JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla terkejut mendengar rekaman percakapan antara orang yang diduga Ketua DPR Setya Novanto, pengusaha Riza Chalid dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (FI) Maroef Sjamsoeddin.
"Kita semalam (Rabu) dipertontonkan di Kompleks DPR suatu upaya sekelompok orang, pejabat, pengusaha untuk mencoba merugikan negara sangat besar," kata Kalla saat membuka Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi (KNPK) 2015 di Kompleks Parlemen, Kamis (3/12).
Baca Juga: Hadiri Raker dan RDP Bersama Komisi II DPR RI, Pj Wali Kota Batu: Jelang Pilkada Terpantau Kondusif
"Kalau kita lihat tragisme semalam, dengan congkaknya katakan semua dapat dikuasai, saya bilang ketua MPR nanti yang selalu hadir tinggal MPR dan DPD, yang satu sudah hilang," lanjut Kalla.
Dalam kegiatan yang diselenggarakan Komisi Pemberantasan Korupsi ini, memang hanya Setya Novanto dan pimpinan DPR lain yang tidak tampak dalam kegiatan KNPK 2015.
Sementara, sejumlah pimpinan lembaga seperti Ketua DPD Irman Gusman dan Ketua MPR Zulkifli Hasan terlihat hadir.
Baca Juga: Terima Baleg DPR RI untuk Prolegnas, Pj Gubernur Jatim Sampaikan Pelbagai Aspirasi
JK mengatakan, terungkapnya percakapan tersebut seperti fenomena gunung es dalam upaya pemberantasan korupsi.
Ia menilai, jika peristiwa semalam merupakan puncak, maka sebenarnya masih banyak kegiatan korupsi lain yang melibatkan pejabat negara, tetapi belum diketahui.
"Tragis juga bangsa ini. Malam kita terbuka dengarkan upaya korupsi, pagi ini kita coba bicara bagaimana menghentikan," kata dia.
Baca Juga: Gali Data Primer Keimigrasian Secara Faktual, Komisi XIII DPR RI Kunker Spesifik ke Jawa Timur
Kalla menambahkan, pemberantasan korupsi memang harus dilakukan secara serius. Namun sebenarnya, keberhasilan pemberantasan korupsi bukan dilihat dari seberapa banyak orang yang dipenjara dengan tuduhan itu. Melainkan bagaimana upaya untuk mencegah agar hal itu terjadi seminimal mungkin.
Sedangkan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli menilai, perdebatan kasus yang berawal dari laporan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said dan dituduhkan ke Ketua DPR Setya Novanto di MKD itu sebagai perdebatan antar dua geng yang sedang memperebutkan saham PT Freeport.
"Pertentangan antargeng yang berebut saham. Tapi kan kuncinya dari perdebatan ini rakyat Indonesia dapat lebih baik atau tidak?" ucap Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli, di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (3/12).
Baca Juga: Paparkan Program 100 Hari Kerja saat Raker, Nusron: 119 Juta Bidang Tanah Sudah Terdaftar
Kendati demikian Rizal tidak menjelaskan siapa dua geng yang dimaksud. "Presiden sudah menjelaskan dan kami dari dulu juga sama poinnya. Satu, Freeport harus membayar royalti lebih tinggi, 6-7% karena di masa lalu akibat hengki pengki membayar royalti yang hanya 1%," ujarnya.
Kedua, lanjut dia, Freeport harus bertanggung jawab atas proses limbah. "Itu ada laporannya semua bagaimana tanya saja bekas-bekas Dirjen KLH bagaimana Freeport membuang limbah seenaknya tanpa proses," tuturnya.
Ketiga, kata dia, Freeport wajib membangun smelter atau fasilitas pengolahan hasil tambang. Sesuai undang-undang, kata dia, Freeport harus melaksanakan hal demikian pada tahun 2009.
Baca Juga: Komisi II DPR RI Dukung Program 100 Hari Kerja Menteri Nusron
Namun, kata Rizal, Freeport terus menunda-nunda pelaksanaan itu. Terakhir, kata dia, mengenai divestasi.
"Jadi di luar perdebatan yang kiranya seru, ramai di DPR kemarin, kita jangan lupa arahnya, Indonesia harus dapat manfaat lebih besar dari Freeport karena selama ini dirugikan. Di luar itu, kita anggap saja ini perebutan antargeng yang berebut daging lah, apalah kue," ungkapnya.
Di sisi lain, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menyatakan bahwa Ketua DPR Setya Novanto bisa dikenakan pasal penipuan jika PT Freeport Indonesia merasa dirugikan dan melaporkan politikus Golkar ini ke pihak Kepolisian. Badrodin mengaku mengikuti proses persidangan kasus tersebut di Mahkamah Kehormatan Dewan DPR.
Baca Juga: Koalisi CBD Kirim Hasil Analisis Ganja Medis ke DPR dan Presiden
"Seperti yang saya sampaikan ini bisa saja ini ada tindakan penipuan, dari sisi PT Freeport apabila ini merasa dirugikan. Sementara kalau dari hasil semalam belum terlihat, apakah ini tipikor atau pidana umumnya," kata Badrodin di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (3/12).
Namun kasus tersebut tengah diselidiki oleh Kejaksaan Agung. Oleh sebab itu, dia mengatakan, perlu penelitian dan pengkajian terhadap kasus itu.
"Tadi saya tanyakan ke Jamintel, ini masih dalam penyelidikan artinya kalau penyelidikan itu masih melakukan penelitian termasuk mencari fakta-fakta hukum apakah betul sudah terjadi tindak pidana dan pidana apa," kata dia.
Baca Juga: Pascakebakaran, Presdir PTFI Inspeksi Lokasi Common Gas Cleaning Plant di Smelter Gresik
"Jadi makanya Kejagung masih melakukan penelitian belum sampai pada penyidikan. Makanya nanti akan disimpulkan. Karena belum jelas ini apakah Tipikor apa tindak pidana umum. Kalau pidana umum kita juga akan turun. Makanya kita masih tunggu gimana di MKD nya. Ini kan belum. Dari pihak PT Freeport kan juga belum," sambung dia.
Meski rekaman telah mengungkapkan adanya negosiasi kontrak PT Freeport, dia mengatakan, bahwa rekaman yang diputar dalam sidang MKD DPR belum bisa menjadi bukti penipuan. Dia menegaskan, perlu kerja sama dengan PT Freeport untuk mengungkap kasus itu.
"Kita perlu kerjasama, kalau PT Freeport tidak mau kan juga nggak bisa kita tangani. Bukan soal ada tidaknya laporan, perlu ada kerjasama dengan PT Freeport, bagaimana mungkin kita menangani kasus kalau yang dirugikan sendiri tidak bersedia. Ini yang jadi persoalan," tutup dia. (det/kcm/tic/mer/rev)
Baca Juga: Tuntut Tenaga Kerja, Warga Mengare Komplek Gresik Demo Smelter PT Freeport Indonesia
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News