Pidato Mega di HUT PDIP Dinilai Lecehkan Islam dan Pancasila, PPP: Dia Tidak Paham Agama

Pidato Mega di HUT PDIP Dinilai Lecehkan Islam dan Pancasila, PPP: Dia Tidak Paham Agama

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Pidato politik Ketum PDI-Perjuangan Soekarnoputri pada peringatan HUT PDIP ke-44 menuai kecaman. Salah satunya berasal dari Politikus senior Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Habil Marati.

Politikus asal Sulawesi Tenggara ini menyindir pidato yang menyebut 'kalau mau jadi orang Islam, jangan jadi orang Arab'.

Baca Juga: Khofifah Kembali Dinobatkan sebagai 500 Muslim Berpengaruh Dunia 2025

Menurutnya, tidak paham posisi agama dalam prespektif penciptaan manusia, bahwa agama Islam bukan budaya Arab. Atas hal itu, dinilai tidak paham agama.

" tidak paham Agama, dan tidak tau beragama. Islam turun di tanah Arab dan pada orang Arab, tapi Allah mengutus Nabi Muhammad bukan untuk mewakili orang Arab dan tanah Arab dalam kenabiannya. Nabi Muhammad mewakili seluruh umat manusia sepanjang zaman," ujar Habil Marati di Jakarta, dikutip dari RMOL.co Kamis (12/1).

Demikian juga soal landasan ideologi tertutup terkait desakan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dipenjara.

Baca Juga: Dukung Bumbung Kosong di Pilkada Gresik 2024, Bagus: Saya Ikuti Omongan Bu Mega Malah akan Disanksi

"Jadi kalau orang Islam menuntut Ahok untuk dipenjarakan karena menistakan Al Quran ini bukan budaya Arab, dan ini pula bukan ideologi tertutup dan bukan pula dogma," kata Habil.

Mantan anggota DPR RI periode 1999-2010 ini menilai, hanya membacakan teks pidato yang disusun tim di PDIP.

" hanya baca teks saja. Dan sekaligus tidak mengerti Pancasila di mana sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Bisa dikatakan sekularisasi UUD 45 menjadi UUD 2002 adalah bertentangan dengan Pancasila, artinya melecehkan dua sekaligus hal yang paling prinsipil yaitu agama dan Pancasila," katanya dilansir Poskotanews.com.

Baca Juga: Mengingat Kembali Deklarasi Ciganjur, Pentingnya Menjaga Konstitusi dan Kedaulatan Rakyat

Anggota Komisi III DPR Raden Muhammad Syafi’i menilai pidato Ketua Umum PDIP, Soekarnoputri pada HUT ke-44 PDIP yang ke 44 lalu, bukan ditulis langsung oleh , tapi oleh penulis pidato. Menurutnya, dalam pidato itu, baik penulis maupun Mega tidak memiliki pemahaman yang cukup tentang apa yang diucapkan dan yang dituliskannya.

sebagai pembaca pidato yang dibuat orang lain itu saya yakin sama-sama tidak memahami dan memiliki pengetahuan agama yang cukup baik sehingga bisa berbicara dan menulis pidato yang demikian menyakitkan umat Islam,” imbuhnya.

Menurut Syafi’i, mereka tidak memahami kultur dan semangat religiusitas di Indonesia. Kehidupan beragama di Indonesia selama ini sudah berjalan dengan baik, kerukunan umat beragama juga sudah terawat dengan baik. Tentu, ini karena dipelihara oleh masing-masing pemeluk agama dan terutama sikap tolerannya pemeluk Islam.

Baca Juga: Haul Bung Karno Ke-54, Sang Proklamator Dapat Hadiah Istimewa dari Cucu

“Karena itu kalau berbicara hendaknya disesuaikan dengan kapasitas. Jika kehidupan setelah kematian (akhirat) dikatakan ramalan-ramalan, jelas mereka tidak memahami itu. Ini masalah keimanan,” katanya.

Sangat riskan bagi kerukunan di negeri ini kalau bicaranya seperti itu. Ia mengimbau kepada semua pemimpin yang ada di republik untuk berbicara sesuai kapasitas dan menjaga persatuan dan kesatuan, merawat kerukunan umat beragama.

“Jangan sekali-sekali berbicara rasis baik untuk bangsa sendiri maupun bangsa lain di dunia serta menjaga sopan santun tata budaya bangsa,” tegasnya.

Baca Juga: Patung Kurus Hidung Panjang Simbol Kepalsuan dan Kemunafikan, Butet Sindir Siapa?

Politisi Gerindra itu juga menyoroti pernyataan yang menyinggung sikap keagamaan terkait Arab, Hindu, dan lainnya, yang dinilainya juga menyudutkan pihak lain.

Dia sepakat bahwa bangsa indonesia memang tidak perlu menjadi seperti bangsa lain tapi perlu dipahami bahwa dalam ibadah-ibadah Islam itu banyak yang menggunakan bahasa Arab. Ini menurut Romo bukan berarti kita menjadi seperti bangsa Arab.

“Selain itu sangat tidak layak kalau kita mendeskreditkan bangsa lain hanya karena persoalan agamanya,” ujarnya.

Baca Juga: Megawati Jawab Tantangan Kuasa Hukum 02, Siap Jadi Saksi di MK

Menurutnya, pidato telah menghina semua hal yang terkait dengan Islam. Bahkan dianggap sebagai penistaan yang sangat menusuk iman Islam.

Dia pun meminta untuk mempertanggungjawabkan isi pidatonya tersebut karena telah menghina Allah SWT, Al-Quran, Nabi Muhammad SAW dan umat Islam.

"Pidato itu terutama yang dia katakan bahwa firman Allah itu adalah ramalan adalah penistaan yang sangat menusuk akidah umat Islam dan harus dipertanggungjawabkan," tegasnya seperti dilansir RMOL.co.

Baca Juga: Gerindra Sebut Prabowo Akan Jembatani Hubungan Antara Jokowi dengan PDIP

Tidak itu saja, Anggota Komisi III DPR ini mengatakan kalau telah menghina iman Islam karena salah satu bunyi rukum iman percaya pada hari akhir, dan kalau tidak percaya hari akhir maka dia bukan Islam.

Sedangkan Prof. Ryaas Rasyid mengatakan, di dalam pidato itu ada pesan yang dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Walaupun menurutnya, sang pembaca pidato, Mega, tidak memiliki niat untuk itu.

Ryaas Rasyid mengatakan, dirinya mengenal Mega cukup lama dan tahu batas kemampuannya berpidato dan berkomunikasi.

Baca Juga: Megawati Belum Bahas Pengguliran Hak Angket, Mahfud MD Beberkan Alasannya

“Penulis pidatonya pasti seorang yang anti-Islam atau sangat takut pada kebangkitan Islam atau mau menempatkan PDI Perjuangan pada garis depan konfrontasi nasionalis terhadap Islam. Ini sangat berbahaya,” kata Ryaas.

Ryaas Rasyid meminta ummat Islam tidak langsung terpancing atau terprovokasi untuk melawan . Apalagi menempatkan sebagai sasaran. Sebab tujuan penulis pidato itu agar ummat menyasar ke karena Mega akan otomatis dibela kaum marhaenis.

“Target kelompok anti Islam itu adalah membenturkan nasionalis-marhaenis versus Islam. Ini yang ingin dibenturkan oleh kekuatan anti Islam itu,” ujar Ryaas. (rmol.co/poskotanews.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO