BANGSAONLINE.com - Dugaan serbuan tenaga kerja asing (TKA) di Indonesia bukan isapan jempol. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mendapati bahwa jumlahnya mencapai ratusan ribu pekerja. Sebagian besar TKA dipastikan ilegal karena menjadi buruh kasar.
KSPI mendapatkan laporan tentang kondisi itu dari berbagai daerah. Para TKA tersebut bekerja di berbagai sektor yang selama ini ditekuni kaum buruh. Mulai sopir kendaraan berat, tukang batu, hingga teknisi. TKA ilegal itu menyebar di Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Batam, dan Papua.
Baca Juga: Menaker Ida Fauziah: Selama Masa Pandemi Covid-19, Tidak Ada TKA asal Cina Masuk Indonesia
"Temuan kami, banyak TKA asal Tiongkok yang bekerja sebagai sopir forklif, tukang batu, dan operator mesin," kata Presiden KSPI Said Iqbal seperti dilansir jawapos.com.
Said berharap pemerintah bisa menelusuri TKA ilegal itu. Bukan hanya mendata TKA legal yang berjumlah 21 ribu. "Yang ilegal belum tercatat di Kemenaker," imbuh dia.
Banjir TKA ilegal, menurut Said, tidak lepas dari kebijakan bebas visa yang dimulai Maret lalu. Dia berharap pemerintah segera menemukan solusi untuk menyelesaikan persoalan itu. Sebab, jika kondisi tersebut berlanjut, pekerja lokal yang minim skill bisa tergusur.
Baca Juga: Muslimat NU Telusuri Isu Serbuan TKA di Morowali
Apalagi, berdasar data per Agustus 2016, masih banyak angkatan kerja yang berlatar belakang pendidikan SD-SMP. Jumlahnya 60,24 persen dari 125,44 juta pekerja. "Kalau dibiarkan, bisa menghilangkan kesempatan kerja buruh lokal (level bawah, Red)," tutur dia.
Kalangan buruh tidak mempersoalkan kedatangan pekerja asing yang terampil atau punya skill. Sebab, para TKA itu tidak akan bekerja di sektor pekerja kasar. Selain itu, TKA terampil (skilled worker) sudah diatur dalam Undang-Undang 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Juga, secara teknis telah diatur dalam keputusan menteri ketenagakerjaan.
Berdasar aturan itu, pekerja asing yang diperbolehkan minimal menduduki posisi tenaga ahli. Mereka bisa bekerja di industri pengolahan, pertanian, kehutanan, dan perikanan. Setiap badan atau instansi yang mempekerjakan TKA mesti mengurus izin di Kemenaker. "TKA skilled worker yang bekerja di Indonesia harus didampingi satu orang pekerja lokal," jelasnya kepada Jawa Pos.
Baca Juga: Pengusaha Cina Fokus Investasi Pertambangan, Disnaker Riau Tangkap 98 TKA Asal Cina
Sayang, kekhawatiran KSPI itu kurang mendapatkan respons yang semestinya dari Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri. Dia menegaskan, persoalan TKA sejatinya tidak perlu diperdebatkan. Sebab, penggunaan TKA sudah diatur dalam perundang-undangan. Mulai syarat izin kerja, tinggal, hingga pendidikan yang sesuai jabatan, kompetensi, jabatan yang diduduki, dan alih teknologi. Pemerintah juga mengklaim memiliki sistem kendali yang ketat terkait dengan penggunaan TKA.
Soal KSPI menemukan jumlah TKA yang begitu banyak tidak menjadi perhatian Menaker.
Sementara itu, pengamat ekonomi Enny Sri Hartati mengingatkan pemerintah agar tidak menganggap remeh dugaan-dugaan yang beredar di masyarakat. Menurut dia, masyarakat tidak mempermasalahkan tenaga kerja asal Tiongkok yang berjumlah 21 ribu. Sebab, itu adalah tenaga kerja legal. "Yang dipermasalahkan adalah yang ilegal," ujarnya.
Baca Juga: Usai Buka Kesempatan Bule Pimpin BUMN, Giliran Pulau Ditawarkan ke Asing
Sementara itu, Anggota Komisi I DPR RI TB. Hasanudin mengatakan, adanya kebijakan bebas visa kunjungan kepada 169 negara seringkali disalahgunakan bukan hanya untuk tujuan berlibur melainkan juga untuk bekerja di perusahaan-perusahaan di Indonesia.
Akibatnya, tenaga kerja lokal mengalami persaingan yang semakin berat dengan hadirnya tenaga kerja asing. Dengan menduduki posisi yang sama, tenaga kerja asing mendapatkan gaji yang lebih tinggi dibandingkan tenaga kerja lokal.
"Upah lebih tinggi dengan level yang sama. Akomodasi yang lebih baik daripada tenaga kerja lokal. Di Riau benar seperti itu," katanya dikutip dari Detik.com.
Baca Juga: Pekerja Asing Bisa Pimpin BUMN, Jokowi: Agar Orang-orang Kita Bisa Belajar
Selain itu, banyaknya tenaga kerja asing yang bekerja pada posisi yang bisa dikerjakan tenaga kerja lokal juga membuat angka pengangguran di Indonesia semakin tinggi.
Mudahnya tenaga kerja asing untuk bekerja di Indonesia juga mengundang konflik sosial di dalam masyarakat. Pada level yang sama, tenaga kerja asing mendapatkan keutamaan lebih dibandingkan tenaga kerja lokal.
"Rentan terhadap konflik sosial. Gaji yang tidak sama dan kedua masalah sosial adanya perbedaan bahasa yang tidak dimengerti," kata TB. Hasanudin. (Jawapos.com/Detik.com)
Baca Juga: Tak Berpaspor, Imigrasi Kediri Tahan Lima WNA Asal Cina
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News