Hendak Dimakamkan di Magelang, Keluarga Tolak Jenazah Santoso

Hendak Dimakamkan di Magelang, Keluarga Tolak Jenazah Santoso Personel TNI memeriksa kendaraan yang keluar masuk desa Pantangolemba, Kecamatan Poso Pesisir Selatan, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah.

MAGELANG, BANGSAONLINE.com - Gembong di Indonesia yang selama ini dicari, Santoso alias Abu Wardah tewas saat baku tembak dengan Satuan Tugas (Satgas) Tinombala Senin (18/7). Jenazah Santoso kini berada Rumah Sakit Bhayangkara, Palu, Sulawesi Tengah sedang diidentifikasi.

Jenazah Santoso dikabarkan bakal dimakamkan di Desa Adipuro, Magelang, Jawa Tengah daerah asal bapak kandung Santoso, almarhum Irsan.

Baca Juga: Tiga Napi Tindak Pidana Terorisme di Lapas Kediri Nyatakan Ikrar Setia pada NKRI

Meskipun mengaku ikhlas namun pihak kerabat Santoso yang berada di Lereng Gunung Sumbing, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah menolak jenazah Santoso tersebut dimakamkan di Magelang, kampung halaman orang tua Santoso.

Kerabat Santoso di Dusun Prampelan, Desa Adipuro, Kecamatan Kaliangkrik, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah tetap melakukan aktivitasnya sehari-hari. Mereka seolah tidak kaget mendengar kabar kematian Santoso.

"Ya tanggapan keluarga, kalau Santoso itu mati lewat tembak menembak itu karena itu memang sudah jatah Allah. Pihak keluarga sudah merasakan ikhlas. Kalau itu (jenazah Santoso) pihak keluarga tidak menerima, karena masyarakat tidak mendukung. Menolak!" tegas Ahmad Basari, adik sepupu Santoso di Magelang, Jawa Tengah.

Baca Juga: Napiter Asal Semarang Bebas di Lapas Tuban

Ahmad Basari mengaku jika Santoso terakhir berkunjung ke Kaliangkrik, Magelang pada tahun 1998 lalu dalam rangka silaturahim.

"Itu kalau seingat saya itu sekitar 98. Dalam rangka silaturahmi. Itu yang asli dari rumah sini itu bapaknya, ibunya dari Gendol, Sukomakmur. Gak pernah (ke sini lagi). Iya 98 itu (terakhir berkunjung), jadi saya ga pernah urusan tidak pernah hubungan dari 98 itu. Hubungannya kakak sepupu, saya memanggilnya mas. Kepribadian Santoso, ya dulu itu ya memang ke sini pertama itu istilahnya masih remaja, tapi kurang tahu ya mas, soalnya di sini cuma sebentar. Jarang komunikasi," terangnya.

Namun demikian, pihak keluarga siap melakukan tes DNA jika pihak kepolisian membutuhkan.

Baca Juga: Densus 88 Libatkan PPATK dan Stakeholder untuk Telusuri Transaksi Terduga Teroris DE

"Saya ga siap, karena di sana masih ada saudaranya itu. Ya memang kalau terpaksa, saya siap (tes DNA), asal ada jaminan syariat dari kepolisian," pungkasnya.

Tak hanya kerabat, ratusan warga juga menolak jenazah Santoso. Hal itu disampaikan warga kepada Waluyo, Kepala Desa Adipuro, Kecamatan Kaliangkrik, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Waluyo menegaskan, penolakan ratusan warga itu karena Santoso bukan merupakan warga asli Lereng Sumbing di Desa Adipuro, Kecamatan Kaliangkrik, Kabupaten Magelang.

Meski bapaknya berasal dari desa itu, tetapi Santoso lahir dan besar di Sulawesi karena Bapak dan Ibunya mengikuti program transmigrasi ke Sulawesi.

Baca Juga: Alumnus Tebuireng itu Dekati Mantan Teroris dengan Ushul Fiqh

"Kita tidak ada keterkaitan apapun dengan kematian Santoso, sehingga kalau masalah jenazahnya mau dibawa ke mana, itu dari pihak kami tidak ada keinginan untuk dibawa ke sini," ujar Waluyo kepada awak media di Kantor Kepala Desa Adipuro, Kecamatan Kaliangkrik, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Rabu (20/7).

Penolakan warga ini juga didasarkan pada penolakan pihak kerabat Santoso yang berada di Kaliangkrik, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Sebab kerabat sendiri merasa malu dengan sepak terjang Santoso.

"Dari keluarga yang ada keterkaitan saudara dengan Santoso sendiri itupun tidak berharap dia dibawa ke sini. Apalagi desa yang tidak mempunyai kaitan apapun, kita menolak untuk diberi kalau ada yang berkehendak dibawa ke sini. Silakan dia hidup di sana, mati di sana ya sekarang diurus di tempat dia hidup dulu. Kami enggak mau sama sekali dilibatkan dalam hal ini," terangnya.

Baca Juga: Kantor Polisi Jadi Target Bom Bunuh Diri: Berikut Deretan Jejak Penyerangannya di Indonesia

Berdasarkan data dari Desa Adipuro, Bapak dan Ibu Santoso yaitu almarhum Irsan dan Rumiyah transmigrasi sejak tahun 1970-an. Bahkan tanah warisannya di Desa Adipuro telah dijual oleh ayah Santoso pada tahun 1998 kepada adiknya.

Sementara itu, Kapolri Tito Karnavian mengatakan bahwa jaringan me di Poso tidak langsung lumpuh meski Pimpinan Mujahidin Indonesia Timur Santoso sudah tewas.

Tito mengatakan, operasi Tinombala untuk mengejar sisa kelompok di Poso ini masih akan terus dilakukan karena Santoso dianggap sebagai figur perlawanan terhadap pemerintah.

Baca Juga: Terima Kasih Pendeta Saifuddin Ibrahim! Anda Bersihkan Islam dari Stigma Teroris dan Radikal

“Dengan tewasnya Santoso, bukan berarti mengakhiri jaringan me di Indonesia yang ada, melainkan masih banyak jaringan me lain yang sel-selnya sekarang kehilangan disorientasi,” kata Tito.

Sedangkan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Radikalisme dan Deradikalisasi Adhe Bhakti mengatakan, pemerintah harus mengantisipasi potensi terjadinya aksi teror menyusul tewasnya Santoso.

Adhe Bhakti mengatakan, sebenarnya lingkup teror yang dilakukan oleh Santoso hanya pada tingkat lokal, Poso dan Palu, Sulawesi Tengah.

Baca Juga: Cegah Terorisme dan Radikalisme, BNPT Terapkan Konsep Pentahelix

Namun, kata Adhe, menjadi masalah ketika Santoso mengembangkan jaringannya melalui pelatihan militer.

"Jadi, istilahnya dia membuka sekolah militer dan itu yang diikuti oleh teman-teman 'jihadis' dari seluruh Indonesia," ujar Adhe, saat dihubungi, Kamis (21/7/2016).

Kemudian, kata Adhe, Santoso juga selalu berpesan kepada para "jihadis" yang telah selesai menimba ilmu darinya.

Baca Juga: Jadikan Foto Santri Tebuireng Sebagai Background Postingan Pesantren Jaringan Teroris, Tempo Dikecam

Kepada mereka, Santoso berpesan, "Silahkan kalian 'main' di tempat kalian masing-masing sesuai kemampuan kalian," tutur Adhe.

"Itu kan perpanjangan tangan dari Santoso. Silakan bergerak sendiri-sendiri, nah itu juga menjadi serta-merta ancaman balas dendam dan seterusnya," tambah dia.

Menurut Adhe, tewasnya Santoso membuat situasi di Poso akan lebih aman. Namun demikian, sejumlah daerah yang disinyalir masih ada kelompok-kelompok perlu diantisipasi.

Adhe menyebutkan, berdasarkan data yang dihimpun lembaganya, ada sejumlah wilayah yang ketua dan anggota kelompoknya pernah ikut pelatihan militer Santoso.

Kelompok itu, di antaranya di Jawa Tengah yaitu Al-Qaeda Indonesia pimpinan Badri Hartono. Pimpinannya dan beberapa anggota lainnya pernah mengikuti latihan yang diadakan Santoso.

"Beberapa masih menjadi DPO (Daftar Pencarian Orang)," kata dia.

Lalu, di wilayah Jabodetabek dan Lampung dikomandoi Abu Roban. Anggota-anggotanya, kata dia, juga masih ada yang masuk dalam DPO.

"Di Medan ada Rizki Gunawan, Jawa Timur Arif Tuban," kata dia.(mer/okz/mer/yah/lan)

Sumber: merdeka.com/okezone.com

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO