Tafsir Al-Anbiya' 91: Maryam dan Isa Satu Kesatuan

Tafsir Al-Anbiya Dr. KH. A. Musta'in Syafi'i.

Oleh: Dr. KH. Ahmad Musta'in Syafi'ie

Rubrik Tafsir Al-Quran Aktual ini diasuh oleh pakar tafsir Dr. KH. A. Musta'in Syafi'i, Mudir Madrasatul Qur'an Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur. Kiai Musta'in selain dikenal sebagai mufassir mumpuni juga Ulama Hafidz (hafal al-Quran 30 juz). Kiai yang selalu berpenampilan santai ini juga Ketua Dewan Masyayikh Pesantren Tebuireng.

Tafsir ini ditulis secara khusus untuk pembaca HARIAN BANGSA, surat kabar yang berkantor pusat di Jl Cipta Menanggal I nomor 35 Surabaya. Tafsir ini terbit tiap hari, kecuali Ahad. Kali ini Kiai Musta’in menafsiri Surat Al-Anbiya': 91. Selamat mengaji serial tafsir yang banyak diminati pembaca.

91. Wal-latī aḥṣanat farjahā fa nafakhnā fīhā mir rūḥinā wa ja‘alnāhā wabnahā āyatal lil-‘ālamīn(a).

(Ingatlah pula Maryam) yang memelihara kehormatannya, lalu Kami meniupkan (roh) dari Kami ke dalam (tubuh)-nya. Kami menjadikan dia dan anaknya sebagai tanda (kebesaran Kami) bagi seluruh alam.


TAFSIR AKTUAL

Wa ja’alnaha wa ibnaha ayah li al-alamin”. Maryam dan anak lelakinya Kami jadikan sebagai satu “ayat”, tanda kebesaran Kami.

Diketahui, bahwa Isa A.S. lahir dari rahim seorang gadis pingitan, Maryam. Maryam, artinya wanita penuh pengabdian kepada Tuhan. Ditakdir hamil dan melahirkan bayi laki-laki, Isa namanya.

Isa ini menjadi sengketa dari tiga agama besar. Pertama, sebagai anak haram yang mesti dihabisi agar kesialan yang ditimbulkan tidak menyebar ke umat manusia.

Kedua, sebagai anak Tuhan yang suci, sehingga patut dituhankan. Itulah anggapan agama nasrani.

Dan ketiga, hanya manusia biasa yang ditunjuk sebagai utusan Tuhan seperti nabi-nabi yang lain. Itulah pandangan agama islam.

Pada penutup ayat di atas, kata “ayah” digunakan bentuk mufrad, padahal yang diunggah mutsanna, dua sosok, yakni: Maryam (waja’alna“Ha”) dan Isa (IBNAha). Lughat yang biasa akan berkata: “wa ja’alnaha wa ibnaha Ayatain..”. itu baru matching. Mengapa?

Pertama, bahwa antara ibu Maryam dan putranya, Isa A.S. adalah satu kesatuan dalam penciptaan dan tidak ada hubungannya apa-apa dengan Allah SWT sebagai peran ayah atau bapak. Mereka ditakdirkan begitu oleh Tuhan sebagai bukti kebesaran dan kekuasaan-Nya.

Kedua, Li al-alamin. Kata alamin, bentuk jama’ mudzakkar salim, hanya dipakai untuk hamba Tuhan yang berakal saja, baik dari kalangan Jin maupun manusia.

Kalau alam semesta, bahasa arabnya “’alam”, (mufrad). Artinya, manusia yang menggunakan akal sehatnya mesti mengerti tentang ini dan tidak mengada-ada. Jika mengada-ada, mereka-reka, maka hasilnya pasti mbulet dan paradoks, pasti.

Ketiga, takdir kalam bisa membias ke masing-masing, yakni: Wa ja’alnaha ayah li al-‘alamin, wa ja’alna ibnaha ayah li al-‘alamin... Ini sah menurut al-imam Sibawaih.

Pesannya, atas sosok Maryam sungguh dia adalah tanda kebesaran Tuhan, kerena kesuciannya dan atas diri Isa A.S. dia sebagai nabi unik karena spesifikasinya.