Oleh: Dr. KH. Ahmad Musta'in Syafi'ie
Rubrik Tafsir Al-Quran Aktual ini diasuh oleh pakar tafsir Dr. KH. A. Musta'in Syafi'i, Mudir Madrasatul Qur'an Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur. Kiai Musta'in selain dikenal sebagai mufassir mumpuni juga Ulama Hafidz (hafal al-Quran 30 juz). Kiai yang selalu berpenampilan santai ini juga Ketua Dewan Masyayikh Pesantren Tebuireng.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Nabi Daud Melahirkan Generasi Lebih Hebat, Bukan Memaksakan Jabatan
Tafsir ini ditulis secara khusus untuk pembaca HARIAN BANGSA, surat kabar yang berkantor pusat di Jl Cipta Menanggal I nomor 35 Surabaya. Tafsir ini terbit tiap hari, kecuali Ahad. Kali ini Kiai Musta’in menafsiri Surat Al-Anbiya': 41-43. Selamat mengaji serial tafsir yang banyak diminati pembaca.
78. Wadaawuuda wasulaymaana idz yahkumaani fii alhartsi idz nafasyat fiihi ghanamu alqawmi wakunnaa lihukmihim syaahidiina
(Ingatlah) Daud dan Sulaiman ketika mereka memberikan keputusan mengenai ladang yang dirusak pada malam hari oleh kambing-kambing milik kaumnya. Kami menyaksikan keputusan (yang diberikan) oleh mereka itu.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: 70 Persen Hakim Masuk Neraka
79. Fafahhamnaahaa sulaymaana wakullan aataynaa hukman wa’ilman wasakhkharnaa ma’a daawuuda aljibaala yusabbihna waalththhayra wakunnaa faa’iliina
Lalu, Kami memberi pemahaman kepada Sulaiman (tentang keputusan yang lebih tepat). Kepada masing-masing (Daud dan Sulaiman) Kami memberi hikmah dan ilmu. Kami menundukkan gunung-gunung dan burung-burung untuk bertasbih bersama Daud. Kamilah yang melakukannya.
TAFSIR AKTUAL:
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Sebelumnya, telah ditutur kisah beberapa nabi dengan segala keadaan yang menimpa pada diri mereka. Semisal Nabi Ibrahim A.S. yang karena keberaniannya menghancurkan berhala-berhala sesembahan kaumnya. Lalu tertangkap dan dihukum super sadis dengan cara dibakar hidup-hidup. Tapi Tuhan menyelamatkan dengan cara-Nya Sendiri. Api itu berubah menjadi sejuk dan nikmat.
Lalu, nabi Luth A.S. yang diutus mendakwahi kaum homo yang sangat brutal dan biadab. Alih-alih mereka patuh, malah istrinya sendiri menentang dan membela kaumnya. Malaikat menjelma menjadi pemuda imut super ganteng bertamu secara diam-diam.
Eh... Istrinya malah woro-woro ke kaum homo. Ya sudah. Mereka berdatangan dan memaksa Sang Nabi agar pemuda imut itu diserahkan untuk disodomi, meski gagal.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
Tuhan memerintahkan Luth A.S. dan pengikutnya agar segera meninggalkan rumah sebelum fajar tiba. Dan.. bumi dibalik, sehingga mereka terkubur hidup-hidup bersama rumah dan segala isinya.
Lalu bertutur tentang nabi Nuh A.S. yang diberi umur panjang hingga seribuan tahun. Tapi tidak sukses memikat hati kaumnya memeluk agama yang diajarkan. Muncul sifat kemanusiaannya yang emosional dan tega berdoa, agar umatnya sendiri dihabisi sehabis-habisnya dan jangan sampai ada yang tersisa. Banjir raksasa menenggelamkan mereka, termasuk istri dan anak laki-lakinya. Nuh A.S. dan pengikutnya selamat karena ada dalam perahu.
Kini, mengangkat kisah dua nabi yang berasal dari satu keluarga, yakni bapak dan anak. Mereka adalah nabi Daud A.S. dan nabi Sulaiman A.S. Umumnya, satu periode ada satu orang nabi. Tetapi ada pula dalam satu periode Tuhan mengutus dua nabi sekaligus. Itu adalah kebijakan-Nya yang mutlak, kebijakan Dzat Yang Maha Mengerti.
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Rasul yang bapak-anak semisal: Ya’qub A.S. dan Yusuf A.S. Daud A.S. dan Sulaiman A.S. Zakariya A.S. dan Yahya A.S. Bahkan beserta kepokakannya, Isa A.S. Ibrahim A.S. dan Luth A.S., hubungan keluarga, paman, dan keponakan. Musa A.S. dan Harun A.S., kakak beradik.
Bedanya, kalau para nabi sebelumnya diangkat soal problem kemasyarakat, perlawanan mereka yang sangat brutal, hingga menyebabkan azab turun dengan sangat mengerikan, tetapi pada dua nabi pada kajian ini tidak. Justru diangkat kecerdasan sang anak (Sulaiman A.S.) di atas ayahnya (Daud A.S.) yang sedang bertugas menjadi hakim.
Sedangkan makna dari penuturan kisah para nabi yang berhadapan dengan penentangan umatnya sendiri mengandung hikmah, bahwa Allah SWT itu benar-benar ada dan hadir saat utusan-Nya membutuhkan pertolongan. Hadir pula saat para pewaris nabi, para pejuang islam yang sedang dalam keadaan emergensi.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
Perkara bentuk kehadiran Tuhan itu seperti apa, maka itu mutlak kehendak-Nya yang tak bisa diganggu gugat. Keputusan-Nya itu pasti baik, pasti bermaslahah bagi yang bersangkutan, meski tidak serta merta bisa dimengerti.
Semisal nabi Nuh A.S., nabi Ibrahim A.S., nabi Luth A.S. nabi Musa A.S., diselamatkan dan bisa melanjutkan berdakwah di masa depan. Tapi nabi Zakariya A.S. dan anaknya, nabi Yahya A.S. justru mati dibunuh oleh kaumnya sendiri. Lain lagi dengan nabi Isa ibn Maryam A.S. yang lolos dari gerebekan yahudi brutal dan diangkat ke langit.
Isa itu manusia biasa, diangkat menjadi nabi sama dengan nabi-nabi yang lain. Bahan dasarnya tanah. Perkara dicipta tanpa bapak, itu bukti bahwa Tuhan mampu berbuat apa saja. Yang konvensional logis, ada bapak ada ibu. Bahkan ada yang supra rasional demonstratif, seperti Adam A.S. tanpa bapak dan tanpa ibu, sedangkan Hawa’ dicipta tanpa ibu.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News