
SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Direktur PT Anyar Citra Huni, Allan Tjiptarahardja, kembali menggugat PT Siantar Tiara Estate ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya terkait sengketa kepemilikan tanah. Terlapor dalam gugatan tersebut, di antaranya Handoko Suhartono, Juwita Wijaya, Aswi, serta Imnatunnuroh.
Dalam gugatannya, Allan menyebut para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum, dengan salah satu dalil, yaitu adanya dugaan tipu muslihat dalam proses jual beli tanah yang terletak di Kelurahan Gunung Anyar, Rungkut, Surabaya.
Salah satu kuasa hukum PT Siantara Tiara Estate, Daniel Julian Tangkau menyebut bahwa gugatan itu diajukan oleh penggugat dengan itikad tidak baik atau vexatious litigation.
BACA JUGA:
Dugaan ini mencuat karena peristiwa yang dijadikan dasar gugatan dengan nomor perkara 1023/Pdt.G/2024/PN.SBY tersebut ternyata pernah dilaporkan oleh Allan sendiri ke kepolisian sekitar tahun 2018, namun dihentikan melalui Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
“Gugatan tersebut patut diduga sebagai gugatan beritikad tidak baik, karena dugaan penipuan yang dijadikan dasar gugatan pernah dilaporkan dan penyidikannya dihentikan. Bahkan dalil penipuan itu menurut pendapat kami telah melewati tenggang waktu lima tahun, sehingga menurut pendapat kami, secara hukum sudah lewat waktu,” ujar Daniel kepada awak media.
Pernyataan tersebut turut diperkuat oleh seorang ahli hukum perdata, Ghansam Anand, yang dihadirkan dalam persidangan. Menurutnya, untuk dapat membuktikan adanya penipuan dalam konteks gugatan perdata, harus dibuktikan terlebih dahulu dengan adanya putusan pidana.
“Dalam hukum dikenal konsep decheance, yaitu gugurnya hak untuk mengajukan tuntutan karena telah lewat waktu. Dalam hal ini, berdasarkan Pasal 1454 KUHPerdata (BW), batas waktu untuk mengajukan gugatan terkait karena penipuan adalah lima tahun. Jika tenggang waktu itu terlampaui, maka hak gugatan harus dianggap gugur,” jelas Ghansam dalam keterangannya.
Sementara, Xavier Nugraha, yang juga kuasa hukum dari PT Siantar Tiara Estate, ketika ditanya mengenai perkara tersebut, menyampaikan bahwa penggugat tidak memiliki satupun bukti yang bisa membantah kebenaran akta-akta otentik yang ada.
“Menurut saya, gugatan yang diajukan hanyalah dalil kosong, karena tidak ada alat bukti yang dapat membantah kebenaran akta-akta otentik yang ada, baik dari surat, saksi yang diajukan penggugat, dan bahkan tidak diajukannya ahli dari Tergugat,” kata Xavier.
Di sisi lain, Anner Mangatur Sianipar, salah satu pengacara Allan Tjiptarahardja memberi tanggapan, bahwa perkara pidana dan perdata kali ini berbeda.
“Boleh dong mengajukan gugatan, itu dua hal berbeda. Kami baru sekali ini mengajukan gugatan,” katanya.
Sebagai informasi, pada tahun 2017, Allan Tjiptarahardja pernah dilaporkan oleh dua petani tambak, mereka adalah Musofaini dan Abdullah Faqih, dengan tuduhan berbeda-beda, sebagaimana tercatat dalam laporan polisi LPB/1237/X/2017/UM/Jatim dan LPB/1221/X/2017/UM/JTM. (rus/msn)