Selama 2016, PROFAUNA Terima 102 Pengaduan Perdagangan Satwa Liar

Selama 2016, PROFAUNA Terima 102 Pengaduan Perdagangan Satwa Liar ilustrasi

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Tahun 2016 tingkat kesadaran masyarakat terhadap kasus perdagangan satwa liar semakin meningkat. Ini dibuktikan PROFAUNA dapat berkolaborasi baik dengan masyarakat, dibuktikan dengan adanya 102 pengaduan via email yang diterima PROFAUNA terkait kasus perdagangan satwa liar, terutama di media sosial, selama tahun 2016. Selain itu PROFAUNA juga bermitra erat dengan aparat penegak hukum dan terlibat langsung dalam penanganan beberapa kasus.

"PROFAUNA medorong gerakan-gerakan individu untuk melestarikan hutan dan satwa liar, agar kita bisa bangkit kembali dan Indonesia layak disebut negara mega-biodiversity yang serius menjaga kelestarian keragaman hayati," kata Rosek Nursahid, Ketua PROFAUNA Indonesia, Kamis (29/12).

Baca Juga: Kesepian Ditinggal Istri, Pria di Surabaya Ngaku Dapat Bisikan Gaib untuk Setubuhi Wanita Muda

Dengan kondisi pengamanan dan penegakan hukum yang carut-marut seperti saat ini, masih layakkah Indonesia disebut negara mega-biodiversity yang aman bagi satwa liar?

"Ini adalah pertanyaan bagi diri kita masing-masing. Pelestarian alam perlu sinergi dan kerja keras yang melibatkan banyak pihak, termasuk masyarakat umum," jelasnya.

Rosek menambahkan, bahwa selama 22 tahun bekerja untuk isu hutan dan satwa liar, PROFAUNA banyak sekali bekerja sama dengan masyarakat. Inilah mengapa PROFAUNA telah tumbuh menjadi organisasi grassroots (akar rumput) terbesar di Indonesia di bidang perlindungan hutan dan satwa liar.

Baca Juga: Kampung Narkoba di Jalan Kunti Surabaya Kembali Digerebek: 23 Pecandu Direhab, 2 Pengedar Ditangkap

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menempuh banyak cara untuk mengoptimalkan upaya perlindungan kekayaan hayati Indonesia, termasuk dengan mereformasi lembaganya. Demikian pula dengan PROFAUNA yang selalu membuka kesempatan bagi masyarakat untuk melayangkan pengaduan terkait kasus kejahatan satwa liar.

Tetapi, PROFAUNA menyesalkan fakta bahwa upaya serupa tidak dilakukan di lembaga kehakiman. Terbukti dari vonis-vonis yang dijatuhkan pihak pengadilan terhadap para pelaku kejahatan satwa liar selama tahun 2016 yang mayoritas sungguh tidak setimpal.

Selama tahun 2016, setidaknya ada 12 vonis yang dijatuhkan terhadap pelaku perdagangan dan penyelundupan satwa liar. Di antara vonis yang dijatuhkan kepada pelaku kejahatan satwa liar adalah dalam kasus perdagangan satwa yang diungkap aparat di Singkawang, Kalimantan Barat, yang disebutkan sebelumnya di atas. Terpidana bernama Aming hanya dihukum 9 bulan dan 10 hari penjara serta denda Rp 50 juta atas ulahnya.

Baca Juga: Polisi Bongkar Motif Janda Dibunuh Kekasih di Surabaya, Dipicu Surat Gadai Emas

Rosek merasa heran dari ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, di mana majelis hakim menjatuhkan vonis 2 tahun penjara dan denda sebesar Rp 100 juta, subsider 1 bulan penjara terhadap terdakwa penyelundupan 4.878 kg sirip hiu bernama Soeparli Djoko yang tertangkap di Surabaya pada bulan Pebruari 2016 lalu. Dalam pemberitaan di media massa, Soeparli dikabarkan justru berjoget setelah mendengar amar putusan hakim.

"Sesungguhnya terdakwa ini mempermalukan dan mengolok-olok sistem peradilan negara kita. Jika para hakim terus-menerus menjatuhkan hukuman yang rendah kepada para pelaku perdagangan satwa liar, kapan efek jera bisa dimunculkan." sesal Bayu Sandi, juru kampanye PROFAUNA yang aktif di bidang kelautan. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Geger! Warga Banyu Urip Surabaya Temukan Mayat Bayi Saat Kerja Bakti':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO