Surabaya Tolak Pelaksanaan UU 23/2014, Pemprov Tetap Ambil Alih

Surabaya Tolak Pelaksanaan UU 23/2014, Pemprov Tetap Ambil Alih

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Setelah menolak pelimpahan pengelolaan pendidikan menengah (SMA/SMK), kali ini Pemkot Surabaya juga menolak pelaksanaan UU 23/2014 soal pengalihan tenaga pengawas ketenagakerjaan. Sesuai amanat UU 23 tahun 2014, urusan pemerintah bidang ketenagakerjaan jadi urusan bersama antara pemerintah pusat dan Provinsi.

Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Surabaya, Dwi Purnomo menyebutkan, penolakan pengalihan tenaga pengawas ketenagakerjaan dikarenakan Kota Surabaya tidak punya alat lagi untuk melindungi karyawan buruh yang ada di Kota Surabaya. Padahal, lanjutnya, fungsi mediasi masih ada di kabupaten/kota sementara pengawasan sudah ada di tangan provinsi. Sehingga untuk koordinasi akan semakin bertingkat dan menimbulkan kesulitan.

Baca Juga: Kejam, Jika Pengusaha Manfaatkan Covid-19 untuk PHK Karyawan, Ganti Tenaga Outsourcing

“Pengawasan dengan mediator itu satu mata keping uang yang jadi satu, kalau dipisahkan itu gimana? Kan, nggak bisa,” ujar dia sambil menambahkan jumlah tenaga pengawas di Kota Surabaya ada 18 pengawas.

Dwi menambahkan, dengan pindahnya tenaga pengawas ke provinsi maka bakal sulit koordinasi antara pengaduan dan penindakan. “Dengan adanya perpindahan tenaga pengawas ketenagakerjaan Kota ke Provinsi itu nantinya bakal sulit koordinasinya. Kalau Disnaker Kota Surabaya jelas tidak menolak, tapi kami juga harus mewadahi aspirasi masyarakat yakni buruh,”kata dia.

“Bu Wali (Tri Rismaharini) sudah neneruskan aspirasi serikat buruh seluruh Surabaya ke Pemerintah Pusat. Beliau memohon ke Presiden, Kementerian, dan DPR RI, supaya pengawas di Dinas Tenaga Kerja Surabaya ini jangan ditarik,” kata dia.

Baca Juga: Lantik Kaper BPKP Jatim, Gubernur Khofifah Minta Raih Maturitas SPIP dan APIP Level 4

Alur penanganan pelanggaran perusahaan terhadap tenaga kerja di Surabaya, menurut Dwi, dari serikat buruh mengadu ke Disnaker Surabaya, kemudian menjalani mediasi di satuan kerja Disnaker. Dengan demikian, bila tenaga pengawas ketenagakerjaan berpindah ke wilayah Provinsi Jatim, perlindungan tenaga kerja Surabaya pun akan beralih menjadi wewenang Provinsi Jatim.

Hanya Risma yang Menolak

Kepala Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Kependudukan (Disnakertranduk) Jatim, Sukardo mengatakan, batas akhir persetujuan pengambilalihan pengawas tenaga kerja pada Oktober 2016.

"Tapi, kalau Pemkot Surabaya tetap menolak, tentu Kota Surabaya akan kami tinggal. Karena ini perintah UU," tegas Sukardo, Jumat (25/3).

Sukardo mengaku melakukan pendataan di 38 kabupaten/kota d Jatim terkait hal tersebut. Kata dia, semua daerah se-Jatim telah menyetujuinya, kecuali Kota Surabaya yang tetap menolak.

Soekardo menjelaskan, alasan Surabaya menolak karena Risma menganggap pengelolaan pengawas tenaga kerja di Surabaya selama ini berjalan baik. Risma, kata dia, khawatir jika pengawas tenaga kerja dikelola Pemprov tak berjalan maksimal. Menurut dia, Risma belum percaya terhadap Pemprov. Hal itu dibuktikan dengan beberapa penolakan seperti SMA/SMK dikelola Pemprov dan lainnya.

"Saya yakin surat Risma ke presiden tidak akan dikabulkan. Karena jika dikabulkan otomatis akan merubah Undang-undang. Sedangkan UU yang membuat kan DPR RI dan pemerintah pusat sendiri," jelasnya.

Dia menegaskan jika sampai batas deadline Kota Surabaya tetap tidak setuju, maka Disnakertranduk Jatim tetap akan menjalankan UU tersebut.

"Terserah saja kalau tidak mau, itu kan berarti mereka tidak punya wewenang meski punya tenaga pengawas,” tegasnya. (yul/mtv/ns)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO