Sejarah Pesantren Dibelokkan, Menag: Pesantren Harus Jadi Tuan Rumah di Republik Ini

Sejarah Pesantren Dibelokkan, Menag: Pesantren Harus Jadi Tuan Rumah di Republik Ini Menteri Agama RI Prof Dr Nazaruddin Umar, MA. Foto: tangkapan layar YouTube

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - RI Prof Dr , , mengaku akan mengembalikan sejarah pesantren. Imam Masjid Istiqlal Jakarta itu ingin memperbaiki sejarah pesantren yang selama ini telah dibelokkan.

“Karena kalau sejarah ini tidak kita perbaiki, maka umat Islam akan banyak dikorbankan. Dan kita harus berani menyuarakan kebenaran, di mana pun kita berada,” kata Prof saat melakukan Kick Off program Majelis Masyayikh "Siap Melayani" di Jakarta, Selasa (12/11/2024).

Baca Juga: Paslon Nur-Heli Yakin Raih Suara Sah Pilwalkot Batu Lebih dari 50 Persen

Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta itu mengutip pernyataan cendekiawan muslim terkemuka negeri ini, Prof Dr Nurcholis Madjid (Cak Nur).

“Saya ingat apa kata Cak Nur, seandainya tidak ada Pemerintah Kolonial Belanda, maka sesungguhnya yang terkenal pertama di Indonesia itu (pondok pesantren). Misalnya Universitas Lirboyo, Universitas Tremas, Universitas Tebuireng, bukan UI, bukan UGM, bukan ITB. Sejarahlah yang membelokan nomenklatur ini jadi seperti apa adanya sekarang. Jadi fungsi kami ingin mengembalikan sejarah,” tegas Wakil Rais Syuriah PBNU yang alumnus Pesantren As'adiyah, Sengkang, Kabupaten Bajo, Sulawesi Selatan itu.

juga menyatakan bahwa pondok pesantren-lah yang pantas menjadi tuan rumah pendidikan di Republik ini. mendukung upaya Majelis Masyayikh untuk terus meningkatkan kualitas mutu pendidikan pesantren.

Baca Juga: Pj Wali Kota Kediri Bacakan Amanat Menag saat Jadi Inspektur Upacara Hari Santri Nasional 2024

Sebagai orang yang besar di pesantren, Prof Nazaruddin melihat sesuatu yang perlu diperkuat adalah sistem pendidikan yang berbasis pada ilmu ketuhanan. Ia mengingatkan Majelis Masyayikh, dalam melakukan kendali mutu pesantren, tidak berpatokan pada sistem pendidikan sekolah umum.

"Dalam mengukur Pondok Pesantren, kita jangan larut dengan ukuran-ukuran yang dibuat lembaga-lembaga yang sekuler, lembaga-lembaga yang dibentuk untuk kepentingan yang sangat pragmatis. Ukurlah pondok pesantren itu dengan ukurannya sendiri," jelasnya.

"Metodologi atau mungkin kita mulai dari ontologi, epistemologi, dan aksiologi di pondok pesantren itu sangat berbeda dengan perguruan atau sekolah tinggi atau universitas," lanjut di hadapan para Masyayikh.

Baca Juga: Atasi Pertanahan Mulai Hulu hingga Hilir, Kementerian ATR/BPN Gandeng MA

Ia menjelaskan, di sekolah-sekolah formal baik umum maupun yang di bawah Kementerian Agama, metodologi atau pengukuran kualitas mutunya menggunakan ukuran formalitas. Hal itu berbeda dengan pesantren yang menggunakan pendekatan agama.

"Saya memberikan satu contoh konkret, di pondok pesantren itu kita tidak hanya diajarkan bagaimana memahami Al-Qur’an sebagai Kitab Allah, tetapi juga diajarkan bagaimana memahami Al-Qur’an sebagai Kalamullah, tentu itu berbeda," jelas dikutip NU online.

Karena itu, demi meningkatkan kualitas pendidikan pesantren, Prof berharap agar spiritualitas pesantren kembali dihidupkan seperti dulu. Jangan sampai terkontaminasi dengan pendidikan formal yang saat ini hanya mengandalkan otak kiri atau rasionalitas saja.

Baca Juga: Ulama NU Asal Sulsel Ini Terkejut Ditunjuk Prabowo Jadi Menteri Agama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO