BANGSAONLINE.com – Tumpeng merupakan makanan tradisional Indonesia yang disajikan di atas tampah bambu, dengan nasi yang dibentuk mengerucut dan terdapat lauk dan sayur di bagian sampingnya.
Hingga saat ini, tumpeng masih sering digunakan di berbagai acara seperti syukuran, ulang tahun, kenduri, megengan, hingga acara penting lainnya.
Baca Juga: Lestarikan Budaya Jawa, SMAN 2 Batu Gelar Sarasehan Menguak Filosofi Tumpeng
Romo Miswanto, seorang budayawan asal Kota Batu, menjelaskan bahwa istilah tumpeng memiliki makna metune lempeng (keluar lurus atau tegak lurus). Tegak lurus melambangkan tekad kita, niat dan keinginan kuat untuk menyembah kepada Sang Pencipta.
"Itu sebabnya, kata tumpeng juga berasal dari kata tumpak atau pucuk. Harapannya, kita mempersembahkan tumpeng sebagai puncak dari persembahan kita kepada Tuhan," ucap Romo Miswanto, saat menjadi narasumber di acara Sarasehan SMAN 2 Batu.
Filosofi tumpeng sangat lekat dengan perwujudan nilai toleransi antarsesama, keikhlasan, kebesaran jiwa, dan kekaguman atas kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. Bentuk tumpeng yang mengerucut dan dikelilingi lauk-pauk serta sayuran menggambarkan simbol ekosistem kehidupan.
Baca Juga: Cangkrukan Bareng Budayawan, Ikfina Ajak Pegiat Seni Ikut Andil Lestarikan Budaya Mojokerto
“Bentuknya menyerupai menhir (batu tegak lurus zaman prasejarah), juga seperti gunung, dan diperkuat lagi seperti candi. Di sekitarnya ada lauk pauk yang beraneka ragam. Dalam dunia nyata, di sekitar gunung juga ada tumbuh-tumbuhan berbagai jenis. Ini merupakan perwujudan atau lambang alam semesta dengan segala macam isinya,’’ papar Romo Miswanto.
Sementara itu, lanjut Romo Miswanto, bentuk nasi yang mengerucut dan menjulang tinggi melambangkan keagungan Tuhan Sang Maha Pencipta. Aneka lauk-pauk dan sayuran di sekeliling nasi menjadi simbol isi alam.
Selain itu, warna nasi tumpeng yang didominasi oleh warna kuning dan putih, kedunya punya makna yang berbeda pula. Warna putih pada nasi tumpeng melambangkan kesucian, sedangkan warna kuning lebih pada kekayaan dan moral yang luhur.
Baca Juga: Ultah Megawati ke-77, DPC PDI Perjuangan Kediri Bagikan Tumpeng ke Warga dan Panti Asuhan
Tidak ketinggalan juga dengan filosofi lauk pauk yang ada dalam sajian tumpeng seperti ikan asin yang menggambarkan kebiasaan gotong royong, telur rebus yang bermakna kebulatan tekad, serta daging ayam yang menjadi simbol patuh terhadap Sang Pencipta.
Diungkapkan, jenis tumpeng awalnya hanya 13 jenis dan digunakan untuk berbagai kegiatan persembahan. Saat ini, jenis tumpeng berkembang dan terdapat sekitar 47 jenis tumpeng di tanah Jawa.
Jenis terbaru yang masih asing di telinga yakni asrep-asrepan, tutut, among-among, duplak, robyong, sambal gepeng, pucuk mawa endog, pungkur, punar, sanggabuwana, kendhit, megana, tumbuk ageng, blawong, sewu, urub ing damar, ropoh, alus, kapuranta, manca warna, dan sembur.
Baca Juga: Potong 4 Tumpeng, KWG Ajak Istri Syukuran HPN ke-77 Tahun 2023
Kendati jumlahnya banyak, namun ada satu hal yang tidak boleh diabaikan, yakni jumlah jenis lauk yang harus ganjil karena hal itu mengandung makna khusus, dimana nenek moyang kita memercayai bahwa angka yang ganjil itu memiliki makna yang positif.
Dirujuk dari sejarahnya, lanjut Romo Miswanto, sajian tumpeng sudah ada sejak zaman nenek moyang kita. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa tradisi menyajikan nasi tumpeng tidak terlepas dari jejak nilai-nilai luhur yang diwariskan secara turun temurun. Menariknya, tradisi ini tidak lekang oleh waktu, alias masih tetap dilakukan hingga saat ini. (msn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News