JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Pemerintah belum mengetahui kondisi terbaru 10 warga negara Indonesia (WNI) yang disandera kelompok separatis Filipina, Abu Sayyaf, pasca operasi militer Filipina dalam perburuan kelompok separatis tersebut. Ini disampaikan Wapres Jusuf Kalla (JK) di sela menghadiri penutupan Muktamar VIII Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Minggu (10/4).
Belum adanya kabar terbaru terkait 10 WNI yang disandera, disampaikan Wapres JK. "Saya belum dapat kabar lagi dari tim," katanya, dikutip dari detik.com. Kata JK, pemerintah RI sejak awal memang telah mengupayakan berbagai cara untuk membebaskan 10 WNI, termasuk menawarkan bantuan militer.
Baca Juga: Kesemek Glowing asal Kota Batu, Mulai Diminati Masyarakat Indonesia Hingga Mancanegara
Akan tetapi, konstitusi Filipina tak memperbolehkan pasukan negara lain memasuki wilayahnya.
Sementara itu kelompok Abu Sayyaf meminta tebusan sebesar 50 juta Peso atau setara 15 miliar Rupiah untuk 10 WNI tersebut. Namun, pemerintah tidak akan memberikan tebusan tersebut.
"Kita enggak pernah berpikir pakai tebusan," kata JK singkat.
Baca Juga: Ratusan Wisudawan Universitas Harvard Walk Out, Protes 13 Mahasiswa Tak Lulus karena Bela Palestina
Kendati demikian, JK mengaku optimistis 10 WNI yang disandera Abu Sayyaf, bisa diselamatkan. Indonesia sudah berkomitmen untuk membebaskan mereka, namun enggan memenuhi permintaan tebusan 50 juta peso atau sekitar Rp 15 miliar."Insya Allah (bisa dibebaskan)," ucap JK
Sementara dalam operasi militer memburu kelompok Abu Sayyaf, sebanyak 18 tentara elit Filipina tewas dan 53 tentara lainnya terluka. Sedangkan dari kelompok Abu Sayyaf, lima orang tewas dan 20 lainnya terluka.
Dalam penyerbuan oleh militer Filipina yang diberitakan hari ini, sebanyak 18 tentara dan 5 militan Abu Sayyaf tewas. Militer Filipina tampak kalah telak lantaran kelompok Abu Sayyaf disebut memiliki persenjataan lengkap, termasuk pelontar granat.
Baca Juga: China Kecam Aksi AS Tembak Balon Udara yang Dituduh Alat Mata-mata
Diberitakan AFP, Minggu (10/4), peristiwa ini terjadi di Basilan, Filipina Selatan. Seorang juru bicara pihak militer Filipina Mayor Filemon Tan mengatakan, empat dari 18 tentara tewas karena dipenggal oleh para teroris Abu Sayyaf, Sabtu (9/4) kemarin.
"Ini merupakan bagian dari operasi militer melawan kelompok Abu Sayyaf," ucapnya sambil menegaskan ini merupakan bagian dari upaya menyelamatkan sandera.
Pertempuran ini dilakukan beberapa hari setelah pendeta asal Italia dibebaskan oleh kelompok Abu Sayyaf pada Jumat (8/4) lalu. Sebelumnya, mereka juga menyandera 10 WNI dan beberapa warga negara Malaysia.
Baca Juga: Fakta Unik Negara Qatar: Tuan Rumah Piala Dunia 2022
Menteri Pertahanan Voltaire Gazmin dan Kepala Militer Filipina Jenderal Hernando Iriberri bahkan langsung terbang menuju markas komando di Zamboanga City untuk melakukan peninjauan usai baku tembak. "Operasi Militer akan terus berlanjut dan mereka harus bertanggung jawab atas kejahatan mereka," ujar Iriberri.
Iriberri yang berada di Zamboaga juga menyempatkan diri untuk menjenguk pasukan elite yang luka dan dirawat di rumah sakit usai baku tembak dengan kelompok Abu Sayyaf. Dirinya juga memberikan medali penghargaan kepada 53 tentara yang dirawat.
Di sisi lain, Polri menegaskan untuk menolak tawaran terpidana teroris Umar Patek untuk membantu Indonesia dalam proses negoisasi pembebasan 10 WNI yang diculik kelompok Abu Sayyaf.
Baca Juga: Ikuti Keseruan Indonesia International Book Fair 2022 di Jakarta Convention Center
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menilai penawaran Umar Patek, terpidana kasus terorisme, untuk menjadi negosiator pembebasan 10 WNI yang ditawan kelompok Abu Sayyaf di Filipina sulit dikabulkan.
Badrodin tidak mau mengganggu koordinasi dan negosiasi yang tengah dilakukan Kementerian Luar Negeri dengan pemerintah Filipina. "Itu agak sulit diterima," katanya di sela-sela acara pameran 'Together We Can Turn Back Crime' di pusat perbelanjaan Gandaria City Jakarta, Minggu, (10/4) dikutip dari tempo.co.
Menurit Badrodin, selama ini pemerintah melalui Menteri Luar Negeri Retno Marsudi terus berdialog dengan pemerintah Filipina. Upaya di luar itu, kata dia, belum memungkinkan.
Baca Juga: Kejam dan Biadab! Tentara Israel Tembak Mati Jurnalis Al Jazeera
"Pemerintah Filipina tak mau memberikan otoritas kepada yang lain. Jalur untuk bisa berkomunikasi dengan pihak-pihak lain bisa dimanfaatkan, tetapi melalui jalur resmi. Saya pikir tak memungkinkan," katanya.
Sebelumnya, mantan pimpinan kelompok Jamaah Islamiah (JI) Umar Patek menawarkan diri sebagai negosiator demi membebaskan 10 WNI yang disandera oleh kelompok Abu Sayyaf. Umar mengatakan bahwa ia mengenal pimpinan Abu Sayyaf. Imbalannya, ia meminta remisi kepada pemerintah Indonesia.
Di sisi lain, bagi pasukan gabungan TNI yang kini berada di Tarakan, Kalimantan Utara, peristiwa itu tentu menjadi pelajaran berharga. Mereka terus bersiaga 1, sewaktu-waktu diperintah bergerak ke perairan Filipina.
Baca Juga: Belajar dari Ukraina, Taiwan Percaya Diri Melawan Serangan Tiongkok, inilah Persiapannya
Kepala Penerangan Kodam VI Mulawarman Kol Inf Andi Gunawan menerangkan, personel TNI dari pasukan gabungan pemukul reaksi cepat (PPRC) yang tengah mengikuti latihan gabungan di Tarakan, Kalimantan Utara, terus siaga dan bergerak berdasarkan perintah. Tidak ada tambahan personel, masih tetap seperti biasa.
"Tetap siaga 1, dari awal sampai sekarang, tetap siaga 1. Siaga latihan, siaga operasional sambil latihan, dalam rangka peningkatan kemampuan," kata Andi, kepada merdeka.com, Minggu (10/4) malam.
Upaya pemerintah untuk membebaskan 10 WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf menurut Andi, menjadi acuan TNI.
Baca Juga: Pilih Mati Terkenal, Raymond Tembakkan 100 Peluru pada Anak Kecil, Pelajar, dan Ibu-Ibu
"Pemerintah kan masih mengupayakan, tetap kita monitor dari pemerintah. Dari Menhan (menteri pertahanan) ke Panglima TNI, baru kepada kita di sini. Keberadaan kita di sini, untuk siaga, siap digerakkan ke seluruh NKRI," tegasnya.
Andi menepis kabar beredar, adanya pergerakan KRI ke perbatasan perairan Filipina, menyusul tewasnya 18 tentara Filipina. "Tidak ada (pergerakan). Kita di sini, bergerak atas perintah pimpinan. Terkait di dalam negeri Filipina, itu kan mereka gelar operasi," ujarnya. (dtc/mer/tmp/sta)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News