KOTA BATU, BANGSAONLINE.com - SMAN 2 Kota Batu melalui kegiatan Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) menggelar sarasehan budaya dengan tema kearifan lokal di aula setempat, Jumat (31/1/25).
Mengupas tentang filosofi tumpeng. Sarasehan yang mengundang narasumber Romo Miswanto, budayawan Kota Batu ini diikuti sekitar 350 siswa kelas XI SMAN 2 Batu.
Baca Juga: Duta Antikorupsi Kota Batu Bagikan Ilmu ke SMAN 2
Dijelaskan Romo Miswanto, istilah tumpeng memiliki makna Metune Lempeng (keluar lurus atau tegak lurus). Tegak lurus melambangkan tekad kita, niat dan keinginan kuat untuk menyembah kepada Sang Pencipta, Tuhan Yang Mahakuasa.
"Itu sebabnya, kata tumpeng juga berasal dari kata tumpak atau pucuk. Harapannya, kita mempersembahkan tumpeng sebagai puncak dari persembahan kita kepada Tuhan," terangnya.
Filosofi tumpeng sangat lekat dengan perwujudan nilai toleransi antarsesama, keikhlasan, kebesaran jiwa, dan kekaguman atas kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. Jika dicermati, bentuk tumpeng yang mengerucut dan dikelilingi lauk-pauk serta sayuran menggambarkan simbol ekosistem kehidupan.
Baca Juga: SMAN 2 Batu Siap Fasilitasi Siswa Berprestasi di Bidang Olahraga dengan Kelas Khusus
“Bentuknya menyerupai menhir (batu tegak kurus zaman prasejarah), juga seperti gunung, dan diperkuat lagi seperti candi. Di sekitarnya ada lauk pauk yang beraneka ragam. Dalam dunia nyata, di sekitar gunung juga ada tumbuh-tumbuhan berbagai jenis. Ini merupakan perwujudan atau lambang alam semesta dengan segala macam isinya,’’ jelasnya.
Sementara itu, lanjut Romo Miswanto, bentuk nasi yang mengerucut dan menjulang tinggi melambangkan keagungan Tuhan Sang Maha Pencipta. Aneka lauk pauk dan sayuran di sekeliling nasi menjadi simbol isi alam.
Selain itu, warna nasi tumpeng yang didominasi oleh warna kuning dan putih, kedunya punya makna yang berbeda pula. Warna putih pada nasi tumpeng melambangkan kesucian, sedangkan warna kuning lebih pada kekayaan dan moral yang luhur.
Baca Juga: Juarai Turnamen Gateball, Pj Wali Kota Batu Serahkan Bantuan Peralatan ke Tim SMAN 2
Tidak ketinggalan juga dengan filosofi lauk pauk yang ada dalam sajian tumpeng seperti ikan asin yang menggambarkan kebiasaan gotong royong, telur rebus yang bermakna kebulatan tekad, serta daging ayam yang menjadi simbol patuh terhadap Sang Pencipta.
Diungkapkan, jenis tumpeng awalnya hanya 13 jenis dan digunakan untuk berbagai kegiatan persembahan. Hingga jenis tumpeng berkembang dan saat ini ada sekitar 47 jenis tumpeng di tanah jawa.
Jenis terbaru yang masih asing di telinga yakni asrep-asrepan, tutut, among-among, duplak, robyong, sambal gepeng, pucuk mawa endog, pungkur, punar, sanggabuwana, kendhit, megana, tumbuk ageng, blawong, sewu, urub ing damar, ropoh, alus, kapuranta, manca warna, dan sembur.
Baca Juga: BPBD Kota Batu Sosialisasikan Permainan Unggana ke Lingkungan Sekolah
Kendati jumlahnya banyak, namun ada satu hal yang tidak boleh diabaikan, yakni jumlah jenis lauk yang harus ganjil karena hal itu mengandung makna khusus, dimana nenek moyang kita memercayai bahwa angka yang ganjil itu memiliki makna yang positif.
Dirujuk dari sejarahnya, lanjut Romo Miswanto, sajian tumpeng sudah ada sejak zaman nenek moyang kita. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa tradisi menyajikan nasi tumpeng tidak terlepas dari jejak nilai-nilai luhur yang diwariskan secara turun temurun. Menariknya, tradisi ini tidak lekang oleh waktu, alias masih tetap dilakukan hingga saat ini. (asa/msn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News