JOMBANG, BANGSAONLINE.com - Hj. Sinta Nuriyah Wahid, istri Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menemani puluhan warga Kabupaten Jombang memperingati perayaan Imlek 2568, Minggu (5/2). Istri Presiden RI Keempat tersebut berpesan agar warga tidak mudah terprovokasi atas situasi politik yang terjadi akhir-akhir ini.
Mengawali acara yang dilaksanakan di rumah Sinta Nuriyah di Jl. Juanda Jombang itu, lagu Indonesia Raya dinyanyikan bersama-sama. Selanjutnya, perwakilan dari etnis Tionghoa dipersilahkan menyampaikan sambutannya.
Baca Juga: Wapres Kiai Ma'ruf Amin Ingatkan Etika dan Budaya Malu saat Sambutan Tahun Baru Imlek
Willy Sugianto, salah satu perwakilan dalam sambutannya mengingatkan kembali peran Gus Dur dalam dinamika etnis Tionghoa Indonesia. "Pada era Presiden Abdurrahman Wahid, berbagai regulasi diskriminatif dicabut. Belenggunya dibuka. Tionghoa berhutang banyak pada Gus Dur," katanya.
Lebih lanjut ia mengatakan, Imlek tahun ini dilaksanakan dalam suasana Indonesia yang penuh dengan intrik politik yang berpotensi memecah belah kesatuan dan persatuan bangsa.
Sementara Sinta Nuriyah menyatakan, warisan pluralisme Gus Dur saat ini mendapat tantangan luar biasa. Kepentingan politik saat ini begitu menonjolkan kebencian, jauh dari cita-cita luhur pendiri bangsa. Ia pun mewanti-wanti agar setiap orang bisa menahan emosi dan tidak terprovokasi. "Jangan sampai kita bersikap frontal. Harus tabayyun dulu," ujarnya.
Baca Juga: Perseteruan Pemilik Liek Motor dengan Putra Pertamanya Belum Selesai
Salah satu hadirin, Suster Margaretha dari Katolik Jombang dalam kesempatan tersebut menyampaikan besarnya jasa Gus Dur bagi demokrasi Indonesia. Kelompok yang selama ini tertindas mendapat pembelaan dari Gus Dur.
"Saya punya banyak teman dengan pengalaman buruk selama Orde Baru, maupun Peristiwa 65," tutur Suster.
Imlekan kali ini tidak hanya dihadiri kalangan Tionghoa, namun etnis lain dari beragam latar belakang agama juga ikut merayakan.
Baca Juga: Imlek itu Spiritual atau Dansa Hura-Hura Dor! Dor! Dor! 10 Orang Tewas
"Kami ingin publik mengetahui pentingnya menjaga keragaman yang ada. Karena bagaimanapun, sejarah peradaban Indonesia tidak bisa dilepaskan dari kontribusi etnis Tionghoa," terang Aan Anshori, penggagas acara yang juga aktivis Jaringan GUSDURian.
Acara kemudian diakhiri doa bersama 6 agama dan ditutup dengan menyanyikan lagu Satu Nusa Satu Bangsa dan Padamu Negeri. (rom/rev)
Baca Juga: Imlek, Binatang Fantasi, Gus Dur Shio Naga, Mega Shio Babi, Jokowi?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News