Presiden Ancam Penyebar Isu TKA Ilegal, Gerindra Minta Jokowi Blusukan Langsung

Presiden Ancam Penyebar Isu TKA Ilegal, Gerindra Minta Jokowi Blusukan Langsung Situasi penginapan pekerja asing asal Cina milik PT SPCI yang-kini sedang membangun konstruksi pabrik Semen Maruni.

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Pemerintah seharusnya menjawab kesimpang siuran data TKA asal Cina yang masuk ke Indonesia. Namun Presiden Jokowi justru mengancam menangkap siapa pun yang menyebar isu tersebut.

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan, Bandung, Prof. Asep Warlan Yusuf menyayangkan Presiden Jokowi melontarkan ancaman tersebut.

"Rasanya aneh justru Jokowi sebagai Presiden justru mengancam untuk menangkap siapa pun penyebar isu TKA Cina ilegal ini. Padahal pemerintah sendiri tidak memiliki data valid mengenai jumlah TKA asal Cina tersebut," kata Asep Warlan Yusuf, Senin (26/12) seperti dilansir RMOL.co.

Di balik ancaman itu, pihaknya menangkap kesan kalau Presiden Jokowi membela diri. Asep mengatakan boleh saja membela diri.

Tapi juga harus disadari pemerintah sendiri tidak memiliki data valid. Kalau pemerintah seperti ini namanya pemerintah sudah memfitnah pihak lain.

"Dan ini sekali lagi pelanggaran hukum. Seharusnya pemerintah menjelaskan dengan data yang akurat," ujar Asep.

Sebelumnya dikabarkan, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) meminta kepada Polri untuk menindak masyarakat atau pihak-pihak tertentu yang menyebarkan isu mengenai masuknya jutaan tenaga kerja asing dari Cina.

Jokowi menuturkan, isu tersebut bagian dari fitnah dan meresahkan masyarakat. Oleh karena itu dirinya berharap jika ingin menyajikan sebuah isu di masyarakat, harus berdasarkan data, bukan hanya sensasi.

"Ini urusan Polisi, kalau sudah meresahkan seperti itu harus ditindak," kata Jokowi di Karawang, Jawa Barat pada Jumat (23/12) seperti dilansir Liputan6.com.

Dia memberikan catatan, sampai saat ini jumlah tenaga kerja dari Cina yang bekerja di Indonesia sebesar 21 ribu orang. Angka ini beda jauh dengan isu yang Jokowi dapatkan dari lapangan kalau akan ada 10-20 juta tenaga kerja dari Tiongkok ke Indonesia.

"Kalau tidak punya data jangan sampaikan, namanya itu membohongi masyarakat, bisa meresahkan masyarakat," ujar dia.

Jokowi membandingkan jumlah TKI yang bekerja di luar negeri dianggap lebih banyak. Seperti halnya di Malaysia, jumlah TKI sebanyak lebih dari 2 juta orang, sedangkan dari Hong Kong sebesar 153 ribu orang.

"Negara mereka welcome, biasa saja. Tidak mungkin lah tenaga kerja dari Hong Kong, Amerika, Eropa masuk, karena gaji mereka lebih gede dari kita. Masak sepuluh juta," tegas Jokowi.

Sementara itu, simpang siurnya data yang diberikan oleh pemerintah terkait jumlah TKA terutama yang asal Cina baik yang legal maupun ilegal sudah mengancam kedaulatan Indonesia.

Untuk itu, Prof. Asep Warlan Yusuf mengatakan, sudah saatnya DPR mengunakan haknya terutama angket untuk bisa menyelidiki langsung berapa sebenarnya jumlah TKA asal cina tersebut.

"Ini baik presiden, Menakertrans dan juga Dirjen Imigrasi Kemenkumham maupun data-data dari daerah-daerah memberikan informasi yang berbeda soal TKA Cina. Ini berbahaya untuk kedaulatan negara. Saat ini untuk mendapatkan data yang sebenar-benarnya maka rakyat melalui wakilnya bisa menyelidiki sendiri hal itu dengan penggunaan hak angket," ujar Asep.

DPR menurutnya harus menggunakan haknya ini untuk mendapatkan kebenaran soal TKA asal Cina ini karena sudah menjadi isu yang meresahkan rakyat Indonesia. Kalau DPR juga membiarkan, maka DPR harus ikut bertanggungjawab atas apa yang terjadi saat ini dan tidak perlu lagi ada DPR karena hanya menjadi corong atau tukang stempel pemerintah dan bukan mewakili rakyat.

"Kalau interpelasi itu hak bertanya dan biasanya kalau menyangkut kebijakan saja. Tapi banyaknya TKA asal Cina itu pelanggaran hukum dan oleh karena itu tidak cukup dengan interpelasi tapi harus diusut melalu angket. DPR memiliki kewenangan menyelidiki jika memang informasi dari pemerintah meragukan dan tidak logis," tambah Asep.

Persoalan TKA Cina ini tegas Asep adalah persoalan serius karena menurutnya yang dikatakan legal saja diyakininya belum tentu memenuhi unsur legalitas dari UU Tenaga Kerja. Belum lagi juga ditambah persoalan adanya tuduhan dari Laode Ida dari Ombudsman yang menegaskan bahwa banyaknya TKA ilegal di berbagai daerah tidak lepas dari adanya perlindungan atau backing dari aparat.

Di sisi lain, Partai Gerindra meminta Presiden Joko Widodo tidak langsung percaya atas laporan yang diberikan oleh Kementerian Tenaga Kerja, dan kemudian langsung mengeluarkan pernyataan yang terkesan hanya sebagai pembenaran, khususnya terkait laporan tentang jumlah TKA asal Cina.

"Harusnya cek kebenarannya, langsung blusukan ke tempat sektor sektor investasi Cina di Indonesia dan lihat sendiri benar nggak ada TKA ilegal Cina yang kerja di sana, dan coba cek apa benar tenaga kerja di perusahaan Cina itu pada bisa berbicara bahasa Indonesia," kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Arief Puyuono, Senin (26/12).

Menurut Arief, keberadaan TKA Cina ilegal sudah menyebabkan Infeksi ekonomi dan sosial secara nasional, dan berdampak pada hilangnya kesempatan kerja bagi masyarakat Indonesia dan pengangguran terus bertambah, serta tidak memberikan pemasukan penerimaan negara dari sektor pajak penghasilan TKA. Sebab, TKA Cina dibayar dengan tingkat upah di bawah Pendapatan Tidak Kena Pajak di Indonesia dan selebihnya upah TKA dibayar di Cina kepada keluarganya atau dikirimkan ke Rekening mereka di Cina oleh Kantor Perusahaan Cina yang berinvestasi di China.

Terlebih, tidak mungkin TKA Cina lebih murah upahnya dari upah buruh Indonesia. Sebab menurutnya Pendapatan per Kapita Cina saja sudah mencapai 6416.18 USD per tahun.

"Jadi tolong jangan penyakit ekonomi dan sosial yang terjadi akibat kebijakan Joko Widodo yang mengundang investasi Cina plus-plus yang berdampak negatif jangan Presiden buang badan dan bilang politis dan isu. Masyarkat tidak sebodoh pemerintah," tukas Arief.(rmol.co/liputan6.com)