Sepak Bola Usia Dini, Bukan soal Menang atau Kalah

Sepak Bola Usia Dini, Bukan soal Menang atau Kalah

Model latihan Small Side Game, permainan kecil yang terdiri dari beberapa pemain dengan ruang yang terbatas sangat penting untuk dikenalkan pada mereka.

Penekanan latihan fisik yang harus diberikan meliputi koordinasi, keseimbangan, kelincahan, persepsi, awareness, kapasitas aerobik. 

Pada aspek teknik ditekankan pada penguasaan bola seperti kontrol, mengoper dan menerima bola, menembak ke gawang, menyerang dan bertahan 1 lawan 1, balik badan (turning) dan lari dengan bola. 

Untuk kebutuhan taktikal anak-anak sudah mulai dikenalkan ball possession, prinsip menyerang dan bertahan, permainan kombinasi dan membangunan permainan dari bawah atau lapangan sendiri.

Sementara aspek psikologis yang perlu ditanamkan adalah motivasi, respek dan disipilin serta rasa percaya diri.
Anak-anak yang berada pada usia sering dikatakan sebagai Golden of Age Learning, yakni masa keemasan belajar. 

Belajar apa? Belajar segala aspek komponen dasar yang dibutuhkan pada permainan sepak bola. 

Ketika bertandingpun pada suatu turnamen mereka dalam kontek belajar. Oleh sebab itu tuntutan yang berlebihan terhadap capaian mereka sangat tidak dibenarkan. Menang dan kalah adalah bagian proses dari fase belajar mereka. 

Tidak berlebihan jika Arsene Wenger, pelatih profesional asal Perancis mengatakan bahwa di usia muda, kemenangan bukanlah hal yang terpenting, yang terpenting adalah mengembangkan kreativitas, keterampilan dan rasa percaya diri.

Di Indonesia sering kali tuntutan menang dan juara dalam mengikuti turnamen merupakan hal biasa bagi sebagian tim. 

Akibatnya anak-anak diperlakukan seperti orang dewasa, baik dalam aspek latihannya maupun target yang ingin dicapai. 

Bahkan tidak jarang, pencurian umur atau pemalsuan dokumen anak dilakukan, baik oleh orang tua maupun menajemen tim karena adanya ambisi menang dan juara. 

Patut menjadi perhatian semua pihak, pengakuan seorang pemain terkemuka Spanyol, yang lama membela Barcelona FC, Xavi Hernandes:

“aku dibina dan dilatih di Akademi La Masia bukan untuk menang dan juara, tapi aku dibina dan dilatih untuk berkembang dan matang di setiap usiaku. Menang, kalah, seri dan jauara adalah bonusnya permainan. Biarkan anak-anak berproses merasakan pahit manisnya pertandingan karena pertandingan itu sendiri sudah merupakan beban bagi mereka. Jangan bebani mereka harus menang dan juara,”.

Tatakelola pembinaan usia dini yang baik diyakini banyak pihak akan menjadi pondasi kuat dalam pembentukan Tim Nasional yang tangguh. 

Sebut saja Jerman, Prancis dan Belgia, ketika tim nasional mereka terpuruk prestasinya, maka pembenahan pembinaannya dimulai dari pembinaan usia dininya. 

Jerman misalnya, saat mengalami keterpurukan prestasi di level Internasional pada era 2000-2005, langkah yang ditempuh oleh Deutscher Fussball-Bund (DFB) sebagai otoritas sepak bola Jerman adalah menata kembali National Talent Center dan setiap klub profesional harus memiliki pemain binaan yang dimulai pada usia 10 tahun. 

Upaya ini nampaknya berbuah manis dengan lahirnya beberapa pemain terkemuka Jerman seperti Philipp Lahm, Thomas Muller, Maco Reus dan Marcel Scmelder. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Demam Euro 2021, Warga Desa di Pasuruan Ini Kibarkan Ratusan Bendera Ukuran Raksasa':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO