Sumarno Warga Tunggulrejo, 25 Tahun membuat Batu Bata Merah Demi Cukupi Keluarga

Sumarno Warga Tunggulrejo, 25 Tahun membuat Batu Bata Merah Demi Cukupi Keluarga Sumardi sedang menjemur batu bata merah.

TUBAN, BANGSAONLINE.com - Telaten dan sabar, itulah 'jurus' yang digunakan Sumarno (51) warga Desa Tunggulrejo, Kecamatan Singgahan, Kabupaten Tuban dalam membuat batu bata merah. Meskipun masih dilakukan secara tradisional, ia tidak pernah patah arang membolak-balik tanah liat untuk dijadikan bata merah.

Ia mengaku sudah menjalani profesinya itu sejak 25 tahun lalu. Hal ini tentu saja demi mencukupi keluarga. Sehair-harinya, ia membuat bata merah dibantu dengan rekannya, Masruh (32) yang masih tetangga.

Baca Juga: Masyarakat Keluhkan Tingginya Denda Tilang yang Dijatuhkan PN Tuban, Tertinggi Rp750 ribu

Saat ditemui di tempatnya membuat batu bata, semacam rumah (cubung) untuk pembuatan dan pembakaran batu bata merah, Senin (17/10) siang, ia menceritakan keluh kesahnya.

Meski di bawah terik cuaca yang panas, ia tetap bersemangat saat diajak mengobrol BANGSAONLINE.com. Kata dia cuaca panas seperti itulah yang disukai para pembuat batu bata merah. Sebab, hasil produksi akan terus meningkat.

Berbeda jika cuaca mendung dan musim penghujan, maka produksi bata merah akan morosot. Biasanya sehari hanya akan menghasilkan 8 sampai 10 ribu buah batu bata. Sedangkan, saat musim kemarau, bata merah yang diproduksi mencapai 13 ribu sampai 15 ribu buah. Hal ini dipengaruhi kelembapan cuaca.

Baca Juga: Penyidik Satreskrim Polres Tuban Mulai Periksa Korban Dugaan Penggelapan Dana BMT AKS Bancar

“Kami hanya membuat, dan sistem penjualannya kami bagi dengan pemilik tanah serta dibagi lagi dengan pemiliki cubung,” kata Sumarno sambil mengusap keringat didahinya.

Ditannya soal pemasaran, Sumarno menyampaikan dirinya tidak begitu paham detail karena puluhan cubung di sini dimiliki oleh 4 orang asal Kecamatan Singgahan.

“Tahunya kami kalau sekarang per 1000 buah bata merah, maka akan mendapatkan uang Rp 350 ribu. Namun, jika pembeli dari luar daerah Bojonegara, ataupun Cepu, harganya bisa mencapai Rp 450 sampai 500 ribu,” cetusnya.

Baca Juga: Warga Resah Kawasan GOR Tuban Marak Aksi Maling Motor dan Helm

Ia menambahkan, dalam pembuatan batu bata merah cukup sederhana. Mulai mengambil tanah liat lalu dicangkul di tempat (Ndebos). Kemudian, dikumpulkan menjadi satu disiram air dan ditambah abu. Campuran itu dilakukan guna menjaga kelembapan tanah liat agar mudah dipijak dengan kaki (ndek-ndek). Ini bertujuan agar bahan tanah liat menjadi lentur, lalu dipindah kecetakan (blok) dengan ukuran 11centimeter x 3 centimeter.

“Setelah dicetak baru dijemur sampai kering dan dilanjutkan pembakaran,” sambungnya.

Cuaca yang sering hujan akhir-akhir ini membuat pihaknya kerepotan. Bahkan, saat ini bata merah tanah liat buatannya sampai telat karena permintaan atau pesanan banyak dan pembeli harus inden.

Baca Juga: Lewat Restorative Justice, Kejari Tuban Selesaikan Kasus Penganiayaan

“Saat ini sampai telat ngirim karena cuacanya yang kurang mendukung,” tutupnya. (tbn1/wan/rev)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Perahu Penyeberangan Tenggelam di Bengawan Solo, Belasan Warga Dilaporkan Hilang':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO