Penghancuran berbagai situs di Mekah-Madinah mencapai 95 persen. Demi mewujudkan “kemegahan”.
Kegaduhan mengungkung Ka’bah. Bukan karena umat Islam yang menyemut menjalankan ibadah umrah selama Ramadhan, tapi oleh alat-alat berat raksasa yang berdiri di sekeliling kiblat salat di Mekah itu. Belalai-belalai metal yang menjulur ke langit sibuk bergerak memindahkan bahan bangunan. Suara yang dihasilkan mengganggu kemerduan dan kesyahduan zikir orang-orang yang beribadah. Debu mengepul dimana-mana. “Selama melakukan tawaf, suara riuh alat berat bergantian dengan lantunan talbiyah,” kata Ijar Karim dari Tempo, yang menjalankan ibadah umrah pada awal juli lalu.
Baca Juga: Demi Ibadah ke Makkah, Ibu di Jombang Daftar Umroh Pakai Uang Koin
Semua ketidaknyamanan ini merupakan bagian dari proyek akbar perluasan Masjidil Haram, yang dimulai pada 26 Agustus 2011. Kawasan Ka’bah, yang sebelumnya berkapasitas 48 ribu anggota jemaah, berkurang menjadi 22 ribu per jam. Saat meletakkan batu pertama, Raja Arab Saudi Abdullah bin Abdul Aziz menegaskan bahwa proyek perluasan ketiga ini akan menambah area masjid seluas 400 ribu meter persegi, yang memperbanyak daya tampung Masjidil Haram menjadi 1,2 juta orang dalam satu waktu.
Seperti dilansir Gulfnews, Raja Abdullah saat itu mengatakan proyek perluasan akan meningkatkan kapasitas Masjidil Haram, baik di ruang ibadah maupun di ruang terbuka. Proyek ini diharapkan akan mengurangi kepadatan jemaah haji saat beribadah di sekitar Masjidil Haram.
“Pembangunan ini terhitung yang terbesar,” kata Duta Besar Arab saudi untuk Indonesia, Mustafa bin Ibrahim al-Mubarak, dalam konferensi pers di Jakarta, akhir Juni lalu. Salah satu konsekuensi dari proyek ini juga berimbas pada pemotongan jumlah anggota jemaah haji setiap negara hingga 20 persen. Indonesia pun merasakan dampaknya.
Baca Juga: Situs Persada Soekarno dan Abdi Dalem Keraton Yogyakarta Syukuran Hari Pancasila Menggema di PBB
Proyek dengan anggaran 40 miliar riyal atau sekitar Rp 91 triliun itu antara lain akan menghubungkan pintu keluar Masjidil Haramdengan Masaa, yang merupakan jalur sai (lari kecil) antara Safa dan Marwah, melaui serangkaian jembatan. Beraneka fasilitas juga akan dipasang untuk melengkapi pembangunan perluasan Masjidil Haram, seperti penyejuk udara, tangga berjalan, tempat sampah, dan sistem keamanan canggih.
Proyek perluasan juga meliputi pembangunan transportasi kereta api untuk jemaah haji dan umrah, proyek terowongan yang menghubungkan Mina, Muzdalifah, dan Arafat, sampai perluasan akses jemaah, sehingga mudah mengambil air zam-zam di Mekah. “Proyek ini bagian dari upaya memberi layanan terbaik bagi jemaah,” ujar Habib Zain al-Abideen, Wakil Menteri Pekerjaan Umum Arab Saudi.
Sayang, megaproyek itu memakan korban. Seperti dikatakan Mustafa, proyek kali ini akan menghancurkan 44 tiang berusia ratusan tahun dari Dinasti Ottoman dan Abasid. Kepada Tempo dari London, Irfan al-Alawi, Direktur Eksekutif Islamic Heritage Research Foundation, menyayangkan kejadian ini. “Saya tidak menentang perluasan. Tapi ada solusi lain daripada menghancurkan situs bersejarah,’ tutur Alawi melalui surat elektronik kepada Tempo, pertengahan bulan lalu.
Baca Juga: Sejarawan Nasional Roso Daras Kunjungi Rumah Masa Kecil Presiden Soekarno di Kediri
Bagi Alawi dan yayasan yang berusaha menyelamatkan situs bersejarah di dua kota suci Mekah-Madinah, keberadaan tiang yang telah menjadi bagian dari Masjidil Haramitu memiliki arti sangat penting bagi umat muslim sedunia. “Beberapa tiang menandai tempat Rasulullah pernah duduk dan berdoa,” ia menambahkan.
Toh, tak semua menyayangkan hancurnya kenangan itu. Mufti Besar Syekh Abdul Aziz bin Abdullah al-Syeikh, pemimpin spiritual tertinggi Kerajaan Arab Saudi, seperti dilansir situs televisi Iran, Press TV, menegaskan tidak ada yang salahdengan peghancuran situs-situs bersejarah di Masjidil Haram. “Penghancuran ini memang harus dilakukan. Bahkan anda seharusnya berterima kasih kepada pemerintah karena penghancuran ini bertujuan meningkatkan kapasitas Masjidil Haram,” katanya.
Sebenarnya perataan situs bersejarah demi alasan kenyamanan jemaah haji dan umrah telah terjadi sejak dinasti Saud berkuasa di Al=Haramain. Pada 2002, perang diplomatik antara Arab Saudi dan Turki sempat berkobar gara-gara penghancuran benteng Ajyad yang berhadapan langsung dengan Masjidil Haram. Benteng berusia 220 tahun itu dihancurkan bersama bukit di bawahnya, untuk melempangkan pembangunan Maakh Royal, Clock Tower, menara jam tertinggi di dunia yang dihiasi tulisan “Allah” pada puncaknya.
Baca Juga: Kenapa Malaikat Jibril Kirim Salam ke Sayyidah Khadijah, Tebersit saat Khofifah Ziarah ke Ma'la
Gedung setinggi 601 meter yang juga dikenal sebagai Abraj al-Bait itu memiliki tujuh menara dengan 120 lantai. Menempati lahan dua kali luas pentagon, gedung terbesar di Amerika Serikat, bangunan ini menampung sejumlah hotel bintang lima hingga pusat belanja mewah.
Dengan geram Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Turki saat itu, Istemihan Talay, menyatakan langkah tersebut sebagai tindakan barbar. “Benteng yang didirikan dinasti Ottoman untuk melindungi Ka’bah dari bandit saat itu merupakan salah satu peninggalan bersejarah terbesar bagi umat manusia. Pengahncurannya tak berbeda dengan penghancuran monumen Buddha oleh Taliban di Afganistan,” ucap Talay.
Tanggapan Aran Saudi memerahkan telinga Turki. Menteri Urusan Islam Arab Saudi Saleh al-Syaihk saat itu menegaskan bahwa penghancuran benteng seluas 23 ribu meter persegi itu merupakan hak kedaulatan negaranya. “Tidak ada yang boleh turut campur, karena ini untuk proses perluasan dan pembangunan Masjidil Haram,” kata Syaikh.
Baca Juga: Benarkah Bung Karno Lahir di Jombang? Sosok ini Berani Bersumpah soal Kelahiran Sang Proklamator
Pemugaran Masjidil Haram memang ekstrem. Zulhusni Siregar sempat bengong ketika dibawa ustad pembimbing kelompok umrahnya berjalan mendekati pusat belanja mewah di Abraj al-bait pad Akhir April lalu. Pria 39 tahun yang bekerja sebagai tenaga teknologi informasi di sebuah perusahaan swasta di Jakarta itu menegur sang ustad karena dia tidak berniat berbelanja, tapi beribadah. “Pak ustad kemudia menceritakan di mal mewah itu, dulu pernah berdiri kediaman sahabat Nabi sekaligus mertuanya, Abu Bakar,” katanya.
Belum lepas dari rasa terkejut, rombongan umrah kemudia dibawa sang ustad menuju kakus umum di dekat Masjidil Haram. Dia melanjutkan penjelasan, di lokasi itulah dulu letak kediaman Khadijah, istri pertama Rasulullah. Situs ini hilang saat perluasan Masjidil Haram pada 1980-an. Tak ada algi jejak rumah bersejarah tempat Rasulullah menerima wahyu pertama dan tinggal selama 29 tahun. Mendengar itu, sejumlah anggota jemaah perempuan menangis histeris. Termasuk ibunda Zulhusni, Murni Rambe, yang berusia 64 tahun. “Dengan air mata bercucuran, ibu saya hanya dapat mendaras astaghfirullah,” dia berkiasah.
Penghancuran berbagai situs bersejarah di dua kota suci umat Silam itu memang sudah mencapai titik kritis. Gulf Institute, lembaga berbasis di Washington DC, Amerika Serikat, melansir sekitar 95 persen situs bersejarah berusia ribuan tahun di Mekkah telah hancur hanya dalam dua dekade terakhir.
Baca Juga: Haul Bung Karno ke-54 di Kediri Ungkap Temuan Baru Tahun dan Tempat Lahir Bung Karno
Rumah tempat Nabi Muhammad dilahitkan dan dibangun pada 570 Masehi pun turut menjadi korban. Kementerian Haji Arab saudi dalam situsnya menjelaskan, lokasi rumah yang pernah menjadi pasar ternak itu berjarak sekitar 500 meter dari Masjidil Haram. Rumah itu kini berganti menjadi gedung perpustakaan dan sekolah. “Bila tidak ada yang memebritahu, saya bahkan tidak mengira gedung itu dibangun di atas rumah Nabi,’ kata Ijar Karim.
Kepada Tempo, Direktur Gulf Institute Ali Abbas al-Ahmed menuding penghancuran situs bersejarah, terutama yang berkaitan dengan keluarga Nabi, didalangi kelompok Wahabi. Menurut mereka, jangankan berdoa di situs, hanya peduli terhadap tempat peninggalan yang berbau religius itu saja akan menjauhkan orang dari tauhid alias syirik. “Dengan menghancurkan situs-situs itu, Wahabi yakin mereka justru membantu umat,” demikian tulis Ahmed dalam surat elektroniknya, pertengahan Juli lalu.
Ahmed mendesak seluruh umat muslim di dunia berseru menghentikan perusakan situs. “Mengkritik pemerintah Arab Saudi tidak sama dengan mengkritik Islam,” ia mengaskan. Alawi mendukung sikap Ahmed. “Bagaimana mungkin Anda menentang pembuatan film tentang Nabi, tapi berdiam diri saat melihat peninggalan beliau dan keluarganya berkalang tanah?” (Dikutip lengkap dari Majalah Tempo edisi 14 Agustus 2013)
Baca Juga: Kiai Asep Pimpin Istighatsah Temu NU se-Dunia di Makkah, Dihadiri 2.000 Warga NU
Sita Planasari Aquadini (The Independent, BBC, Gulf News)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News