Keberlanjutan
Menurut dia, Pemkab Situbondo hanya mencari aman terkait penganggaran untuk gaji honorer, "Kebutuhannya sebanyak itu, tapi pemkab baru buka 50 nakes karena alasan kemampuan keuangan daerah. Artinya pemkab hanya mencari aman saja, pimpinannya harus bertanggungjawab, mau masuk ke area tantangan, ini tidak fiktif, mangada ada, ini riel kebutuhan,"
"Kalau ini dihitung dari belanja pegawai tidak lebih dari 31 persen, disayangkan belanja pegawai kita selalu di mark up, tiap akhir APBD belanja pegawai selalu Silpa 74 miliar. Silpa ini kalau diligunakan untuk P3K selesai semua honorer yang ada. Tidak lebih dari 30 persen. ini alasan yang dibuat-huat sebenarnya," imbuhnya
Tolak pun mengingatkan Pemkab Situbondo untuk membuat perencanaan yang jelas terkait solusi honorer ini, "Masalah SDM harus ada rencana, sekarang ada aRPJP, isu SDM harus masuk, apakah mau diselesaikan 5, 10 atau 20 tahun. Itu kan harus ada Ini belum ada di RPJP. RPJP yang ada hanya copy pasate dari RPJP propinsi." (sbi/mar)
Baca Juga: Komitmen Jadi Rujukan di Wilayah Barat, RSUD Besuki Bangun CSSD dan Belanja Alat Medis
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News