Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Probolinggo, Muchlis
PROBOLINGGO,BANGSAONLINE.com - Seleksi Calon Direktur Perusahaan Umum Daerah Air Minum (Perumdam) Tirta Argopuro Kabupaten Probolinggo menuai sorotan.
Hal itu usai LSM Aliansi Masyarakat Peduli Probolinggo (AMPP) menilai Panitia Seleksi tidak tegas karena tidak mewajibkan lampiran sertifikat pelatihan air minum bagi para pendaftar.
Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Probolinggo, Muchlis menegaskan pihaknya akan bersikap jika ditemukan persoalan atau potensi pelanggaran aturan dalam proses seleksi.
"Pihak Komisi I akan panggil pihak-pihak yang terkait, termasuk Panitia Seleksi atau pansel," ujar Muchlis dalam pernyataan tertulisnya.
Ia juga menilai perlu adanya tahapan tambahan berupa penyampaian visi dan misi atau debat terbuka bagi calon Direktur Perumdam untuk mengukur kompetensi dalam meningkatkan pelayanan publik dan kontribusi terhadap pendapatan asli daerah (PAD).
"Selama ini perumdam hanya menghabiskan penyertaan APBD tanpa bisa memberikan kontribusi pada PAD dan belum mencapai layanan publik yang prima," kritiknya.
Di tempat terpisah, Ketua LSM Siliwangi, Saiful Bahri, turut menyampaikan kritik terhadap proses seleksi calon Direktur Perumdam tersebut.
Saiful memprediksi kebijakan Panitia Seleksi yang tidak mewajibkan sertifikat sejak awal berpotensi meloloskan calon yang tidak memiliki sertifikasi.
Menurutnya, kebijakan tersebut justru mengandung kontradiksi internal karena mewajibkan surat pernyataan kesanggupan mengikuti pelatihan sertifikasi air minum, yang secara tidak langsung mengakui sertifikasi sebagai syarat substantif jabatan.
Saiful menilai indikasi tersebut terlihat sejak tahapan awal seleksi yang dinilainya mengalami pelonggaran persyaratan oleh Panitia Seleksi.
“Dari proses persyaratannya saja sudah dilonggarkan. Bahkan kami menilai Panitia Seleksi berani menabrak Peraturan Menteri Tahun 2018 dengan cara memainkan frasa,” ujarnya.
Secara doktrinal, apabila suatu kompetensi diwajibkan untuk dipenuhi setelah calon terpilih, maka kompetensi tersebut bukan sekadar persyaratan administratif, melainkan syarat material jabatan.
Saiful juga menegaskan bahwa langkah Panitia Seleksi yang tetap meloloskan calon tanpa sertifikasi pada tahap seleksi bertentangan dengan logika hukum administrasi jabatan.
Ia menilai Panitia Seleksi membiarkan peserta mengikuti seleksi tanpa memenuhi syarat substansial yang justru diakui sendiri oleh panitia.
Dalam lampiran surat pernyataan kesanggupan, Panitia Seleksi secara eksplisit menyebut sertifikasi SPAM sebagai syarat kompetensi Direktur Perumdam.
Jika suatu kualifikasi diakui sebagai syarat kompetensi jabatan, maka secara normatif harus dipenuhi oleh calon direksi sejak awal, bukan setelah terpilih.
“Saya menilai posisi pansel menjadi kontradiktif karena di satu sisi mengakui sertifikasi sebagai syarat kompetensi, namun di sisi lain mentoleransi ketidakpenuhan syarat tersebut selama proses seleksi,” ujar Saiful, Jumat (19/12/2025).
Selain itu, Saiful juga menyoroti lemahnya kekuatan hukum surat pernyataan kesanggupan yang diwajibkan Panitia Seleksi.
Ia menilai tidak adanya kejelasan sanksi jika pernyataan tersebut dilanggar, baik berupa pembatalan pengangkatan, penundaan pelantikan, maupun pemberhentian jabatan.
Menurutnya, surat pernyataan tersebut berpotensi menjadi norma kosong karena tidak memiliki daya paksa hukum dan bertentangan dengan asas kepastian hukum serta asas kecermatan dalam Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).
Atas dasar itu, Saiful menduga adanya indikasi kepentingan terselubung dan rekayasa prosedural dalam kebijakan Panitia Seleksi.
Ia menilai pola seleksi menunjukkan calon yang belum memenuhi syarat kompetensi tetap diloloskan, lalu diarahkan mengikuti pelatihan sertifikasi setelah terpilih.
Secara yuridis, praktik tersebut dinilai sebagai bentuk manipulasi prosedural untuk mengakomodasi calon tertentu yang sejatinya tidak memenuhi syarat sejak awal.
Praktik tersebut, lanjut Saiful, bertentangan dengan asas kesetaraan di hadapan hukum, prinsip persaingan yang adil dalam seleksi jabatan publik, serta asas objektivitas dan non-diskriminasi.
Untuk itu, Saiful menegaskan bahwa kebijakan Panitia Seleksi yang hanya mewajibkan surat pernyataan kesanggupan sertifikasi dinilai lemah secara hukum dan cacat legitimasi. (ndi/van)





