
JAKARTA, BANGSAONLINE.com – Dewan Pengurus Pusat Partai Kebangkitan Bangsa (DPP PKB) dan Forum Percepatan Transformasi Pesantren (FPTP) menggelar lomba baca kitab kuning bidang fiqih siyasah untuk memperkuat peran politik santri sekaligus merawat basis ideologi pesantren di arena kebangsaan.
Menjelang Hari Santri Nasional 22 Oktober 2025, Forum Percepatan Transformasi Pesantren (FPTP) mengadakan Musabaqah Qiraatil Kutub (MQK) bidang fiqih siyasah atau politik Islam. Kompetisi ini mengangkat tema “Menghidupkan Warisan Fiqih Politik untuk Generasi Santri yang Nasionalis, Inovatif, Kritis dan Aktif”.
Ketua FPTP KH Saifullah Maksum, mengatakan, lomba baca kitab kuning bidang Fiqih Siyasah diharapkan menjadi wahana strategis untuk menumbuhkan kembali kesadaran politik berbasis turâts.
“Kegiatan ini tidak hanya meneguhkan posisi pesantren sebagai aktor penting dalam membangun peradaban, tetapi juga sebagai langkah konkrit PKB dalam merawat basis ideologis dan kulturalnya di kalangan pesantren—sebagaimana dilakukan partai-partai lain dengan massa ideologis mereka, baik Marhaenis, Islamis, maupun Nasionalis,” ujar Sekretaris Dewan Syura DPP PKB ini, Sabtu (4/10).
Pengasuh Ponpes Baitul Kilmah sekaligus penggagas acara, KH Aguk Irawan, menyebut kitab kuning menyimpan khazanah keilmuan klasik yang relevan untuk membangun kesadaran politik santri.
Menurut Aguk, tradisi pesantren yang terbiasa dengan kritik teks dan pembacaan kontekstual bisa menjadi fondasi keterlibatan aktif santri dalam percaturan politik kebangsaan.
“Namun keterlibatan santri seringkali pasif atau simbolik, hanya saat Pilpres atau Pilkada. Padahal sejarah mencatat ulama dan santri pernah jadi penggerak utama perubahan sosial-politik,” katanya.
Kompetisi ini menempatkan4 kitab-kitab klasik seperti Ahkam al-Sulthaniyyah (al-Mawardi), Ghiyatsul Umam (al-Juwaini), al-Tibr al-Masbuk (al-Ghazali), Siyasah al-Syar’iyyah (Ibn Taymiyyah), dan al-Ahkam fi Usul al-Ahkam (Ibn Hazm) sebagai materi lomba. Topik yang diangkat meliputi konsep imamah, relasi agama dan negara, prinsip keadilan, partisipasi politik, hingga peran ulama dalam kekuasaan.
Peserta berasal dari santri tingkat akhir atau mahasiswa berbasis pesantren, maksimal berusia 21 tahun. Perlombaan dibagi tiga tahap: seleksi daring 1–27 Oktober, semifinal 8 November, dan final 9 November 2025 di Jakarta. Juri berasal dari kalangan ulama, akademisi politik Islam, dan praktisi pesantren.
Kegiatan ini diharapkan melahirkan intelektual muda pesantren yang kritis, menghasilkan publikasi bacaan siyasah, dan membentuk jaringan kader politik berbasis turâts. “Santri harus menyadari pentingnya kekuasaan. Kitab-kitab fiqih siyasah amat berlimpah untuk dijadikan pijakan ideologi,” kata Aguk.
Aguk mengutip pendapat Imam al-Ghazali, “Manusia tidak akan mampu menciptakan sebuah peradaban tanpa empat hal, (1) Az-Zira’ah (pertanian), (2) Al-Hiyakah (industri tekstil), (3) Al-Bina’ (pembangunan), dan (4) As-Siyasah (politik)”.
“Dari kesemua peran di atas, peran politik adalah peran penting dan yang paling mulia. Hal ini karena dengan peran politik, manusia dapat memiliki wewenang untuk menjaga, mengatur dan menegakkan kebaikan bagi semua peran pokok manusia sebagai khaliffatul fil ard,” ujar novelis itu.