Kasus Beredarnya Vaksin Palsu, Bareskrim Telusuri Keterlibatan RS, Dewan: Pemerintah Lalai

Kasus Beredarnya Vaksin Palsu, Bareskrim Telusuri Keterlibatan RS, Dewan: Pemerintah Lalai Nila Djuwita F Moeloek memberikan keterangan kepada wartawan.

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Masyarakat dibuat khawatir dengan peredaran yang belakangan ini terungkap. Terbaru, Bareskrim Mabes Polri menangkap T dan M yang diduga ikut terlibat dalam kasus pembuatan dan perindustrian di Semarang, Senin (27/6). Dua pelaku mengaku alat-alat pembuatan didapat dari Rumah Sakit.

"Terutama untuk botol bekas ini mereka kumpulkan dari RS," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Agung Setya di Mabes Polri, Jakarta, Senin (27/6).

Baca Juga: Ke Amerika Mau Vaksin, Meninggal Tragis Tertimpa Kondominium Ambruk

Menurut Agung tidak menutup kemungkinan adanya keterlibatan pihak RS dalam kasus tersebut. Namun, ditegaskannya, polisi masih mencari sejumlah alat bukti dan keterangan untuk mengungkap siapa saja yang ikut terlibat.

"Kita lihat nanti seperti apa apakah tukang sampahnya kita lihat nanti seperti apa," ujar dia.

Dia menambahkan, dalam kasus ini sejumlah saksi pun sudah dimintai keterangan. Di antaranya, dari pihak rumah sakit, apotek, toko obat dan sejumlah saksi lainnya.

Baca Juga: Kadinkes Jatim Jenguk 6 Balita di Pamekasan yang Dikira Korban Vaksin Palsu

Sedangkan, untuk korban sendiri, dipastikan Agung terus bertambah. Data terakhir, sudah ada 18 korban akibat tersebut.

Kendati begitu, Agung mengaku belum mengetahui secara detail pembuatan di Semarang. Dia hanya menyatakan, saat ini kedua tersangka masih terus dimintai keterangan.

"Sedang proses pemeriksaan nanti kita kabari lagi. Kita dalami dulu," pungkas Agung.

Baca Juga: 6 Balita Gatal-gatal Usai Diimunisasi, Orang Tua Khawatirkan Diberi Vaksi Palsu

Saat ini, tersebut sudah beredar luas hampir di seluruh wilayah Indonesia. Bahkan, Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Pekanbaru menemukan dugaan peredaran untuk bayi di Kota Pekanbaru, Provinsi Riau, seperti juga beredar di beberapa daerah di Indonesia saat ini.

"Benar, sekarang kita masih koordinasi dengan Dinas Kesehatan terkait temuan itu," kata Kepala BBPOM Pekanbaru, Indra Ginting dilansir Antara di Pekanbaru, Senin.

Namun Indra, belum bisa menjelaskan seberapa banyak temuan itu dan dari mana yang meresahkan itu ditemukan. Dia mengatakan masih terus melakukan pendalaman dan pemeriksaan terkait temuan tersebut.

Baca Juga: Vaksin Ulang Tak Selesaikan Masalah, Korban Vaksin Palsu Gelar Aksi

Sementara itu, di tempat terpisah Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Riau, Andra Sjafril membenarkan mendapat informasi terkait temuan peredaran oleh BBPOM Pekanbaru.

"Informasi tidak resmi sudah saya terima terkait temuan itu. Koordinasi sudah dilakukan, namun, terkait temuan itu BBPOM lebih berhak memberikan penjelasan," jelasnya.

Terkait temuan adanya peredaran di wilayah Riau, Andra mengimbau kepada masyarakat agar tidak perlu terlalu khawatir dengan temuan ini. Karena itu beredar pada distributor yang tidak resmi.

Baca Juga: Vaksin Palsu Sebabkan Anak Rentan Sakit, DPR Telusuri Dugaan Gratifikasi Dokter

Sementara Anggota Komisi IX DPR Irma Suryani Chaniago menilai, peredaran dan permainan begitu canggih.

Hal tersebut, kata Irma, karena peredaran ini mulai sejak tahun 2003 dan baru terungkap sekarang ini. Dia curiga banyak pihak yang bermain dan terlibat menjadi backing kasus ini.

"Pasti ada oknum-oknum nih, baik di rumah sakit, klinik dan lain-lain. Kok rapi benar," kata Irma saat dihubungi, Jakarta, Senin (27/6).

Baca Juga: Vaksin Palsu Diduga Beredar di Jatim, Dewan: Menkes Harus Beber Faskes Pengguna

Ketua DPP Partai NasDem ini juga menganggap kasus ini terjadi karena kelalaian Menteri Kesehatan dan BPOM. Namun dia juga enggan terlalu menyalahkan BPOM, karena memang sumber dayanya tidak terlalu memadai.

"Maka saya katakan anggarannya harus ditingkatkan, dan bukan hanya ada di tingkat kabupaten kota dan provinsi, lalu laboratoriumnya harus dilengkapi. Jangan tugasnya berat, tapi SDM-nya tidak cukup, anggarannya apalagi. Ini kan tidak fair. UU-nya juga tidak ada. Sehingga ketika melakukan investigasi, mereka hanya bisa melapor polisi," jelas Irma.

Irma menganggap, penegakan hukum dalam kasus vaksin masih lemah. Terkadang jika ada yang mengadu pada polisi, cenderung tidak ditindaklanjuti dan hal itu menyebabkan berulangnya kejadian serupa.

Baca Juga: Kasus Vaksin Palsu: Ratusan Warga Mengamuk di RS Harapan Bunda, 23 Orang jadi Tersangka

Dia juga merasa heran bisa masuk ke rumah sakit, faskes 1 maupun ke puskesmas dan klinik. Padahal kalau rumah sakit pemerintah, ini sudah pakai e-katalog, sehingga harusnya tidak bisa masuk.

"Kalau bisa masuk artinya ada permainan, bahwa vaksin yang digunakan tidak semuanya yang ada di e-katalog. Sehingga harus ada investigasi, dan yang harus dilakukan menteri kesehatan adalah menginventarisir, faskes I, klinik yang sudah menggunakan ini," terang Irma.

"Beri sanksi, karena saya tidak yakin mereka tidak tahu itu . Karena petugas medis, mulai dari perawat, dokter, bidan pasti bisa tahu yang mana yang palsu dan tidak," imbuhnya.

Baca Juga: Menkes Beber 14 RS Penedar Vaksin Palsu, DPR: Copot Dirutnya!

Senada dikatakan Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf, bahwa beredarnya merupakan dampak dari kelalaian pemerintah. Maka dari itu, menurutnya Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bertanggung jawab.

"Pemerintah lalai. Kewenangan tanggung jawab pemerintah pengadaan dan pengawasan. Apalagi ini vaksin yang disebar jutaan warga negara. Ini kelalaian. Apakah sistemnya, oknumnya, kita cari tahu. Bocor-bocor ini apakah karena orang perorang atau kongkalingkong dengan lembaga lain," kata Dede.

Menurut Politikus Partai Demokrat ini, pemerintah memang lalai. Sedangkan BPOM sendiri dalam aturannya tidak bisa melakukan tindakan penangkapan.

Dede juga menilai, kasus ini bukan kecil dan remeh. Dia menduga ada permainan mafia obat. Dia juga berharap, agar vaksin yang beredar segera ditarik kembali.

"Ini jangan-jangan ujung gunung es saja. Tersangka yang didapatkan buat produksinya dengan mudah. Bagaimana dengan industri mafia obat lainnya dalam skala besar," tuturnya.

Dede mengaku, pihaknya kemarin mengundang Kementerian Kesehatan, BPOM Biofarma, dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Hal tersebut guna mencari solusi awal mengenai peredaran vaksi palsu tersebut.

"Kita masih beberapa hari ini rapat APBN-P. Karena saya melihat soal vaksin marak, kami sisipkan satu tambahan agenda tersebut," pungkasnya. (jpnn/mer/det/tic/kcm/lan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO