
TUBAN, BANGSAONLINE.com - Ketua Komisi II DPRD Tuban, Fahmi Fikroni, menjadwalkan ulang mediasi atau hearing konflik kepengurusan Kelenteng Kwan Sing Bio Tuban pada 11 Agustus mendatang.
Penjadwalan ulang ini merupakan permintaan langsung dari Soedomo Mergonoto yang menyatakan kesediaannya hadir langsung pada pertemuan berikutnya.
Sebelumnya, upaya mediasi konflik internal Kelenteng Kwan Sing Bio kembali menemui jalan buntu. Tiga tokoh pengelola, yakni Soedomo Mergonoto, Paulus Willy Afandy, dan Alim Sugiantoro, tidak hadir dalam undangan hearing Komisi II DPRD Tuban pada Selasa (5/8/2025) kemarin.
Ketidakhadiran ketiganya membuat pembahasan terpaksa ditunda. Padahal, DPRD telah mengundang berbagai pihak untuk mencari titik temu, seperti 8 tokoh Tuban yang telah menyerahkan ke 3 pengelola, dan pihak lainnya
Ketua Komisi II DPRD Tuban, Fahmi Fikroni, yang memimpin hearing, menyayangkan absennya pihak-pihak terkait. Padahal, pihaknya ingin masalah ini segera terselesaikan, tidak berkepanjangan.
"Kami ini ingin menjembatani supaya konflik ini cepat selesai. Sayangnya, dari delapan orang penyerah pengelolaan, tiga tidak hadir. Dari pihak penggugat juga tidak ada yang datang," ujar pria yang karib disapa Roni tersebut, saat dikonfiirmasi hari ini, Rabu (6/8/2025).
Oleh karena itu, Komisi II berencana menjadwalkan ulang hearing pada 11 Agustus 2025. "Kami sudah meminta Pak Gunawan untuk menjembatani agar ketiga tokoh ini bisa hadir. Mudah-mudahan tanggal 11 bisa menjadi solusi," imbuhnya.
Roni menjelaskan, permasalahan yang berlarut ini tidak hanya meresahkan umat kelenteng, tetapi juga mengganggu ketertiban sosial dan ekonomi warga.
"Permasalahan ini sudah berlangsung sejak 2012 dan berlarut-larut. Hal ini menimbulkan keresahan, baik di kalangan umat lokal maupun dari luar daerah yang ingin beribadah dengan tenang," ujarnya.
Sayangnya, pada agenda hearing kedua ini, belum ada titik temu yang dicapai. Sebab, beberapa pihak yang seharusnya hadir tidak datang.
"Di agenda hearing kedua ini masih belum ada titik temu karena ada yang tidak hadir dari pihak terkait," jelas Roni.
Menurut legislator dari Fraksi PKB itu, konflik internal tersebut bukan hanya menyangkut urusan kelembagaan internal kelenteng semata, tetapi telah berdampak pada masyarakat luas, terutama pelaku usaha kecil di sekitar area tempat ibadah.
"Banyak orang dirugikan terkait konflik ini, pun termasuk saya. Dan banyak orang-orang yang mencari nafkah di kelenteng itu akhirnya mati suri," ungkapnya.
Roni juga menyebut bahwa konflik ini juga merembet ke persoalan pemutusan hubungan kerja terhadap sejumlah karyawan kelenteng, yang selama ini menggantungkan hidup dari aktivitas di tempat ibadah tersebut.
"Dampak konflik ini adalah dipecatnya beberapa karyawan. Jualannya sepi dan sebagainya," imbuhnya.
Roni pun menyoroti bahwa konflik berkepanjangan ini juga berpotensi menurunkan indeks toleransi di Kabupaten Tuban. Sebab, Kelenteng Kwan Sing Bio juga merupakan simbol kerukunan antarumat beragama, sekaligus ikon wisata religi yang dikenal luas hingga luar daerah.
"Ini juga berpengaruh ke indeks toleransi di Kabupaten Tuban. Saya yakin indeksnya nanti juga akan turun. Sebab, memang salah satu penilaian dasarnya itu," katanya.
Anggota DPRD asal Kecamatan Jenu ini berharap konflik internal kelenteng tidak sampai dibawa ke ranah hukum. Melainkan diselesaikan secara internal dengan prinsip kekeluargaan.
"Saya berharap agar permasalahan ini tidak menjadi berkepanjangan, dan dapat diselesaikan secara internal secepat mungkin," tutupnya. (coi/rev)