JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan auditor resmi negara yang selama ini menjadi rujukan penegak hukum, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi.
BPK pun telah menunjukkan prestasi dengan terpilih sebagai auditor eksternal IAEA dalam Sidang Umum ke-59 IAEA yang membuatnya punya kantor di markas PBB di Wina, Austria.
Baca Juga: Eks Wakil Ketua KPK Jadikan Peserta Seminar Responden Survei: 2024 Masih Sangat Banyak Korupsi
"Kalau misalnya BPK sudah jadi rujukan dunia, ikut berkantor di PBB, kredibilitasnya jangan dihancurkan," tegas Ketua Dewan Direktur Sabang Merauke Circle, DR. Syahganda Nainggolan dilansir Kantor Berita Politik RMOL (Senin, 20/6).
Karena itu dia menyesalkan pimpinan KPK yang mementahkan hasil audit BPK terkait pembelian lahan milik Yayasan Kesehatan Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Apalagi relawan Ahok terus berupaya mengkerdilkan BPK.
"Itu berbahaya, jangan menghancurkan (BPK) hanya demi Ahok. Itu kejahatan. KPK harus meralat kembali pernyataan bahwa Ahok tidak bersalah," tegasnya.
Baca Juga: Kasus Hibah Pokmas APBD Jatim, Anak Cabup Jombang Mundjidah Dipanggil KPK
Syahganda melanjutkan, kalau KPK mementahkan temuan BPK, para tahanan lembaga anti rasuah tersebut bisa menuntut. Karena mereka semua dijerat berdasarkan temuan BPK.
"Mereka yang sudah dipenjara seperti Suryadharma Ali dan lainnya bisa menuntut. Mereka berhak menuntut keluar dari penjara," tukas doktor jebolan Universitas Indonesia ini.
Kalau memang ada masalah atau kekurangan dalam penyelidikan BPK, Syahganda menambahkan, sebaiknya dibantu untuk memperbaikinya. Dan untuk menguji hasil temuan BPK tersebut adalah pengadilan. "Bawa ke pengadilan," tandas Doktor jebolan Universitas Indonesia ini.
Baca Juga: Nama-Nama Anggota DPRD Jatim yang Diperiksa KPK dalam Kasus Dugaan Korupsi Dana Hibah
Sementara Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Harry Azhar Aziz tetap tegas sesuai temun BPK, meski sudah bertemu dengan para pimpinan KPK. Iamenegaskan bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta wajib melaksanakan rekomendasi BPK terkait kasus pembelian sebagian lahan Rumah Sakit Sumber Waras seluas 3,6 hektar. Hal itu mengacu pada UUD 1945 Pasal 23 E Ayat 3 yang menentukan bahwa rekomendasi BPK harus ditindaklanjuti.
"Ada indikasi kerugian negara yang ditulis dalam laporan (LKPD BPK) itu Rp 191 miliar, itu yang harus dikembalikan. Itu kewajiban UU oleh Pemprov DKI. Kalau tidak dikembalikan itu ada sanksinya," kata Harry saat menggelar konferensi pers di Media Center BPK, Jalan Gatot Soebroto, Jakarta, Senin (20/6/2016).
Undang-undang, kata Harry, memberikan waktu 60 hari setelah Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Jakarta tahun 2014 diserahkan. Bila hal itu tidak dilakukan oleh Pemprov DKI, maka sanksinya bisa dipenjara 1 tahun 6 bulan. "Sanksinya ada bisa dipenjara 1 tahun 6 bulan," kata Harry.
Baca Juga: Kota Pasuruan Perkuat Komitmen Antikorupsi lewat Sosialisasi dan Pakta Integritas DPRD
Menurut Harry, audit BPK atas pembelian lahan RS Sumber Waras oleh Pemprov DKI sudah final. "(Audit) sudah final. Saya tegaskan sudah final. Dan di UU apa yang dilakukan BPK bila tidak ditindaklanjuti berarti melanggar konstitusi," papar mantan politikus Partai Golongan Karya itu.
Berikut ini bunyi Pasal 23E UUD 1945:
(1) Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.
Baca Juga: Eks Kades Kletek Sidoarjo Dituntut 1 Tahun 10 Bulan Penjara di Kasus Dugaan Korupsi PTSL
(2) Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya.
(3) Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News