JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Reshuffle Kabinet Kerja yang dilakukan Presiden Joko Widodo pada Rabu, 27 Juli 2016 mulai menuai komentar. Ada sembilan menteri baru dan empat menteri yang digeser dalam perombakan kabinet kali ini. Namun ada sejumlah pihak yang memprotes pilihan Jokowi.
Salah satu menteri baru yang diprotes adalah Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto. Mantan Panglima ABRI pada era pemerintah Soeharto ini dipilih menggantikan posisi Luhut Binsar Pandjaitan, yang bergeser menjadi Menteri Koordinator Kemaritiman.
Baca Juga: Soal Sri Mulyani dan Basuki Diminta Mundur Dari Kabinet Jokowi, Ini Kata Istana
Protes dilayangkan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras). Mereka menggelar aksi di depan Istana Negara beberapa jam setelah Jokowi melantik kabinet barunya. Kontras menganggap Jokowi ingkar karena Wiranto disebut terlibat dalam kekerasan HAM berat periode 1998-1999.
Panglima ABRI/TNI periode 1998-1999 itu dianggap bertanggung jawab atas sejumlah praktik pelanggaran HAM berat berdasarkan sejumlah laporan Komnas HAM.
Beberapa peristiwa tersebut adalah Tragedi Trisakti, Mei 1998, Semanggi I dan II, penculikan dan penghilangan aktivis prodemokrasi 1997/1998, serta peristiwa Biak Berdarah.
Baca Juga: Heboh Lagi! 90 Persen Keuntungan Hilirisasi Nikel Mengalir ke Cina
Koordinator Kontras Haris Azhar menilai Wiranto harus bertanggung jawab terhadap beberapa pelanggaran HAM, seperti penyerangan kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia pada 27 Juli 1996, Tragedi Trisakti dan Semanggi, serta penculikan dan penghilangan aktivis.
Selain itu, kata Haris, Wiranto—yang kini Ketua Umum Partai Hanura—juga pernah disebut dalam laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa di bawah mandat Serious Crime Unit. Dia dinyatakan gagal mempertanggungjawabkan posisi komandan tertinggi dari semua kekuatan tentara dan polisi di Timor Leste untuk mencegah terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan dan menghukum para pelaku.
"Pernyataan ini pula yang menyulitkannya bergerak masuk ke dalam yurisdiksi internasional, salah satunya Amerika Serikat (US Visa Watch List) pada 2003," kata Haris melalui keterangan tertulis.
Baca Juga: Hadiri Halaqah Pesantren Al-Hikam, Ketua Wantimpres Bersyukur Dekat Kiai Hasyim Muzadi
Selain itu, penunjukan Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan juga menuai kritik. Salah satu inisiator Hak Angket Bank Century, Bambang Soesatyo, mengatakan penunjukan Sri Mulyani dapat memicu kegaduhan baru. Menurut dia, sosok Sri Mulyani tidak bisa dilepaskan dari skandal Bank Century, yang proses hukumnya masih berjalan hingga saat ini.
Namun, secara kapabilitas, Bambang mengakui bahwa Sri Mulyani tidak diragukan lagi. "Tidak salah jika sejumlah kalangan memberikan perhatian khusus pada penunjukannya sebagai Menteri Keuangan," ujarnya.
Sementara Menko Polhukam Wiranto meminta tudingan sejumlah pihak atas keterlibatannya dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia, dibuktikan dengan jelas.
Baca Juga: Reshuffle Tak Signifikan: Mendepak Yang Tak Sealiran, Mengakomodasi Ketum PAN
"Isu-isu HAM mengenai saya, saya mengharapkan harus jelas locus, tempus, delicti-nya. Di mana dan kapan, di mana keterlibatan saya. Saya akan jelaskan satu persatu," ujarnya usai upacara serah terima jabatan Menko Polhukam di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (28/7).
Di tengah berbagai kecaman yang menyudutkannya, Wiranto justru menyatakan akan melanjutkan langkah-langkah penyelesaian kasus HAM berat masa lalu, yang sebelumnya dirintis mantan Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan.
Pernyataan tersebut merujuk pada pembentukan tim kajian atas rekomendasi Simposium Peristiwa 1965, di mana ratusan ribu rakyat Indonesia menjadi korban pembantaian massal anti-Partai Komunis Indonesia (PKI), juga tim terpadu yang bertugas menyelesaikan kasus pelanggaran HAM di Papua.
Baca Juga: M Luthfi dan Sofyan Djalil Dicopot, Zulkifli Hasan Masuk Kabinet, ini Daftar Menteri Baru
"Pak Luhut sudah melakukan langkah-langkah untuk menyelesaikan masalah HAM masa lalu, saya akan lanjutkan secara adil, transparan, dan bermartabat. Tapi jangan merugikan kepentingan nasional, kepentingan nasional tetap nomor satu," kata Wiranto.
Di sisi lain, Politikus PDI Perjuangan Junimart Girsang mengkritisi perombakan kabinet jilid II yang dilakukan Presiden Joko Widodo. Ia belum melihat reshuffle kabinet mengubah arah roda pemerintahan lebih baik.
"Yang saya kritisi apakah harus begini komposisinya? Serapuh ini? Antisipasi bagaimana dunia luar mempercakapkan komposisi ini," kata Junimart.
Baca Juga: Reshuffle Kabinet 15 Juni, 63,1 Persen Publik Setuju Jokowi Rombak Menteri
Ia mencontohkan Thomas Lembong yang dicopot dari jabatannya sebagai Menteri Perdagangan dengan digantikan Enggartiasto Lukito. Padahal, Thomas Lembong baru menjabat sebagai Mendag hasil reshuffle kabinet jilid I.
"Yang pasti reshuffle ini saya melihat tindakan yang terlalu murah ya bagi seorang presiden untuk melakukan reshuffle. Pak Thomas Lembong itu kan baru saja reshuffle tapi ini digeser lagi jadi selama ini ngapain?" ujarnya.
"Kenapa beliau tiba-tiba jadi menteri terus tiba-tiba juga dicopot. Ini ada apaan kok terlalu murah sekali. Jadi janganlah uji coba janganlah buat bargaining semua uji," tambahnya. (mer/trb/yah/lan)
Baca Juga: Cak Imin Dituding Pemicu Demo 11 April, Luhut, dan Bahlil Tersudut, Politikus PDIP Desak Dicopot
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News