
GRESIK, BANGSAONLINE.com - Polres Gresik berhasil membongkar sindikat penjualan satwa jenis burung langka yang dilindungi oleh negara di wilayah hukum Polsek Menganti, tepatnya di Perumahan Swan Menganti Park, Desa Pelemwatu, Kecamatan Menganti.
Pelakunya berinisial YDP (29), warga Klaten, Jawa Tengah. Penangkapan tersebut, petugas berhasil mengamankan sejumlah BB (barang bukti) di antaranya, 13 ekor burung jenis jalak putih (strumus melanopterus), 1 buah Handphone merk MI dan 2 buah sangkar octagon.
Menurut Kasat Reskrim Polres Gresik, AKP Adam Purbantoro, penangkapan penjual burung langka berawal adanya informasi warga perumahan Swan Menganti Park Desa Pelemwatu Kecamatan Menganti pada Kamis (9/3) yang masuk ke petugas PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) dari kantor Seksi Wilayah II Surabaya BPPHLHK (Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan) wilayah Jawa Bali Nusa Tenggara.
BACA JUGA:
Mendapatkan laporan itu, lanjut Adam, PPNS BPPHLHK langsung menghubungi Polres Gresik.
"Kemudian, petugas gabungan Polres Gresik dan PPNS BPPHLHK langsung menuju TKP (tempat kejadian perkara). Kami langsung OTT (operasi tangkap tangan) pelaku dengan barang bukti 13 ekor burung," katanya.
Ditegaskan Kasat, pelaku ditangkap karena terbukti menyimpan dan transaksi burung yang dilindungi negara. Karena itu, pelaku dan barang bukti dibawa ke Mapolres Gresik untuk penyidikan dan pengembangan lebih lanjut oleh PPNS BPPHLHK.
Berdasarkan pemeriksaan, tersangka mengakui telah menjual satwa dilindungi tersebut. "Tersangka sudah menjalankan aktivitas ilegal selama 3 bulan. Pengakuan tersangka, burung dijual Rp 1,6 juta per pasang," jelasnya.
"Burung dijual di wilayah Surabaya dan Jawa Tengah," sambungnya.
Ditambahkan Adam, pihak Polres Gresik tengah mengembangkan kasus tersebut. Langkah ini dilakukan untuk menggulung jaringan tersangka.
Sementara akibat perbuatannya, tersangka YDP dijerat dengan pasal 40 ayat (2) jo pasal 21 ayat (2) hutuf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990, tentang konservasi SDA HE (Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem), dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara atau denda Rp 100 juta. (hud/rev)