Dua Kurator Divonis 2 Tahun Penjara, Bukti Adanya Mafia Kepailitan dan PKPU di Pengadilan Niaga

Dua Kurator Divonis 2 Tahun Penjara, Bukti Adanya Mafia Kepailitan dan PKPU di Pengadilan Niaga Ilustrasi.

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Mahkamah Agung (MA) menghukum dua orang kurator, yakni Rochmad Herdito dan Wahid Budiman, karena menyebabkan perusahaan yang semula sehat dan solven serta hanya mempunyai 1 kreditur yaitu BCA dengan kolektibilitas lancar, menjadi pailit.

Roy Revanus Anadarko, Direktur mengapresiasi putusan MA tersebut. Vonis dua kurator yakni Rochmad Herdito dan Wahid Budiman ini termuat dalam Putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 277 K/Pid/2024.

Baca Juga: Sidang Restitusi, Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan Tuntut Rp17,5 M dan Tagih Janji Presiden

Rochmad dan Wahid terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana "Secara bersama-sama memperbesar jumlah piutang kreditur Atika Ashiblie, S.H. dan Hadi Sutiono dalam verifikasi penundaan kewajiban pembayaran utang," sebagaimana dimuat dalam Pasal 400 angka 2 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 234 ayat 2 Undang-Undang nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

"Kami bersyukur akhirnya MA mengeluarkan putusan kasasi yang menunjukkan keadilan. Kami sangat dirugikan akibat perbuatan Rochmad Herdito dan Wahid Budiman karena seandainya tidak terjadi penggelembungan tagihan, dapat mencapai perdamaian dan tidak pailit. Saat voting, seluruh kreditur menyetujui rencana perdamaian kami, kecuali Atika dan Hadi," kata Roy, dalam keterangannya, Sabtu (4/5/2024).

Ia menjelaskan, tagihan Atika Ashiblie dan Hadi Sutiono yang juga merupakan pemegang saham minoritas , digelembungkan dari yang seharusnya sesuai putusan PKPU Rp98 miliar menjadi Rp108 miliar.

Baca Juga: Usai Ditangkapnya 3 Hakim yang Bebaskan Ronald Tannur, PN Surabaya Dipenuhi Karangan Bunga

Penggelembungan itu merupakan permintaan Atika Ashiblie dan Hadi Sutiono yang tidak pernah diperjanjikan dan masih ditambah lagi dengan bunga moratoir dan denda. Sehingga total menjadi Rp167 miliar dalam Daftar Piutang Tetap (DPT) 2 Agustus 2021 yang dibuat oleh para terdakwa Rochmad Herdito dan Wahid Budiman.

Dikatakannya, tagihan yang telah digelembungkan tersebut kemudian digunakan oleh Atika dan Hadi untuk voting terhadap rencana perdamaian .

Akibatnya, tidak tercapai perdamaian antara dan krediturnya sehingga dinyatakan pailit oleh Majelis Hakim .

Baca Juga: OTT Kasus Suap Perkara Ronald Tannur, 3 Hakim PN Surabaya Dikarantina 14 Hari

"Kami sudah melaporkan perbuatan para terdakwa ini sejak 6 Agustus 2021, namun sayangnya putusan pidana baru berkekuatan hukum tetap tanggal 20 Maret 2024, pada saat terlanjur dinyatakan pailit," sambung Roy.

Putusan tersebut merupakan lanjutan dari perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Nomor 54/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga Sby yang diputus pada 29 Juni 2021.

"PKPU diajukan oleh Atika Ashiblie dan Hadi Sutiono dengan mengubah modal saham disetor dimuka menjadi ytang. Dalam permohonan PKPU-nya, Atika mohon agar majelis hakim menunjuk Rochmad Herdito dan Wahid Budiman sebagai tim pengurus dalam PKPU dan kurator dalam kepailitan ," jelasnya.

Baca Juga: Atasi Pertanahan Mulai Hulu hingga Hilir, Kementerian ATR/BPN Gandeng MA

Patra M. Zen, selaku Kuasa Hukum dari meminta semua pihak yang terkait untuk segera menghentikan proses kepailitan karena putusan pailit didasarkan pada tindak pidana yang dilakukan oleh Rochmad Herdito dan Wahid Budiman.

Ia menyebut adanya oknum kurator merupakan salah satu bukti adanya permainan mafia kepailitan atau mafia di PKPU. "Klien kami adalah korban ketidakadilan dan penyelewengan aturan PKPU dan kepailitan," tegas Patra.

Patra mengatakan, Ketua Majelis Hakim Erintuah Damanik, yang menangani perkara (dalam pailit) diduga telah melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan pihak debitur sejak awal permohonan PKPU diajukan di Pengadilan Niaga pada .

Baca Juga: Tim Kurator PT GML dan KPKNL Malang Digugat Pemegang Saham

"Kami berharap agar Mahkamah Agung memeriksa majelis hakim yang diketuai oleh Erintuah Damanik, yang pernah kami laporkan," tegas Patra.

Dihubungi terpisah, Ahli Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menyebut dugaan mafia pailit bisa saja dikatakan ada. Sebab, vonis bersalah dua kurator membuktikan adanya kerja sama dengan orang di pengadilan.

"Di mana seolah-olah perkara normal yang berujung kepailitan, memang seharusnya kehati-hatian menjadi hal wajib yang ada di pengadilan niaga. Jangan hanya pendekatan formal yang digunakan, tetapi juga harus dilihat secara material, apakah benar sebuah perusahaan yang sedang berjalan pantas dipailitkan," tuturnya.

Baca Juga: Napi Polres Tanjung Perak yang Main Judol di Rutan Diganjar Hukuman 1,5 Tahun Penjara

Abdul Fickar menyebut ada  mafia atau oknum orang-orang jahat yang ingin mendapatkan keuntungan dengan cepat akibat kepailitan sebuah perusahaan. Ia menyebut kasus ini semestinya bisa juga dipidanakan sebagai kasus penipuan dan penggelapan. (mdr/rev)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO