KH Hasyim Muzadi: Demokrasi Bisa Berbelot Jadi Oligarki karena Kekuasaan dan Uang

KH Hasyim Muzadi: Demokrasi Bisa Berbelot Jadi Oligarki karena Kekuasaan dan Uang KH A Hasyim Muzadi saat jadi nara sumber dalam diskusi kebangsaandi Senayan Room, Sultan Residence, Jakarta, Jum’at (26/8). Foto: dokumen bangsaonline.com

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) KHA Hasyim Muzadi menegaskan bahwa Mukadimah UUD 1945 termasuk yang disepakati untuk tidak diamandemen pada tahun 2000-2002. Menurut dia, keutuhan Mukadimah UUD 1945 hakikatnya berisi sekalipun pada format yang berbeda.

”Apabila Mukadimah UUD 1945 kita jadikan acuan dan tolak ukur proses dan produk berbangsa dan bernegara artinya kita harus kembali ke ,” kata Kiai Hasyim Muzadi dalam diskusi Kebangsaan: “Pembukaan UUD 45 Sebagai Rujukan dan Tolak Ukur Berbangsa dan Bernegara”. di Senayan Room, Sultan Residence, Jakarta, Jum’at (26/8).

Baca Juga: BPIP Sosialisasi Pembinaan Ideologi Pancasila di Pasuruan

Selain Kiai Hasyim tampil juga Dr Taufik Abdullah, Hajriyanto Tohari, Romo Magnis Suseno, Dr. Yudi Latif, dan

Kiai Hasyim Muzadi mengingatkan bahwa adalah sejumlah nilai dan tata nilai sebagai ideologi dan patokan berbangsa dan bernegara. Nilai dan tata nilai tersebut tidak mungkin tegak dengan sendirinya tanpa diwadahi oleh konstruksi UUD 1945.

”Apabila UUD 1945 membingkai secara utuh tata nilai , maka akan selamat dan berkembang. Namun, apabila bingkai konstruksti tersebut “bocor” maka akan terjadi bias dari itu sendiri karena UUD 1945 sebagai konstruksi hukum masih harus dijabarkan secara implementatif dalam tingkat Undang-Undang dan tingkat tata laksana Undang-Undang tersebut yang diselenggarakan oleh eksekutif dan penyelenggara negara yang lain pada eselon di bawahnya. Maka apabila terjadi kebocoran tersebut sampai muara pelaksanaan di bawah akan menjadi lain,” tegasnya.

Baca Juga: Pjs Bupati Kediri Ingatkan ASN Jaga Netralitas di Pilkada 2024

Menurut dia, UUD 1945 bukanlah UUD yang tidak bisa diamandemen. karena di dalam pasal UUD 1945 sendiri memuat kemungkinan amandemen. Masalah yang timbul adalah apakah amandemen tersebut dilakukan sebagai sesuatu yang sangat mendesak guna demokratisasi dan keterbukaan, ataukah amandemen tersebut lebih dari ukuran yang sekarang diperlukan oleh bangsa dan negara. Apabila hanya sekedar keperluan yang memang merupakan ‘kondisio sine quanon’ (yang darurat mendesak) maka adalah kewajaran. ”Namun, apabila perubahan termaksud melampaui kebutuhan yang sesungguhnya maka akan terjadi banyak ekses,” katanya.

Menurut dia, ketika UUD 1945 diamandemen belum terasa akibat lanjutannya. Namun ketika dibuat UU yang berdasarkan UUD 1945 tersebut dan seterusnya akan terasa perubahan yang fundamental dalam pilar-pilar kehidupan berbangsa dan bernegara. Baik yang menyangkut masalah kesatuan dan persatuan bangsa, tata laksana hukum, tata laksana politik, tata laksana ekonomi, tata laksana pendidikan dan budaya, termasuk kehidupan beragama. Maka seharusnya proses perkembangan dewasa ini perlu diukur kembali dengan nilai-nilai . Apakah sesuai dengan atau ada kecenderungan pembelokan.

”Kenyataan yang ada, demokrasi kita saat ini belum menyentuh hakikat kerakyatan yang tercantum dalam sila ke empat . Sehingga, demokrasi yang ada sekarang bisa saja berbelot menjadi oligarki atau hegemoni demokrasi oleh kekuasaan dan uang,” kata Kiai Hasyim Muzadi.

Baca Juga: Amanat Plt Bupati Lamongan di Peringatan Hari Kesaktian Pancasila

Karena keadilan politik tidak tercapai dengan sendirinya tanpa keadilan ekonomi. Maka demokrasi – tegas Kiai Hasyim - bisa saja berubah menjadi bisnis demokrasi bukan perjuangan demokrasi.

”Begitu juga perlu penilaian di bidang pelaksanaan hukum apakah hukum sudah benar-benar tegak dan berkeadilan, ekonomi dengan pemerataan, politik dengan amanat rakyat, budaya dengan karakter bangsa, pendidikan dengan kemandirian generasi, dan agama sebagai budi pekerti; ataukah justru sebaliknya semakin menjauh dari tata nilai itu sendiri,” tegas pengasuh pondok pesantren mahasiswa al-Hikam Malang Jawa Timur dan Depok Jawa Barat itu.

Menurut dia, dari 5 sila yang paling mempengaruhi opini masyarakat adalah keadilan sosial. Ia mengaskan bahwa penataan sebaik apapun akan menjadi rusak kalau keadilan sosial terjadi kerusakan.

Baca Juga: Pj Gubernur Jatim Ajak Teladani Nilai Pancasila Sebagai Semangat Wujudkan Indonesia Emas 2045

”Maka dari sekian banyak teori demokrasi, HAM, dan keterbukaan akan menjadi wacana yang tidak sampai tujuan apabila keadilan sosial kita rusak,” katanya sembari berdoa semoga Allah SWT melindungi bangsa Indonesia karena saat ini terasa bahwa beban yang harus dipikul melampaui kekuatan kita apabila tidak ada pertolongan Allah SWT. Amin

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Pastor Sindir Kiai Poligami, Ini Respon Cerdas dan Jenaka KH A Hasyim Muzadi':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO