JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Tak ada yang harus dikhawatirkan jika pemerintah tak memperpanjang kontrak karya pertambangan PT Freeport Indonesia. Indonesia dinilai mampu mengelola Sumber Daya Alam (SDA) yang ada di Tanah Air, termasuk tambang yang saat ini dikelola PT Freeport. Demikian penegasan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Brawijaya (UB) Malang, Candra Fajri Ananda menanggapi polemik kontrak Freeport yang memanas belakangan ini.
"Walau PT Freeport Indonesia tutup, sumber daya manusia Indonesia mampu dan bisa mengelola sendiri. Kita sudah menguasai dalam pengelolaan sumber daya alam," ujarnya di Jakarta, Minggu (6/12).
Baca Juga: Pascakebakaran, Presdir PTFI Inspeksi Lokasi Common Gas Cleaning Plant di Smelter Gresik
Dia menambahkan 97 persen pekerja PT Freeport adalah orang Indonesia sehingga sudah terjadi transfer pengetahuan terkait proses pengelolaan tambang. "Saya pikir Indonesia tidak akan bangkrut tanpa Freeport, kita bisa mengolah sendiri. Bajunya diganti tidak masalah karena dalamnya sudah orang kita," katanya.
Selain itu, Candra melihat Indonesia masih memiliki banyak potensi dari berbagai sektor untuk menyangga perekonomian bangsa. Jika dilihat dari beberapa tahun terakhir, deviden Indonesia dengan share yang berasal dari Freeport bernilai nol persen. Hal ini dianggap sebagai bukti bahwa Indonesia tanpa Freeport tidak berpengaruh secara ekonomi.
"Freeport sudah puluhan tahun namun hingga sekarang penduduk Papua masih banyak yang miskin dan provinsi itu masih jauh tertinggal dari banyak provinsi lain di Indonesia. Itu artinya, Freeport gagal mendorong pembangunan Papua," ucap dia.
Baca Juga: Tuntut Tenaga Kerja, Warga Mengare Komplek Gresik Demo Smelter PT Freeport Indonesia
Dia menilai, kegaduhan yang disebabkan oleh Bos PT Freeport Indonesia dan Menteri Sudirman Said terkait rekaman pencatutan nama, berimbas sangat besar terhadap memburuknya iklim investasi.
"Terkait Freeport sangat merugikan bagi iklim investasi Indonesia, kalau kita punya duit dan ingin investasi, kita tidak hanya berpikir untuk satu tahun atau dua tahun, tapi untuk jangka panjang, apalagi kalau nominalnya besar," ucap dia.
Untuk itu, ia mengatakan salah satu pertimbangan yang terpenting untuk berivestasi adalah aspek keamanan dan kepastian hukum. Kondisi kegaduhan yang dipertontonkan Freeport dan para menteri serta elite lainnya memicu munculnya ketidakpercayaan bagi investor untuk melepaskan uangnya.
Baca Juga: Freeport Indonesia Raih 4 Penghargaan Good Mining Practice Award 2024
Pasalnya, dilihat dari aliran capital inflow Indonesia terus-menerus mengalami penurunan. Dengan demikian membuktikan bahwa kegaduhan hanya membawa keburukan bagi perekonomian Indonesia.
"Belum lagi ditambah pengaruh surat tertanggal 7 Oktober yang dikeluarkan oleh Menteri Sudirman, dalam konteks etika birokrasi, hal tersebut sangat tidak pantas. Ini memberi sinyal pemerintah akan melanjutkan kontrak (Freeport). Padahal Undang-undang belum direvisi, ini membuat ketidaknyamanan. Presiden Jokowi harus segera melakukan reshuffle kabinet dan mengganti menteri yang membuat kegaduhan," ucapnya. (inc/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News