JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Polda Metro Jaya menangkap lima kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang diduga terlibat kerusuhan pada aksi damai 4 November lalu. Kelima orang ini ditangkap di tempat berbeda di Jakarta pada Senin (7/11) tengah malam.
Kelima kader HMI yang tangkap tersebut yaitu II atau Ismail Ibrahim (20 tahun), AH atau Ami Jaya Halim (31 tahun), RR atau Ramadhan Reubun, MRB atau Muhammad Rijal Berkat (26 tahun), dan RM atau Rahmat Muni (33 tahun).
Baca Juga: 29.046 Pemilih Pemula Usia 17 Tahun Siap Berpartisipasi pada Pilkada 2024 di Sidoarjo
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Awi Setiyono menjelaskan penangkapan terhadap kelima pelaku tersebut lantaran mereka diduga melawan aparat polisi saat 'Aksi Bela Islam II'. Menurut Awi, kader HMI pertama yang ditangkap Polda yaitu Ismail Ibrahim (20).
Mahasiswa Jurusan Sosiologi Universitas Nasional tersebut ditangkap di rumahnya Jalan At-Tahiriyah Pejaten, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. "Dia ditangkap di sebuah rumah anggota DPD RI di Pejaten Barat," ujar Awi kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Selasa (4/11).
Selanjutnya, lanjut Awi, Sekretaris Jenderal HMI, Ami Jaya Halim asal Makassar, Sulawesi Selatan ditangkap di Sekretariat PB HMI di Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan.
Baca Juga: HUT ke-64 PMII, Khofifah Ajak Mahasiswa Bangun Kualitas Pergerakan dengan Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Sementara, kader HMI Cabang Jakarta Utara yang bernama Ramadhan Reubun asal Maluku Tenggara ditangkap di salah satu tempat biliard. "Kita tangkap di tempat biliard di Jakarta Pusat," kata Awi.
Selanjutnya Muhammad Rijal Berkat, kader HMI yang tinggal di kawasan Pademangan Barat, Jakarta Utara. Pada tengah malam itu Rijal ditangkap di daerah Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat. "Kelima, RM atau Rahmat Muni alias Mato. Asal dari Pulau Guru dan ditangkap di Jalan Anyer No 8 Jakarta Pusat," jelas Awi.
Kelimanya sudah ditetapkan sebagai tersangka. Berdasarkan hasil invistegasi, kelima kader HMI itu terlibat dalam upaya perlawanan terhadap petugas saat unjuk rasa kasus dugaan penistaan agama itu. "Kelimanya statusnya sebagai tersangka. Sudah dilakukan penyelidikan," ujar Awi.
Baca Juga: Gelar Aksi Sosial, Mahasiswa Nganjuk Kolaborasi Bagikan Sembako dan Nasi Gratis ke Masyarakat
Kelimanya dianggap telah melanggar pasal 214 juncto 212 terkait melakukan kekerasa atau ancaman kekerasan terhadap pejabat yang sedang melakukan tugas. Mereka terancam hukuman kurungan penjara selama 7 tahun.
Penangkapan para aktivis pun direaksi keras sejumlah kalangan. Presidium Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI), MS Kaban menyesalkan tindakan aparat yang menangkap para kader HMI. Terlebih, katanya, penangkapan dilakukan pada tengah malam.
"Tengah malam masih main tangkap. Allah SWT Maha Tahu," ujar MS Kaban melalui akun Facebook-nya, Selasa (8/11).
Baca Juga: Koalisi Mahasiswa dan Masyarakat Sipil Kediri Raya Serukan Darurat Demokrasi
Sementara Ketua Umum HMI Mulyadi P. Tamsir mengungkapkan bahwa banyak polisi datang ke Sekretariat HMI Cabang Jakarta di Jalan Cilosari, Jakarta Pusat. "Katanya, polisi lagi menyisir yang lain," ujar Mulyadi.
Mulyadi mengatakan sekitar 20 polisi mendatangi Sekretariat HMI Pusat di Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, sekitar pukul 23.00, Senin, 7 November 2016.
"Kami lagi ngobrol-ngobrol di sekretariat," ujarnya. "Kami tidak diberi penjelasan. (Polisi) hanya menunjukkan surat berita acara pemanggilan dan bilang nanti akan dijelaskan di kantor."
Baca Juga: Selain Buang Sampah, HMI Segel Kantor Pemkab Bangkalan
Menurut Mulyadi, awalnya dia bertanya alasan Ami Jaya ditangkap. Mulyadi mengaku memberi syarat kepada polisi saat mereka ingin membawa Ami. Pertama, Mulyadi meminta polisi menjamin tidak ada perlakuan yang tidak baik selama pemeriksaan. Kedua, dia meminta didampingi kuasa hukum. Dan ketiga, Mulyani ingin mengantar temannya itu ke Polda mengendarai mobil PB HMI.
Menurut dia, polisi mengiyakan permintaannya. Tapi, sampai tiga jam berada di Polda, pengacara belum bisa masuk ke kantor Reserse Kriminal Umum karena belum memiliki surat kuasa. Mulyadi mengatakan dia dan belasan anggota HMI yang lain hanya bisa berada di luar.
Terkait hal ini, tim kuasa hukum Pengurus Besar PB HMI memprotes tindakan Polda Metro Jaya atas penangkapan dan penetapan tersangka lima kadernya terkait kerusuhan demo 4 November lalu. Mereka meminta pihak Polda Metro Jaya tidak jadikan penangkapan kadernya sebagai pengalihan isu atas tuntutan aksi damai 4 November lalu.
Baca Juga: Pengurus KAHMI Laporkan PC PMII ke Polres Probolinggo, Kenapa?
"Penangkapan ini jangan ada pengalihan isu dong. HMI tetap tegas terhadap masalah penistaan agama terhadap Ahok," ujar Muhammad Syukur Mandar selaku tim kuasa hukum PB HMI saat di kantor Komnas HAM, Menteng Jakarta Pusat, Selasa (8/11) siang untuk mengadu atas penangkapan lima kadernya.
Selain itu, lampiran yang diajukan oleh tim kuasa hukum PB HMI kepada komisioner Komnas HAM, lanjutnya, dibuat secara mendadak lantaran penangkapan kadernya pun terjadi begitu cepat dan dinilainya tanpa etika yang baik dari kepolisian. Syukur berpendapat seharusnya tidak perlu ada penangkapan meski terkait dengan biang penyebab kerusuhan.
"Kalau kami diduga rusuh ya disurati, dipanggil, terus datang memberikan keterangan supaya bisa didampingi kuasa hukum. Kenapa diambil dan ditangkap di jalanan seperti itu, itu yang kami permasalahkan," ucapnya.
Baca Juga: Ikut Suarakan Aspirasinya, Ratusan Perangkat Desa di Tulungagung Berangkat ke Jakarta
Terlebih lagi Syukur menilai bahwa hak setiap warga negara mengungkapkan pendapatnya secara langsung melalui demonstrasi.
Menurutnya, pihaknya tidak akan jera dalam melakukan aksi kritik, meski lima kader ditangkap Polda Metro Jaya.
"Kami tidak pernah kapok dalam urusan begituan, ini urusan umat, urusan negara. Tidak mungkin kita akan kendor," ujar Syukur.
Baca Juga: LPI HMI Komisariat Kampus Al-Khairat Tuntut Pemekaran Komisariat
Tertangkapnya lima kader HMI, termasuk Sekjen, menurut Syukur merupakan tindakan preventif oleh pihak tertentu terhadap HMI. Pasalnya, lanjut Syukur, HMI dinilai sangat kritis dalam menyikapi peristiwa yang terjadi.
"Saya melihat ini adalah upaya untuk menekan kecilnya tensi pergerakan, sehingga kelompok yang dianggap kritis soal pernyataan Ahok itu kemudian mengambil posisi untuk tidak bergerak. Padahal yang paling kritis itu HMI," bebernya.
Di sisi lain, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan, para kader HMI ditangkap lantaran ada yang melakukan penyerangan. "Mereka ada yang melakukan penyerangan terhadap petugas," kata Kapolri Jenderal Tito Karnavian di PTIK-STIK, Selasa (8/11).
Tito menambahkan, penyidik akan mengembangkan hasil penyelidikan dan keterangan dari lima orang yang ditangkap. "Nanti kita akan kembangkan apakah ada kaitan dengan tokoh-tokoh yang menyuruh mereka untuk melakukan kekerasan itu," kata mantan Kepala BNPT tersebut.
Sejurus dengan itu, polisi juga tengah menyelidiki adanya aktor atau tokoh di balik kerusuhan demo 4 November 2016.
"Itu (soal aktor politik) dalam konteks kegiatan penyelidikan juga dilakukan oleh fungsi intelijen," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar.
Menurut dia, penyelidikan yang dilakukan tentunya akan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Penyelidikan juga tentang adanya dugaan pelanggaran hukum dan provokasi. "Semua harus berlandaskan hukum," ucap Boy.
Sementara Indonesian Police Watch (IPW) mengingatkan langkah Polda Metro Jaya menangkapi kader HMI tidak membuat kegaduhan baru. Bisa saja polisi dianggap tidak independen dan cenderung mengalihkan perhatian publik dari kasus Ahok.
Ketua Presidium IPW Neta S Pane berharap jajaran Polri bekerja profesional dan proporsional serta tidak mengedepankan arogansi. Langkah ini penting agar tidak menimbulkan kegaduhan baru.
"Jika mengedepankan arogansi, dengan cara menangkapi aktivis HMI, Polri bisa dituding tidak independen dan cenderung mengalihkan perhatian publik dari kasus Ahok," katanya melalui siaran persnya di Jakarta, Selasa (8/11).
Dampaknya, lanjut Neta, bukan mustahil akan muncul masalah baru. Mahasiswa dan aktivis akan melakukan aksi demo untuk mengecam Polri.
"Ujung-ujungnya bisa terjadi benturan antara polisi dengan mahasiswa, yang bisa merusak citra Polri. Semoga polisi bekerja profesional dan proporsional," tandasnya.
Indonesia Police Watch (IPW) mengingatkan bahwa aktivis HMI bersama para ustaz, habib, ulama, dan ratusan ribu umat Islam lainnya melakukan demo 411 (4 November) karena Polri dinilai lamban dalam memproses kasus Ahok.
"Ketika aktivis mahasiswa berdemo dan terjadi benturan, kenapa mereka yang cenderung dikriminalisasi dan langsung ditangkap. Sementara sumber masalahnya, Ahok yang dituduh menistakan agama cenderung dipolemikkan Polri dan kepolisian tidak main tangkap dalam kasus Ahok," kata Neta S Pane.
Semula, kata dia, dalam menangani kasus demo 411, Polri sudah bekerja profesional, proporsional, dan elegan. "Tapi kenapa pascademo 411, aparat kepolisian justru mempertontonkan arogansi, main tangkap, dan jemput paksa,'' kata Neta S Pane menjelaskan.
''Kenapa Polri cenderung menggunakan cara-cara Orde Baru dalam menghadapi aktivis mahasiswa," ujar Neta. Polri seharusnya menyadari peran mahasiswa dan aktivis sangat besar dalam menumbangkan kekuasaan Orde Baru hingga nasib Polri bisa seperti sekarang ini.
Menurut Neta, jika Polri benar benar bekerja profesional tentu tidak ada diskriminasi. "Dalam menangani kasus Ahok misalnya, Polri juga harus bekerja secepat menangkapi aktivis HMI," ujarnya. (mer/tic/yah/lan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News