JOMBANG, BANGSAONLINE.com – Para santri sekarang tidak harus berperang melawan penjajah seperti tahun 1945 lalu. Bagi santri di zaman modern ini, lebih baik fokus menghilangkan kebodohan dan kemalasan. Terutama dalam belajar menuntut ilmu.
Begitulah pesan moral yang bisa ditanamkan dalam diri para santri melalu upacara Peringatan Hari Santri Nasional (HSN) yang digelar di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Seblak, Sabtu (22/10).
Baca Juga: Resepsi Hari Santri Nasional 2024, PCNU Tuban Sukses Gelar Haul Masyayikh dan PCNU Award 2024
Ribuan santri dikerahkan untuk mengikuti kegiatan yang digelar di lapangan Ponpes. Pesantren ini didirikan KH. Ma’shum Ali, menantu pertama Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari, tahun 1921 dulu.
Dengan antusias dan khidmat, seluruh santri mengikuti kegiatan ini. Upacara juga dihadiri majelis pengasuh dan dewan guru. Bertindak sebagai pembina upacara adalah H. Nur Hidayat S.Ag, sekretaris Yayasan Khoiriyah Hasyim Seblak.
“Ini pengalaman pertama mengikuti upacara dengan memakai sarung,” ujar Hidayat yang juga mantan ketua PW IPNU Jatim ini.
Baca Juga: Sholawat Kebangsaan di Bangkalan, Habib Syekh Apresiasi Kepemimpinan Khofifah di Periode Pertama
Pada upacara kali ini, santri putra memang mengenakan sarung. Baju semuanya berwarna putih dipadu dengan kopiah hitam. Alas kaki yang dikenakan juga sandal. Seragam khas seorang santri.
Begitu juga pakaian yang dikenakan dewan guru. Baik putra ataupun putri. Khas didominasi warna putih.
Urutan tata cara upacara tidak berbeda dari biasanya. Namun, upacara kali ini diselipkan ikrar santri. Intinya santri berjanji untuk berpegang teguh berakidah ahlussunah wal jama’ah. Termasuk setia menjaga NKRI, Pancasila, UUD 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika.
Baca Juga: Labelisasi, Upaya LTM PCNU Sumenep Amankan Aset Masjid NU
“Makanya sangat aneh jika santri sekarang tidak mencintai negaranya, bahkan mengatakan negara ini kafir dan taghut,” kata Hidayat.
Pemahaman itu, lanjutnya, dikarenakan orang tersebut tidak memiliki rasa nasionalisme terhadap bangsanya.
Dalam sambutannya, wakil sekretaris PWNU Jatim ini lebih banyak mengulas sejarah lahirnya peringatan hari santri. Mulai revolusi fisik melalui resolusi jihad oleh NU tanggal 22 Oktober 1945 silam hingga dikeluarkannya Keppres tahun 2015 lalu tentang hari santri.
Baca Juga: Napak Tilas Jejak Santri, Ratusan Banser di Jombang Kirab Merah Putih 300 Meter
Bapak empat putra ini juga mengulas makna kata santri. Baik dari segi bahasa Arab ataupun bahasa Indonesia. “Dari bahasa Arab, kata santri pada intinya bermakna orang yang berguna bagi urusan diin, dunya dan akhirat,” urainya.
Kata santri juga bisa dimaknai dari akronim enam huruf yang membentuknya. Yaitu sederhana, amanah, nasionalis, toleran, rendah hati dan istikomah. “Karakter inilah yang harus dimiliki seorang santri di jaman sekarang, terutama dalam mengisi kemerdekaan yang sudah diperoleh,” pungkasnya.
Usai upacara, seluruh santri Pesantren Seblak didampingi para ustadz menuju masjid untuk membaca shalawat nariyah. Ini sesuai surat edaran dari PBNU. (rom/rev)
Baca Juga: Khofifah Disambut Pekikan 'Lanjutkan' saat Berangkatkan Peserta Jalan Sehat Hari Santri di Madiun
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News