MOJOKERTO, BANGSAONLINE.com – Sebanyak empat orang dari Kementerian Pendidikan, Lembaga Peperiksaan, Putra Jaya Malaysia, melakukan studi banding ke Pondok Pesantren Amanatul Ummah Pacet Mojokerto, Jawa Timur.
Pantauan BANGSAONLINE, pagi itu rombongan dari Kementerian Pendidikan Malaysia yang terdiri dari dua laki-laki dan dua perempaun itu diterima langsung oleh Prof Dr KH Asep Saifuddin Challim, MA, pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah di kediamannya di lantai 2 Pacet Mojokerto, Selasa (10/9/2024).
Baca Juga: Warga Jatim Berjubel Hadiri Kampanye Terakhir Khofifah-Emil, Kiai Asep: Menang 70%
Rombongan yang dipimpin Dzulhilmi Bin Nawawi itu mengaku mengagumi prestasi dan sistem pendidikan Amanatul Ummah selama ini, terutama jaringan internasional ke Timur Tengah.
“Akan kita aplikasikan di Malasysia,” kata Dzulhilmi Bin Nawawi sembari menjelaskan bahwa mereka di Kementerian Pendidikan Putra Jaya Malaysia membidangi tentang ujian nasional pelajar Madrasah Aliyah Malaysia yang akan melanjutkan studi atau kuliah di Universitas Al Azhar Mesir.
Dalam acara studi banding itu mereka banyak bertanya tentang keunggulan pendidikan Amanatul Ummah.
Baca Juga: Ribuan Warga Padati Mubarok Bersholawat, Paslon 2 Optimis Menang di Ngoro, Mojokerto
Kiai Asep Saifuddin Chalim yang didampingi para guru Madrasah Bertaraf Internasional (MBI) menjelaskan bahwa santri Amanatul Ummah yang melanjutkan kuliah di Universitas Al Azhar Mesir tak perlu tes.
“Karena punya mu’adalah. Amanatul Ummah satu-satunya pondok pesantren di Indonesia yang punya mu’adalah,” kata Kiai Asep yang juga ketua umum Pimpinan Pusat (PP) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu).
Ijazah mu’adalah adalah ijazah yang disetarakan dengan kurikulum lembaga pendidikan Al-Azhar Mesir. Kini santri Amanatul Ummah yang sedang kuliah di Universitas Al Azhar Mesir sekitar 450 mahasiswa
Baca Juga: Mubarok Gembleng 6.472 Calon Saksi untuk Gus Barra-Rizal dan Khofifah-Emil di Mojokerto
.
Kiai miliarder yang gemar bersedekah itu kemudian menjelaskan sejarah Amanatul Ummah. Ia mengaku mendirikan lembaga pendidikan berawal dari keprihatinan.
“Ada kegelisahan saat anak saya lulus SD. Anak saya 9 orang. Akan saya sekolahkan kemana anak saya,” tutur Kiai Asep di depan tamu-tamu dari Malaysia itu.
Baca Juga: Doa Bersama Kapolri dan Panglima TNI, Kiai Asep Duduk Satu Meja dengan Kapolda dan Pangdam V Jatim
Pada 1988 Kiai Asep kemudian mendirikan pondok pesantren. “Jadi murid pertama saya adalah anak saya,” katanya.
Kiai Asep merintis lembaga pendidikan sejak tinggal di Surabaya. Tepatnya di Jalan Siwalankerto Surabaya. Kini pondok pesantren Amanatul Ummah di Surabaya tetap eksis. Santinya sekitar 2.000 orang.
Pada tahun 2006 Kiai Asep mengembangkan pondok pesantren ke Pacet Mojokerto. Menurut dia, Amanatul Ummah yang ia dirikan di Pacet itu berasal dari sebidang tanah yang anker. Tanah itu terletak di kawasan hutan di Tirtowening, Paras, Kembangbelor, Kecamatan Pacet, Mojokerto.
Baca Juga: Kampanye Akbar, Tak Banyak Pidato, Khofifah dan Gus Barra Sibuk Bagi Souvenir & Borong Kue Pengasong
“Saat itu akses jalannya sempit dan tak ada satu warung pun di sepanjang jalan menuju tempat ini,” tutur Kiai Asep.
“Kalau ada mobil tak bisa nyalip karena jalannya sangat kecil,” tambah Kiai Asep.
Sepanjang perjalanan sepi. Bahkan banyal begal.
Baca Juga: Lautan Manusia Padati Kampanye Akbar Paslon 02 Khofifah-Emil dan Gus Barra-Rizal di Mojokerto
Kiai Asep membei tanah itu dengan cara menyicil, tidak langsung lunas.
“Santrinya 48 orang,” ujar Kiai Asep mengenang santri pertamanya.
“23 anak perempuan, 25 laki-laki,” tambahnya.
Baca Juga: Kedatangan Kiai Asep dan Tim Mubarok di Pasar Bangsal Disambut Antusias Pedagang dan Warga
Pondoknya sangat sederhana. Bahkan tak ubahnya kandang ayam.
“Dindingnya terbuat dari anyaman bambu. Ditambal kertas minyak agar tak terkena angin,” ungkap Kiai Asep sembari mengatakan kalau malam sangat dingin.
“Sekolahnya terdiri dari terop. Tapi saya beri nama Sekolah Bertaraf Internasional,” kata Kiai Asep.
Baca Juga: Di Depan Pergunu Jatim, Kiai Asep Sebut Khofifah Cagub Paling Loman alias Dermawan
Sejatinya, Kiai Asep mengaku malu dan tak percaya diri. Apalagi ia pernah dicibir oleh Lurah atau Kepala Desanya.
“Ojok kemelipen po’o (jangan terlalu tinggi melangit). Kenyataannya kondisi sekolahnya seperti itu,” kata Lurahnya saat itu kepada Kiai Asep.
Cibiran kepala desa itu disampaikan seusai Kiai Asep menyampaikan pidato di depan para wali santrinya yang penuh semangat.
Tapi Kiai Asep kemudian menemukan dalil dalam Kitab Ta’limul Muta’allim karya Syaikh Zarjuni. “Innallaha ma’liyal umur wayukrahu safsafaha. Sesungguhnya Allah sangat mencintai orang yang tinggi urusan-urusannya, tinggi cita-citanya, dan Allah tak suka pada orang yang rendah urusan-urusannya, yang rendah cita-citanya,” kata Kiai Asep.
Sejak itu Kiai Asep mengaku tak peduli cibiran orang. “Toh saya dicintai Allah kalau punya cita-cita tinggi,” katanya sembari mengatakan bahwa sejak itu ia selalu percaya diri.
Bagi Kiai Asep santri pertama sebanyak 48 orang itu sangat menentukan bagi masa depan karirnya di bidang pendidikan.
Kenapa? Kiai Asep bercerita, dari 48 santri pertama itu sebanyak 12 orang berasal dari Bayuwangi. Nah, wali santri dari Banyuwangi itu menyambangi putra-putrinya. Mereka bertanya kepada 12 santri itu. Kenapa mereka kerasan atau betah mondok di Amanatul Ummah yang kondisi bangunan fisiknya sangat memprihatinkan.
“Jawaban 12 santri itu akan sangat menentukan, apakah santri itu tetap mondok di Amanatul Ummah atau dibawa pulang oleh orang tuanya,” kata Kiai Asp.
Menurut Kiai Asep, para wali santri itu minta 12 santri putra dan putri itu menjawab secara jujur.
“Kalian jawab secara jujur, apa kalian kerasan mondok di sini karena bebas tidur atau bagaimana,” tanya wali santri itu.
Jawaban 12 santri itu di luar dugaan. “12 santri itu mengaku senang dan kerasan mondok di Amanatul Ummmah karena gurunya baik-baik,” kenang Kiai Asep. Akhirnya para wali santri dari Banyuwangi itu membiarkan putra-putrinya nyantri di Amanatul Ummah.
Menurut Kiai Asep, kunci sukses lembaga pendidikan sangat ditentukan oleh tiga hal.
Pertama, kualitas guru. “Kita hanya mengandalkan dua hal. Guru yang baik dan sistem yang kompetentif,” tutur putra KH Abdul Chalim, salah seorang kiai pendiri NU dan pejuang kemerdekaan RI yang pada November 2023 ditetapkan sebagai pahlawan nasional.
“Guru yang baik adalah yang guru yang bisa mentransfer ilmunya dan menjadi teladan di tengah-tengah muridnya,” jelas Kiai Asep.
Seorang guru, kata Kiai Asep, tak boleh berhenti menjelaskan sampai muridnya mengerti. Begitu juga sebaliknya, seorang murid tak boleh berhenti bertanya sampai ia mengerti.
“Tapi kalau sudah mengerti tak boleh bertanya lagi,” kata Kiai Asep.
Kenapa? “Saya punya pengalaman pahit. Pelajaran fisika saya diberi nilai 2 (dua) oleh guru saya gara-gara saya sudah mengerti tapi masih bertanya,” kata Kiai Asep sembari mengatakan bahwa murid yang sudah megerti tapi masih bertanya itu sama dengan mengetes ilmu sang guru.
Menurut Kiai Asep, Al-Quran juga melarang murid yang sudah mengerti tapi masih bertanya.
Kedua, sistem yang kompetentif. “Di sini (Amanatul Ummah) ada dauroh. Yaitu try out yang mempelajari dan memprediksi soal-soal yang akan ada dalam test (masuk perguruan tinggi). Lalu dibahas. Jadi remidi ini berkali-kali,” kata Kiai Asep.
Program remedial adalah suatu kegiatan yang diberikan kepada siswa yang belum menguasai bahan pelajaran yang telah diberikan guru dengan maksud mempertinggi penguasaan bahan ajar sehingga siswa diharapkan mampu mencapai tujuan belajar yang telah ditentukan untuk mencapai ketuntasan belajar yang nantinya berdampak baik bagi prestasi belajar siswa.
“Jadi pelajaran itu ditarik dari akarnya sehingga murid yang tidak mengerti menjadi mengerti,” tutur Kiai Asep sembari mengatakan bahwa try out itu dilakukan sampai 30 kali lebih.
Menurut Kiai Asep, dauroh inilah yang banyak mengantar santri-santri Amanatul Ummah diterima di perguruan tinggi negeri favorit dan juga di luar negeri.
“Jadi kita berhasil berkat layanan kita,” katanya.
Menurut Kiai Asep, belajar ilmu itu sama dengan mencari ikan di sungai. “Kalau kita dapat ikan, lalu dapat lagi, kita betah di dalam sungai,” tuturnya.
Namun yang paling penting lagi adalah kesungguhan kita. “Saya mengajar ngaji sendiri setiap habis salat jemaah Subuh. Saya mengimami salat malam dan salat jemaah Subuh. Setelah itu saya mimpin apel,” katanya.
Ketiga, tegas Kiai Asep, semua guru Amanatul Ummah harus menyekolahkan anak-anaknya di sekolah terbaik. “Mana sekolah terbaik. Ya di Amanatul Ummah,” katanya.
Jadi, semua guru Amanatul Ummah wajib menyekolahkan anak-anak di Amantul Ummah.
“Kalau ada guru Amanatul Ummah tak menyekolahkan anaknya di Amanatul Ummah dianggap mengundurkan diri,” tegas Kiai Asep.
“Semua anak saya sekolah di Amanatul Ummah. Saya punya 9 anak. Cucu-cucu saya juga sekolah di Amanatul Ummah. Saya sekarang punya 19 cucu. Kalau mau sekolah di luar bubarkan dulu Amanatul Ummah,” kata Kiai Asep tegas.
Putra-putri Kiai Asep yang semuanya lulusan Amanatul Ummah kemudian melanjutkan ke perguruan tinggi di luar negeri, antara lain ke Mesir, Maroko dan Inggris.
Kiai Asep mengaku heran terhadap kiai yang mengelola pondok pesantren atau lembaga pendidikan tapi menyekolahkan anak-anaknya ke SMA Negeri.
“Gak percaya diri terhadap sekolah yang dikelola sendiri,” tegas Kiai Asep.
Kiai Asep mengaku selalu ditanya dari mana dana untuk membiayai lembaga pendidikan yang diasuhnya. Apakah dapat sumbangan dari pemerintah?
“Saya tak mau menerima sumbangan kalau untuk lembaga. Saya takut kehilangan rasa percaya diri,” tegasnya. “Tapi kalau untuk murid gak apa-apa, misalnya dana BOS atau BOSDA,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa dana itu gampang jika kita memiliki santri banyak. Dari makan santri saja sudah bisa mencapai miliaran rupiah tiap bulan. Tinggal pengelolaan dan manajemennya.
“Saya punya banyak bendahara,” kata Kiai Asep yang kini memiliki sekitar 14.000 santri.
Kiai Asep kemudian menjelaskan 7 kunci sukses belajar. Apa saja?
“Pertama, anak-anak harus bersungguh dalam belajar. Ajeg dalam kesungguhan,” kata Kiai Asep.
Kedua, kata Kiai Asep, kalau makan jangan sampai kenyang. Karena kenyang itu menyebabkan kemalasan, ngantuk, dan (datangnya) penyakit,” katanya.
Ketiga, mudawamatul wudlu. Selalu punya wudlu. “Wudlu itu cahaya. Ilmu yang disampaikan guru juga cahaya. Jadi kalau cahaya datang lalu diterima oleh cahaya, mudah menyatu,” kata Kiai Asep.
Keempat, tarkul ma’asyi (meninggalkan atau menjauhi maksiat). “Boleh mencintai orang lain tapi tak boleh bercinta,” kata Kiai Asep sembari menegaskan bahwa dosa itu beban.
“Dosa itu membebani dirinya,” katanya.
Kelima, qiratul Quran nadlron. Yaitu membaca al-Quran dengan cara melihat tulisan al-Qurannya. “Karena membaca al-Quran bi nadlron itu mengajak berpikir. Bagaimana melafalkan huruf,” katanya sembari mengatakan bahwa baca al-Quran itu harus istiqamah, tiap hari.
Keenam, salat malam. “Banyak hikmah yang kita peroleh lewat salat malam. Permohonan ampun kita mudah diterima,” kata Kiai Asep.
Menurut Kiai Asep, jika permohonan ampunan kita diterima oleh Allah, maka semua permintaan atau hajat kita mudah dikabulkan oleh Allah SWT. Termasuk permintaan ilmu.
Kiai Asep menyatakan bahwa salat malam yang ia praktikkan sebanyak 12 rakaat dengan enam kali salam. Lalu ditutup dengan tiga rakaat salat witir dengan dua kali salam.
Ketujuh, jangan beli jajan atau makan di luar pondok pesantren. Menurut Kiai Asep, banyak sekali efek negatif jika para santri makan diluar. Selain soal kesucian, kehalalan dan higiniesnya yang kadang diragukan juga menimbulkan aspek sosial kurang bagus.
Kiai Asep memberi contoh. Kalau ada santri beli makan di luar, lalu ada orang melihat tapi tak bisa membeli, karena tak punya uang, maka pasti menimbulkan situasi tak nyaman pada diri orang yang tak mampu membeli itu.
“Makanan yang seperti itu hilang barakahnya,” kata Kiai Asep
Kiai Asep juga menjabarkan kiat untuk mencapai sukses terutama dalam kepemimpinan. Menurut dia, kita harus punya empat akses.
“Pertama kita harus punya akses intelektual,” tegasnya.
Kedua, tegas Kiai Asep, punya akses jaringan. Ketiga, akses sosial. Kempat, akses finansial.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News