Merancang Kebutuhan Bertanding, Kecerdasan dan Pengambilan Keputusan Pesepakbola Usia Dini

Merancang Kebutuhan Bertanding, Kecerdasan dan Pengambilan Keputusan Pesepakbola Usia Dini Dosen Fakultas Ilmu Keolahragaan dan Kesehatan Universitas Negeri Surabaya, Imam Syafii.

Oleh: Imam Syafii

Dalam Grassroots Handbook Asian Football Confederation () disebutkan bahwa standar kebutuhan bertanding pesepakbola usia dini setiap tahunnya mencapai 25-30 kali. Kelompok usia dini atau yang sering disebut fase Grassroots menurut Federation International Football Association () adalah kelompok anak-anak dengan rentang usia 6 hingga 12 tahun.

Baca Juga: Salah Satu Maling di Warkop yang Ditangkap Polsek Gubeng Ternyata DPO Curanmor Kampus UNESA

Jumlah bertanding yang direkomendasikan tersebut, sudah seharusnya menjadi rujukan bagi pengelola sepak bola usia dini seperti Sekolah Sepak Bola (SSB), akademi dan sejenisnya. Mereka harus mampu merancang kebutuhan bertanding siswanya dalam kurun waktu satu tahun secara terencana, bertahap dan berkelanjutan.

Selama ini, cara yang ditempuh pengelola wadah pembinaan usia dini dilakukan dengan dua cara, yakni mengikutserakan pada turnamen atau pertandingan persahabatan. Di Indonesia, turnamen kelompok usia yang antara 10 hingga 12 tahun hampir setiap bulan selalu ada.

Untuk memenuhi target yang disarakan tidaklah terlalu sulit, tinggal bagaimana setiap wadah pembinaan itu bisa memanfaatkannya. Penyusunan periodesasi latihan bertanding sangat beragam, ada yang dilaksanakan setiap akhir bulan, setiap tiga bulan sekali dengan model dua bulan berlatih regular dan satu bulan berikutnya digunakan untuk latihan bertanding.

Baca Juga: Pj Gubernur Jatim Yakini Konaspi XI Cetuskan Solusi Konkret Tingkatkan SDM untuk Indonesia Emas 2045

Model ini dalam satu tahun bisa mendapatkan empat kali kesempatan, misalnya di bulan ketiga (Maret), bulan keenam (Juni), bulan kesembilan (September) dan bulan keduabelas (Desember). Pengalaman penulis dalam mengelolah program akademi, setiap masa bulan bertanding anak-anak bisa mendapatkan kesempatan bermain 7-8 kali. 

Jika diakumulasikan dalam satu tahun jumlah bermain mereka bisa mencapai 28-32 kali. Capaian ini sudah memenuhi standar yang telah ditentukan untuk usia anak-anak yang berada pada Fase Grassroots.

Fase Grassroots adalah masa belajar segala aspek dasar permainan sepak bola melalui permainan yang menyenangkan. Mulai dari belajar gerak, teknik dan taktikal dasar hingga latihan bertanding harus dilakukan dalam situasi yang menyenangkan agar anak-anak mendapat kesan positif terhadap sepak bola.

Baca Juga: Dinas Pendidikan Gresik Teken MoA dengan Unesa

Bertandingpun termasuk bagian dari proses belajar, yaitu belajar menerapkan segala keterampilan yang diperolehnya dari proses belajar ke dalam situasi permainan yang sebenarnya.

Adakalanya penampilan mereka saat bertanding tidak sesuai dengan ekspektasi pelatih maupun orang tua. Sesuatu yang sangat wajar, karena menurut teori belajar gerak mereka sedang berada pada tahapan belajar asosiatif, bahkan tidak menutup kemungkinan ada yang masih berada pada tahapan belajar kognitif.

Oleh sebab itu jangan berharap berlebihan terhadap penampilan mereka di lapangan. Sering kali terjadi di lapangan, orang tua berteriak memberikan instruksi ke anaknya yang sedang bertanding. 

Baca Juga: Khofifah Sabet Anugerah Widya Wiyata Dharma Samya di Dies Natalis Unesa ke-60

Ini adalah kebiasaan buruk yang akan berdampak kurang baik terhadap perkembangan anak selanjutnya. Dampak buruknya adalah anak akan mengalami ketergantungan di dalam pengambilan keputusan. 

Suatu saat jika tidak ada teriakan instruksi dari luar lapangan, dipastikan anak akan kebingungan menghadapi situasi permainan karena keputusan yang diambil selama ini terbiasa tidak diproses dari dirinya sendiri.

Ketika anak bermain, satu hal yang perlu disadari adalah bawah anak sedang belajar mengambil keputusan. Biarkan anak bejalar mengambil keputusan sendiri sesuai dengan situasi yang dihadapinya di lapangan.

Baca Juga: Bantu Sejahterakan Masyarakat, Khofifah Inisiasi Festival Mangrove

Latihan bertanding yang dirancang secara sistematis bukan hanya akan meningkatkan kemampuan fisik, teknik dan taktik anak, tetapi juga akan menempa mental bertanding anak menjadi kuat. Kecerdasan membaca permainan akan terus terasah sejalan dengan tumbuh kembangnya anak.

Pemain dikatakan memiliki kecerdasan bilamana dia mampu mempergunakan keterampilannya pada waktu dan ruang yang tepat sehingga dia mampu memberikan kontribusi nyata pada permainan timnya.

Beberapa ahli seperti David Wecshlet, Donald Stener dan Gadner menyatakan, pada dasarnya kercerdasan itu terkait dengan kemampuan memecahkan masalah yang diakhiri dengan produk yang diharapkan.

Baca Juga: Pj Gubernur Jatim Ajak Masyarakat Masifkan Sedekah Oksigen dengan Tanam Mangrove

Pentingnya kecerdasan dalam permainan sepak bola disampaikan legenda sepak bola Italy, Andrea Pirlo. “Sepak bola adalah permainan otak, kaki hanya sebagai alatnya,” ungkap pemain yang lama bermain di Juventus itu.

Kemudian Horst Wein, penulis buku Small Side Game to Develop Soccer Intelligence menyatakan bahwa dalam sepak bola satu ons (ounce) kecerdasan lebih berharga dari satu kilogram otot. Dibagian lain disebutkan bahwa dalam permainan sepak bola separuh kehilangan bola banyak disebabkan oleh pemain salah mengambil keputusan, bukan karena tekniknya yang jelek.

Memperhatikan pendapat para ahli di atas, kiranya perlu bagi anak-anak usia dini untuk dibiasakan belajar mengambil keputusan secara tetap melalui latihan-latihan permainan yang menyerupai permainan sepak bola yang sebenarnya. Mulai dari permainan di area terbatas 3 lawan 3, 4 lawan 4 hingga 7 lawan 7 dengan faktor kesulitan yang terus meningkat akan mengasah anak mengembangkan kecerdasannya.

Baca Juga: Adhy Karyono Serahkan 7.201 SK PPPK Pemprov Jatim

Jangan terlalu banyak dihentikan ketika mereka sedang berlatih, biarkan mereka berkreasi dan melakukan improvisasi dalam rangka mengambil keputusan yang tepat pada situasi yang sedang dihadapinya.

Kebiasaan yang dilakukan dalam permainan kecil terbatas tersebut selanjutnya secara bertahap dan terprogram diarahkan ke permainan yang sebenarnya, baik dalam bentuk turnamen ataupun pertandingan persahabatan.*

Penulis merupakan Dosen Fakultas Ilmu Keolahragaan dan Kesehatan Universitas Negeri Surabaya 

Baca Juga: Mahasiswa Cinta Tanah Air Bersama Askonas Wujudkan Ecogreen

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO