MOJOKERTO (bangsaonline) - Mencuatnya konflik internal di tubuh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Mojokerto serta mundurnya sejumlah anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemilihan Suara (PPS) dikhawatirkan mengganggu tahapan Pemilu Presiden (Pilpres) 2014.
Upaya konsolidasi yang digagas Panitia Pengawas Pemilu (Paswaslu) untuk mengatasi konflik yang dikhawatirkan berujung deadlock pun kandas, lantaran lembaga pengawas itu kesulitan melakukan koordinasi dengan jajaran KPU yang masa baktinya segera berakhir.
Baca Juga: Kapolres Mojokerto Kota Tinjau Gudang Logistik KPU
Konflik internal di tubuh KPU mencuat sejak kandasnya empat petahana dalam seleksi yang menyisakan 10 besar. Timsel hanya meloloskan seorang komisioner KPU. "Saya sangat paham kenapa kawan-kawan KPU tidak lagi peduli dengan tahapan pilpres, karena masa tugas mereka berakhir 12 Juni 2014. Sementara yang masuk 10 besar KPU baru nanti hanya seorang," keluh Elsa Fifajanti, Ketua Panwaslu Kota Mojokerto, Minggu (1/6/2014).
Mantan wartawati itu mengatakan telah beberapa kali melakukan koordinasi dengan KPU Kota Mojokerto. Tetapi tidak ada seorangpun yang ada di kantor. Sementara, tahapan pemilu pilpres telah berjalan dengan agenda krusial penyusunan dan penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pilpres untuk Kota Mojokerto.
Elsa mengatakan, pihaknya telah menerima salinan mundurnya empat orang PPK. Dua orang dari wilayah Prajurit Kulon dan dua orang lainnya dari wilayah Magersari. Selain itu ia juga menerima salinan pengunduran diri tiga orang PPS Kranggan.
Baca Juga: KPU Kota Mojokerto Sukses Gelar Debat Publik Pilwali
"Meski yang resmi mundur hanya mereka, tetapi fakta di lapangan, PPL dan Panwascam saya sulit melakukan koordinasi dengan jajaran PPS dan PPK yang tidak mengundurkan diri," jelasnya.
Ketika dihubungi PPL maupun Panwascam, rata-rata ponselnya tidak aktif. Atau ada yang diangkat tetapi dijawab bahwa mereka (PPS maupun PPK) sudah tidak mengurusi tahapan pilpres. Yang memprihatinkan, menurut Elsa adalah banyaknya PPS yang tidak menempelkan DPS HP (Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan) di tempat-tempat strategis untuk mendapat masukan dari masyarakat.‘’Kerja-kerja pengawasan tidak mungkin menghandel semua tugas yang harus dikerjakan oleh jajaran KPU,’’ tandasnya.
Seharusnya, jika ada kondisi seperti ini menurut UU No 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilu, pasal 127, jika KPU Kota tidak bisa/tidak mampu melaksanakan tugasnya KPU di tingkat atasnya harus mengambil alih tugas KPU kab/kota tersebut. "Saya sudah melaporkan kondisi ini ke Bawaslu provinsi, dan pekan ini saya mendapatkan informasi KPU propinsi akan dipanggil terkait macetnya tahapan pilpres di Kota Mojokerto," terangnya.
Baca Juga: Jelang Pelaksanaan Pilkada 2024, KPU Kota Mojokerto Gelar Rapat Evaluasi dengan Jajaran Stakeholder
Elsa mengatakan, banyak tahapan yang tidak dilaksanakan oleh KPU Kota. Misalnya, apakah benar PPS dan PPK melakukan sinkronisasi terhadap DPS, DPK (Daftar pemilih Khusus), DPK tambahan, apakah benar mereka melakukan pencocokan dan penelitian dan sebagainya. "Yang paling urgen apakah setiap keputusan yang sampai di KPU Kota nanti, sudah melalui tahapan pleno, baik di PPS maupun di PPK. Jikalau pleno, apakah di PPK, misalnya, memenuhi kuorom, minimal dihadiri empat anggota," tanyanya.
Ia menunggu sampai 3 Juni 2014 nanti, begitu PPS tidak pleno untuk menetapkan DPT Pilpres, dan PPK demikian pula halnya pada 5-6 Juni, maka Panwaslu akan menyampaikan ke provinsi dan pusat jikalau DPT di Kota Mojokerto tidak legitimed dijadikan dasar pelaksanaan Pilpres.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News