
Dalam upaya memberikan nilai-nilai yang baik dalam arsitektur, sensitivitas kemanusiaan turut memiliki andil dalam proses pembangunan. Perempuan kelahiran Rembang itu menyarankan, arsitektur dapat mengusung budaya dan sejarah dalam membentuk identitas.
“Aspek kemanusiaan dalam arsitektur ikut berperan dalam pembentukan kualitas hidup manusia yang berkesinambungan,” tegasnya.
Dengan mengintegrasikan aspek-aspek tersebut dengan manusia sebagai pusat pengendali, Murni yakin masalah yang timbul dalam perkembangan ilmu arsitektur dapat terselesaikan. Selain itu, tujuan dari arsitektur berkelanjutan juga dapat tercapai.
“Namun, untuk mencapai ini semua diperlukan manusia yang mampu menjaga dan merawat alam sebagai sesama ciptaan Tuhan,” terang alumnus S1 Arsitektur ITS itu.
Murni menilai, segala krisis yang terjadi di dunia disebabkan karena manusia tidak sanggup merelasikan berbagai dampak kemajuan dengan nilai spiritual. Oleh karena itu, pendidikan dengan pendekatan spiritual menjadi langkah yang tepat untuk menciptakan manusia yang memiliki pendirian dan integritas yang kuat. Melalui pendekatan spiritual, manusia akan berpikir dua kali untuk melakukan tindakan yang dapat menghancurkan alam.
Murni berharap teori yang dihasilkan dari kajiannya dapat bermanfaat bukan hanya untuk perkembangan ilmu arsitektur saja tetapi juga seluruh aspek kehidupan. Utamanya bagi dunia pendidikan dan proses pembuatan kebijakan dalam menentukan arah yang lebih baik.
“Semoga kajian ini dapat menghadirkan solusi tepat guna sesuai tujuan keberlanjutan,” tuturnya penuh harap. (msn)