JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Polri mengakui adanya kesalahan prosedur terkait tewasnya terduga teroris Siyono saat pengembangan penanganan. Seharusnya, Siyono yang disebut panglima investigasi kelompok Neo Jamaah Islamiyah itu tidak hanya dikawal oleh seorang anggota.
"Kami juga menyayangkan. Kita juga mempertanyakan ke anggota, kenapa cuma sendiri, karena yang bersangkutan kooperatif. Mata ditutup, diborgol. Mungkin bujuk rayunya minta buka penutup mata dan borgol, tapi ini kesalahan prosedur. Minimal 2 orang mengawal," kata Kadiv Humas Polri Irjen Anton Charliyan di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (14/3) dikutip dari detik.com.
Baca Juga: Polsek Prajurit Kulon Ikuti Peluncuran Gugus Tugas Polri Mendukung Program Ketahanan Pangan
Anton menjelaskan, sejatinya memang ada dua anggota Densus yang mengawal di dalam mobil. Namun satu anggota bertugas sebagai sopir. Sehingga hanya satu anggota yang mengawal Siyono.
Atas hal itu, Polri akan melakukan evaluasi atas kejadian ini. "Kita akan lebih menertibkan dalam membawa tahanan. Apalagi tahanan tersebut sangat penting. Jangan terbujuk rayuan. Secara internal akan kita tindak," ujarnya.
"Propam langsung mengadakan penyelidikan, beberapa anggota termasuk ketua tim secara internal sudah berjalan," sambungnya. Ditambahkannya, kelompok Neo Jamaah Islamiyah di Indonesia lebih militan dari teroris yang berhasil direkrut ISIS di Indonesia.
Baca Juga: Kapolri dan Panglima TNI Luncurkan Gugus Tugas Polri Mendukung Program Ketahanan Pangan di Sidoarjo
"Organisasinya (Neo JI) lebih terstruktur. Termasuk senjata-senjata warisan bom Bali. Dari salah satu pelaku bom Bali diwariskan ke Neo JI. Merekrut anggota muda sebagai kader utama," ujarnya.
Sementara, polisi menyebut Siyono yang tewas akibat benturan di bagian kepala dan pendarahan dalam perkelahian dengan Densus 88.
"Kami menerima jenazah di RS Kramatjati pada Jumat (11/3) pukul 01.00 WIB. Kami langsung melakukan pemeriksaan termasuk pemeriksaan scan kepala," kata Kepala Pusat Kedokteran Kesehatan (Kapus Dokkes) Polri Brigjen Arthur Tampi saat menggelar jumpa pers di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (14/3).
Baca Juga: Instruksi Kapolri, Kapolres Mojokerto Kota Periksa HP Anggota
"Kami dapatkan luka memar di kepala bagian belakang. Kami juga temukan pendarahan di rongga kepala bagian belakang. Ini karena benturan benda tumpul," ujarnya.
Selain itu, kata Arthur, hasil visum menunjukkan ada beberapa luka memar di wajah, tangan dan kaki Siyono. "Tetapi penyebab kematian adalah karena terjadi pendarahan bagian kepala belakang karena benturan benda tumpul," ucapnya.
Selain Siyono, Arthur menambahkan visum dilakukan kepada anggota Densus di RS Bhayangkara Yogyakarta pada Kamis (10/3) sekitar pukul 14.30 WIB. "Luka memar pada samping kiri mata kiri. Ada luka memar leher kiri dan kanan. Luka gores pada lengan bawah kiri dan lengan bawah kanan," kata Arthur menjelaskan kondisi anggota Densus tersebut.
Baca Juga: Pemohon SIM Wajib Miliki BPJS, Kasubdit Regident Ditlantas Polda Jatim Bilang Begini
Polisi memastikan Siyono merupakan teroris dari kelompok Neo Jamaah Islamiyah (Neo JI).
"Fakta ini berdasarkan dari pengembangan tersangka AW. Bahwa AW diperintah SY (Siyono) untuk melakukan gerakan. Kelompok SY tahun 2014 pernah ditangkap 9 orang. Tahun 2015 ditangkap 4 orang. JI ini terkait bom Bali bahkan saat itu disita puluhan senjata api dan granat," kata Kadiv Humas Polri Irjen Anton Charliyan.
"Dari keterangan AW, SY memerintahkan kepada AW untuk menyerahkan senjata api 2 pucuk, 400 butir peluru dan beberapa granat. Kenapa harus diserahkan ke SY, karena yang bersangkutan sebagai panglima investigasi yang membawahi bidang rekrutmen," sambungnya.
Baca Juga: Peringati HUT ke-73 Humas Polri, Polres Bangkalan Gelar Donor Darah
Dari kesaksian AW, lanjut Anton, SY diketahui menyembunyikan 4 senjata api jenis M16, 10 pucuk senjata laras pendek dan sejumlah granat. Anggota Densus pun membawa SY menggunakan mobil untuk pengembangan atau mencari senjata-senjata yang dimaksud.
Mobil kemudian bergerak dari Klaten menuju wilayah Prambanan, Jawa Tengah. Di dalam mobil itu, SY duduk di jok sebelah kiri, anggota Densus di sebelah kanan dan sopir. "SY ditutup matanya, awalnya dia kooperatif. Tapi ketika sampai di suatu tempat, dia tidak mau menunjukkan (lokasi)," ucapnya.
Siyono kemudian meminta kepada anggota untuk membuka borgol dan penutup mata, baru bersedia menunjukkan lokasi tersebut. Siyono langsung melayangkan pukulan kepada anggota saat borgol dan penutup mata dibuka. "Sehingga terjadi perkelahian itu, SY terbentur kepalanya, pingsan," kata Anton.
Baca Juga: Jelang Pilkada 2024, Bawaslu Ngawi Gelar Sosialisasi Netralitas ASN, TNI dan Polri
SY kemudian dibawa ke RS Bhayangkara Yogyakarta, namun nyawanya tidak tertolong dan meninggal dunia. "SY perakit pembuat senjata, punya keahlian khusus. Kelompok ini adalah kelompok JI, betul teroris," katanya.
"Dari keluarga juga sudah menerima kematian tersebut. Sudah diceritakan apa adanya. Masyarakat jangan terprovokasi. Yang meninggal itu adalah benar-benar pentolan teroris. Adapun ini masalah kecelakaan. Kalau anggota salah, kita tindak. Tidak ada tembakan. Satu lawan satu. Yang pertama dipukul adalah anggota kami," sambungnya.
Anton mengatakan Polri juga menyayangkan tewasnya Siyono. Sebab keterangan Siyono masih dibutuhkan untuk pengembangan penanganan kasus terorisme. "Tangan kosong berkelahi, tidak ada satu peluru pun di tubuh SY. SY terbentur besi. Jatuh dan meninggal saat perjalanan," sebutnya.
Baca Juga: Tekankan Netralitras di Pilkada 2024, Kapolres Batu Minta Anggotanya Tak Terlibat Politik Praktis
"Kedudukan SY strategis, sama dengan panglima perannya. Sangat berbahaya. Afliasi ke Al Qaeda. Belum ada keterkaitan dengan bom Thamrin atau juga belum ada kaitan dengan Santoso," tuturnya. (dtc/okz/sta)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News