Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .
BANGSAONLINE.com - "Inna allaaha ya'muru bial’adli waal-ihsaani wa-iitaa-i dzii alqurbaa wayanhaa ‘ani alfahsyaa-i waalmunkari waalbaghyi ya’izhukum la’allakum tadzakkaruuna".
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Nabi Nuh A.S. adalah nabi pertama yang dinobatkan sebagai Rasul, utusan Allah. Hal itu karena nabi-nabi sebelumnya belum dilengkapi dengan ajaran syari'ah yang melengkapi keimanan. Zaman Nabi Nuh-lah baru ada ajaran syari'ah lebih lengkap, termasuk tatacara peribadatan. Sementara sebelumnya tidak demikian. Zaman nabi Nuh A.S. ini mulai ada penyimpangan keimanan, dari menyembah Allah SWT sebagai Tuhan satu-satunya menjadi menyembah patung-patung.
Patung-patung tersebut adalah buah dari bisikan syetan kepada tokoh adat yang dibisiki agar membuat patung orang-orang shalih masa lalu, kemudian disembah. Trik syetan ini untuk mengalihkan dari ajakan dan dakwah nabi Nuh A.S. menyembah Allah SWT. Terdapat lima patung sesembahan waktu itu, yakni: Wadd, Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan Nasr. Karena gigihnya, Nuh termasuk digelari sebagai kelompok Rasul papan atas, "ulul azmi".
Katanya, nabi Nuh punya kerabat dekat yang super miskin, hingga menjadi pengemis di jalan-jalan. Suatu ketika, dia terpaksa mengemis ke Nabi Nuh A.S. demi mendapatkan sesuatu yang bisa dipakai mengganjal perut keluarga. Nabi Nuh menyikapinya dengan serius dan memandang peristiwa itu sebagai kesempatan berharga untuk berdakwah. Berkatalah Nuh kepadanya: "Ya, aku memberimu untuk kecukupan keluargamu dengan syarat, kamu mengikuti agama yang aku ajarkan. Tinggalkanlah kekufuran, jauhilah patung-patung. Kita kan masih keluarga... dst.". Apa yang terjadi?
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
Si pengemis itu malah menatap wajah Nuh A.S. dengan pandangan tajam sekali, melotot dan membentak: "Wahai saudara Nuh!, you, kalau mau memberi, ya memberilah. Kalau tidak, ya tak usah, tidak apa-apa. Jangan kait-kaitkan pemeberianmu dengan keyakinan. karena keimanan itu urusanku dengan Tuhan". Sang pengemis langsung pergi meninggalkan halaman rumah Nuh dengan tangan kosong.
Nabi Nuh A.S. sadar dan faham betul akan kebenaran kata-kata si pengemis itu, lalu menyesal dan menangis di hadapan Allah SWT seraya memohon ampunan. Lain waktu si pengemis datang lagi dan nabi Nuh memberinya dengan pemberian pantas tanpa kata-kata. Lain waktu datang lagi dan diberi, datang lagi dan diberi lagi, tanpa kata apa-apa.
Lama sekali dia tidak datang mengemis dan pada suatu hari tiba-tiba dia datang. Dengan sukahati Nuh A,S. menyambutnya sembari membawa bingkisan seperti biasa. Tapi sang tamu mendahului berkata: "Aku datang bukan untuk mengemis, tapi untuk berislam di hadapanmu. Bimbing aku mengikuti agamamu. Agama yang kamu bawa sungguh benar dan mulia".
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News