GRESIK, BANGSAONLINE.com - Jajaran pengurus DPC PDIP Gresik beserta kader melakukan tabur bunga di makam mantan Ketua DPC PDIP Gresik Bambang Suhartono, TPU Desa Randuagung, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik, Minggu (28/7/2024).
Kegiatan ini dalam rangka memperingati kerusuhan pada tanggal 27 Juli 1996 atau dikenal Kudatuli. Pada hari tersebut, kerusuhan pecah di kantor pusat Partai Demokrasi Indonesia (PDI), Jalan Diponegoro Nomor 58, Jakarta.
Baca Juga: Soal Gugatan Pilkada di MK, PDIP Gresik Serahkan ke Tim Yani-Alif
Peristiwa itu menewaskan 5 orang, 149 orang luka-luka, dan 23 orang hilang.
Kudatuli kala itu dipicu dualisme internal PDI antar kepemimpinan Soerjadi versus Megawati Soekarnoputri.
Megawati dikukuhkan menjadi ketua umum lewat hasil Kongres Surabaya 1993. Di sisi lain, Soerjadi juga ditetapkan jadi ketua umum berdasarkan hasil Kongres Medan 1996.
Baca Juga: KPK Resmi Umumkan Hasto Tersangka
Kantor DPP PDI yang diduduki Mega diserbu oleh kelompok Soerjadi. Sekadar diketahui, Soerjadi saat itu digunakan pemerintah orde baru untuk mendongkel Megawati.
Sedangkan Bambang Suhartono atau karib disapa Bambang Ger, merupakan salah satu aktivis Pandegiling Surabaya yang berada di barisan PDI Promeg (Pro Megawati Soekarnoputri).
Ia meninggal dunia pada 8 November tahun 2023 karena sakit.
Baca Juga: KPK Bakal Ungkap Detail Penetapan Tersangka Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto
Acara tabur bunga dan ziarah di makam Bambang Ger dipimpin Ketua DPC PDIP Gresik Mujid Riduan.
Hadir juga Sekretaris DPC Noto Utomo, dan Bendahara Siti Muafiyah yang juga istri almarhum Bambang Ger.
"Terima kasih kepada semua keluarga besar PDIP Gresik yang talah memperingati Kudatuli dan berziarah dan tabur bunga di makam Mas Bambang Ger, salah satu aktivis Pandegiling dan pejuang PDI di bawah kepemimpinan Ibu Mega," ucap Siti Muafiyah kepada BANGSAONLINE.com.
Baca Juga: PDIP Kabupaten Kediri Beri Santunan ke Panti Jompo dan ODGJ di Peringatan Hari Ibu
Dalam kesempatan itu, Siti Muafiyah membeberkan kronologi peristiwa Kudatuli. Awalnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) kala itu, Yogie S. Memet, mengakui Soerjadi sebagai Ketum PDI. Hal itu pun memantik reaksi dari pendukung Mega.
"Saat itu, mimbar bebas dan orasi politik dilakukan di sana, tak hanya oleh kader PDI, dukungan juga mengalir dari lembaga swadaya masyarakat (LSM), simpatisan, hingga masyarakat kecil," ungkap Muafiyah.
Ketika itu, kata Muafiyah, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Hamami Nata menginstruksikan DPP PDI di bawah Mega agar segera menghentikan kegiatan mimbar bebas.
Baca Juga: Tim Pemenangan Paslon Yani-Alif Siapkan Kuasa Hukum Hadapi Gugatan Pilkada Gresik di MK
Hal serupa juga dilakukan oleh Pangdam Jaya, Mayjen Sutiyoso yang menyebut mimbar bebas itu telah menjadi ajang mencaci maki pemerintah. Mega memang dikenal sebagai oposisi nomor satu di masa orba.
"Waktu itu, kepolisian menganggap kerumunan massa itu menyebabkan gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat," kenangnya.
Massa pendukung Soerjadi pun mendatangi Kantor DPP PDI pada 27 Juli 1996 di pagi hari. Massa PDI pendukung Soerjadi berteriak memaki-maki dan menghujani dengan batu ke pendukung Megawati yang bertahan di kantor DPP PDI.
Baca Juga: PDIP Situbondo Siap Kawal Pemerintahan Baru
Mereka juga membakar spanduk-spanduk yang tertancap di sekeliling pagar. Dengan leluasa, massa pendukung Soerjadi menyerbu Kantor DPP PDI karena ratusan aparat kepolisian dan militer memblokir wilayah sekitar.
Akibatnya, Satgas PDI yang jumlahnya kurang dari 100 orang terkepung dan mempertahankan markas sendiri tanpa bantuan dari luar.
Kerusuhan pecah hingga merembet ke luar Kantor DPP PDI. Sejumlah aktivis LSM dan mahasiswa menggelar mimbar bebas di bawah jembatan layang kereta api dekat Stasiun Cikini yang berujung bentrokan antara massa dengan aparat keamanan.
Baca Juga: 27 Kader PDIP Dipecat, Nama Bagus dan Medy Tak Termasuk
"Kerusuhan itu mengakibatkan 5 orang meninggal, 149 orang luka-luka, dan 23 orang hilang," ungkap Muafiyah.
Bambang Ger, suami Muafiyah, merupakan salah satu kader PDI Pro Megawati yang berjuang membela Megawati Soekarnoputri sebagai ketua umum ketika itu. Ia adalah aktivis Pandegiling Surabaya.
"Mas Bambang Ger adalah salah satu aktivis Pandegiling Promeg yang melakukan perlawanan atas insiden Kudatuli," terangnya.
Baca Juga: Pasca-Pilkada 2024, PDIP Gresik Solidkan Barisan dengan Konsolidasi Politik
Pasca kerusuhan di Jalan Diponegoro tanggal 27 juli 1996, keesokan harinya, Minggu tanggal 28 Juli 1996, Promeg Surabaya melakukan solidaritas perlawanan dengan long march dari Jalan Pandegiling menuju Kebun Binatang Surabaya untuk melakukan orasi mengecam kebiadaban peristiwa Kudatuli.
"Massa Promeg mendapatkan pengawasan begitu ketat dari Polwiltabes Surabaya dan pasukan branjangan setingkat kompi dengan menodongkan moncong bedil yang penuh dengan mesiu," pungkasnya. (hud/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News