Tafsir Al-Nahl 69: Madu, Wajib Dizakati

Tafsir Al-Nahl 69: Madu, Wajib Dizakati

Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .   

BANGSAONLINE.com – “Tsumma kulii min kulli altstsamaraati fauslukii subula rabbiki dzululan yakhruju min buthuunihaa syaraabun mukhtalifun alwaanuhu fiihi syifaaun lilnnaasi inna fii dzaalika laaayatan liqawmin yatafakkaruuna”.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty

"Yakhruj min buthuniha syarab..". Tawon memproduk madu. Madu itu rezeki, sekaligus punya nilai materi dan berkaitan dengan hukum, misalnya zakat. Soal zakat, para ulama sepakat bahwa zakat itu termasuk salah satu rukun islam. Oleh karenanya, maka membayar zakat berhukum wajib.

Persoalannya ada pada kriteria meliuti benda-benda yang mesti dizakati (al-mal al-zakawy), nishab atau ukuran. Berapa banyak sehingga wajib dikeluarkan zakatannya dan berapa persen besarannya.

Khusus masalah madu lebah ini, di kalangan madzahab Maliky dan syafi'iy terjadi silang pendapat. Ada yang mewajibkan dan ada yang tidak mewajibkan. Namun, yang mengatakan tidak wajib zakat atas madu lebah lebih banyak ketimbang yang mewajibkan.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia

Pribadi al-imam al-Syafi'iy sendiri pernah berfatwa dua kali, di tempat berbeda, di waktu yang berbeda dengan keputusan hukum yang berbeda pula. Tapi akhir kata difatwakan di Mesir, bahwa madu lebah tidak wajib zakat, yang selanjutnya disebut dengan al-qaul al-jadid, watfa terbaru.

Bagi yang tidak mewajibkan zakat atas madu lebah, mereka beralasan karena madu bukan makanan pokok, melainkan sebatas minuman suplemen. Sedangkan bagi yang mengatakan wajib zakat, mereka berargumen bahwa madu itu masuk materi konsumsi yang cukup membuat kekuatan bagi tubuh dan menambah stamina, meski bukan makanan pokok keseharian. Dengan demikian, madu tidak sedekar suplemen, melainkan lebih dari suplemen.

Sedangkan Abu Hanifah dengan tegas mengatakan bahwa madu lebah wajib dizakati. Dasar pemikiran Abu Hanifah adalah menggeneralisir syari'at zakat sebagai tanpa syarat. Apa saja yang merupakan kekayaan alam, baik pertanian, peternakan, tambang dan sebagainya wajib dizakati tanpa syarat. Tidak ada ukuran besaran (nishab), tak ada jenis tertentu, pokoknya produk alam bernilai uang, ada manfaatnya, wajib dizakati.

Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana

Kini persoalannya ada pada berapa kadar zakat yang mesti dikeluarkan?. Di antara senior madzhab Hanafi bersilang pendapat. Pendapat paling populer dikemukakan oleh Abu Yusuf, murid senior imam Hanafi, yakni dikeluarkan sepersepuluh atau 10 persen dari total setiap kali panen madu. Allah a'lam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO