JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Mantan Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta Prof Dr KH Ali Mustafa Ya’quf wafat di Rumah Sakit Hermina Ciputat tadi pagi pukul 06.00, Kamis (28/4). Mantan Rais Syuriah PBNU tiga periode dan pengurus MUI Pusat itu dikenal sebagai ahli Hadits yang sangat kukuh pendirian. Alumnus Pondok Pesantren Tebuireng Jombang itu juga dikenal sangat alim, wira’i namun pemikiran keislamannya moderat dan progresif.
Ulfah, sang istri, menceritakan kronologi bagaimana sang suami akhirnya menghadap kembali ke Tuhan Yang Maha Kuasa. "Jadi kemarin itu malam Rabu, pulang dari pengajian Sunda Kelapa," kata Ulfah, dalam perbincangan dengan tvOne.
Baca Juga: Hari Santri Nasional 2024, PCNU Gelar Drama Kolosal Resolusi Jihad di Tugu Pahlawan Surabaya
Saat itu, lanjut Ulfah, kondisi Ali Mustafa batuk-batuk seperti masuk angin. Ia kemudian istirahat seharian. Lalu, malamnya memeriksakan diri ke dokter. "Kena flu saja (kata dokter), jadi dikasih obat batuk sama vitamin," kata Ulfah menambahkan.
Mereka pun pulang kembali ke rumah. Ali Mustafa kemudian makan dan meminum obat yang diberikan dokter.
"Semalaman enggak bisa tidur, sampai subuh. Adzan subuh bangun, salat subuh tapi sambil duduk. Kemudian mondar-mandir ke kamar mandi. Habis dari kamar mandi tiduran," lanjut Ulfah.
Baca Juga: Ba'alawi dan Habib Luthfi Jangan Dijadikan Pengurus NU, Ini Alasan Prof Kiai Imam Ghazali
Ulfah mengatakan, ketika itu Ali Yaqub masih bisa bicara, tapi sudah malas merespon. Mereka lantas ke rumah sakit lagi, yakni ke RS Hermina Ciputat.
"Di rumah sudah lemas, saya lihat denyut jantung sudah satu-satu gitu. Saya telepon driver bawa ke RS. Sama dokter dikasih pertolongan pernafasan, hasilnya kosong, terus matanya sudah enggak ada respons," imbuh Ulfah.
Ulfah menambahkan, saat akan dibawa ke RS, almarhum masih bisa berbincang. Setelah semua ikhtiar dilakukan, akhirnya dokter memberikan kabar duka kepadanya.
Baca Juga: Tembakan Gus Yahya pada Cak Imin Mengenai Ruang Kosong
"Sama dokter jantung sudah 0. Dengan berat hati (dokter) menyatakan bapak tidak ada, kurang lebih jam 6 pagi tadi,” katanya seperti dikutip viva.co.id.
Banyak ucapan dari para tokoh dan petinggi Negara. Wakil Predisen Jusuf Kalla (JK) juga mengucapkan bela sungkawa.
"Innalillahi wainna ilaihi rajiun. Duka cita mendalam atas wafatnya KH Ali Mustafa Yaqub (Imam Besar Masjid Istiqlal). Semoga Husnul Khotimah," kata JK melalui akun twitternya @Pak-JK yang, Kamis (28/4).
Baca Juga: Respons Hotib Marzuki soal Polemik PKB-PBNU
KH Ir Salahududin Wahid (Gus Solah), pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng juga ikut berbela sungkawa. “Keluarga Besar Pesantren Tebuireng dan Universitas Hasyim Asy’ari menyampaikan rasa duka atas wafatnya Prof Ali Mustafa Ya’kub. Semoga Allah SWT mengampuni semua dosa dan menerima semua amal almarhum,” tulis Gus Solah di Grup WA.
Cucu pendiri NU Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari itu juga mengupload rencana baliho seminar internasional bertema “Sumbangsih Pemikiran KH Muhammad Hasyim Asy’ari pada Umat Islam” yang bakal digelar Universitas Hasyim Asy’ari Tebuireng pada 3 Mei 2016. Salah satu pembicaranya KH Ali Mustafa Ya’qub, di samping Duta Besar Saudi Arabia di Indonesia Mustafa Ibrahim Al-Mubarak, Prof Dr KH Tolhah Hasan dan KH Syukron Ma’mun. “Manusia berencana, Allah yang menentukan,” tulis Gus Solah.
Ketika menjadi Imam Besar Masjid Istiqlal Kiai Ali Mustafa dikenal sebagai ulama moderat dan pemandu para pemimpin dunia saat berkunjung ke Masjid Istiqlal, Jakarta.
Baca Juga: Prof Kiai Imam Ghazali: Klaim Habib Luthfi tentang Kakeknya Pendiri NU Menyesatkan
Presiden Amerika Serikat Barrack Obama dan istrinya Michelle Obama pernah mendapatkan pelajaran singkat saat dipandu mengelilingi masjid terbesar di Asia Tenggara Ini. Selama 25 menit di Istiqlal, Obama dan Michelle diberi penjelasan soal fungsi besar masjid Istiqlal.
"Masjid yang menjadi simbol yang memberikan peran kepada Islam, mengatur, membimbing rakyat Indonesia yang jumlahnya jutaan," tulis Obama di buku tamu masjid Istiqlal pada November 2010 silam.
Kiai Ali Mustafa mengarahkan Obama dan Michelle untuk menandatangai buku tamu itu. Selama memandu keduanya, Kiai Ali Mustafa mengaku banyak berbincang dengan pimpinan negara adidaya tersebut, khususnya soal perdamaian di dunia dan harus dijalankan bersama-sama.
Baca Juga: PBNU Lantik 669 Pengurus Anak Ranting PCNU Situbondo Berbasis Masjid
"Katanya, nggak mungkin dapat saya kerjakan sendiri pasti bantuan dari pihak-pihak lain untuk mengerjakannya juga," jelasnya.
Kiai Ali Mustafa Ya'qub lahir di Batang, Jawa Tengah, pada 2 Maret 1952. Pengasuh Pondok Pesantren Darussunnah, Ciputat, Tangerang Selatan, ini meninggal dunia pada usia 64 tahun.
Dalam catatan Wikipedia, Kiai Ali Mustafa Ya’qub waktu kecil bercita-cita belajar di sekolah umum tapi tidak terlaksana, karena setelah tamat SMP ia harus mengikuti arahan orangtuanya, belajar di Pesantren.
Baca Juga: Ansor Tuban Kecam Demo di Kantor PBNU
Maka dengan diantar ayahnya, pada tahun 1966 ia mulai nyantri di Pondok Seblak Jombang sampai tingkat Tsanawiyah 1969. Kemudian ia nyantri lagi di Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur yang lokasinya hanya beberapa ratus meter saja dari Pondok Seblak. Pesantren Tebuireng dan Seblak ini masih kerabat. Bahkan pengasuh Pesantren Seblak alumnus Pesantren Tebuireng.
Di samping belajar formal sampai Fakultas Syariah Universitas Hasyim Asy’ari, di pesantren Tebuireng ini ia menekuni kitab-kitab kuning di bawah asuhan para kiai sepuh, antara lain almarhum KH. Idris Kamali, almarhum KH. Adlan Ali, almarhum KH. Shobari dan al-Musnid KH. Syansuri Badawi. Di pesantren ini ia mengajar Bahasa Arab, sampai awal 1976.
Tahun 1976 ia menuntut ilmu lagi di Fakultas Syariah Universitas Islam Imam Muhammad bin Saud, Riyadh, Saudi Arabia, sampai tamat dengan mendapatkan ijazah license, 1980.
Baca Juga: Dua Gus Sumber Kekacauan NU, Mewujud dalam Konflik PBNU-PKB
Kemudian masih di kota yang sama ia melanjutkan lagi di Universitas King Saud, Jurusan Tafsir dan Hadis, sampai tamat dengan memperoleh ijazah Master, 1985. Tahun itu juga ia pulang ke tanah air dan mengajar di Institut Ilmu al-Quran (IIQ), Institut Studi Ilmu al-Quran (ISIQ/PTIQ), Pengajian Tinggi Islam Masjid Istiqlal, Pendidikan Kader Ulama (PKU) MUI, Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STIDA) al-Hamidiyah, dan IAIN Syarif Hidayatullah. Tahun 1989, bersama keluarganya ia mendirikan Pesantren “Darus-Salam” di desa kelahirannya.
Mantan Ketua Umum Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Riyadh yang aktif menulis ini, juga menjadi Sekjen Pimpinan Pusat Ittihadul Muaballighin, Anggota Komisi Fatwa MUI Pusat, Ketua STIDA al-Hamidiyah Jakarta, dan sejak Ramadhan 1415 H/Februari 1995 ia diamanati untuk menjadi Pengasuh/Pelaksana Harian Pesantren al-Hamidiyah Depok, setelah pendirinya KH. Achmad Sjaichu wafat 4 Januari 1995. Ia juga didaulat oleh kawan-kawannya untuk menjadi Ketua Lembaga Pengkajian Hadits Indonesia (LepHi).
Bagi wartawan Kiai Ali Mustofa Ya’qub sangat gampang diwawancarai. Ketika menjelang Muktamar NU ke-33 di alun-alun Jombang bangsaonline.com sempat mewawancarai kiai yang dikenal sangat tegas itu. Saat itu ia mengingatkan bahwa Syiah dan Islam Liberal (Islib) sudah masuk ke PBNU.
”Ada pengurus PBNU yang selalu membela Syiah dan selalu hadir dalam acara-acara Syiah. Paling tidak dia selalu hadir dalam acara Asyura dan selalu menjadi pembicara utama,” kata Kiai Ali Mustofa Ya’qub kepada bangsaonline.com, Jumat (24/4) siang.
Menurut dia, PBNU harus diselamatkan dari orang yang berpaham Syiah karena ke depan sangat bahaya, baik bagi NU maupun bagi negara Indonesia yang menganut NKRI dan Pancasila. Ia menegaskan bahwa untuk Indonesia hanya paham Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja) yang cocok dan bisa mengamankan negeri ini.
”Kalau (paham) yang lain (yang eksis di Indonesia) bisa mengubah negara. Jadi negara Syiah dan sebagainya,” katanya. (dari berbagai sumber)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News