MALANG, BANGSAONLINE.com - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang menjalin kerjasama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Penandatangan MoU kedua belah pihak dilakukan oleh Bupati Malang, Dr. H. Rendra Kresna dan Wakil Kepala LIPI, Prof. Dr. Bambang Subiyanto, M.Agr di Hotel Santika Kota Malang, Rabu (15/3) malam kemarin.
Dalam kesempatan ini, Bupati Malang, Dr. H. Rendra Kresna berharap hasil penelitian oleh LIPI mendapatkan tindak lanjut yang bisa dimanfaatkan tidak hanya Kabupaten Malang namun juga kabupaten kota seluruh Indonesia. Lantas, ada tiga hal yang ia sampaikan kepada LIPI agar diteliti seperti yang menjadi bagian fokus tugas dari pemerintah pusat. Pertama, seiring tugas dari KemenPAN-RB meneliti tentang kebutuhan dan formasi ASN di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) baik pemerintah pusat dan daerah. Pasalnya, Pemerintah Pusat menegaskan, jumlah pegawai saat ini terlalu gemuk jika dibandingkan jumlah penduduk Indonesia, yakni 6 juta dibanding 250 juta.
Baca Juga: Plt Bupati dan Kepala DPUBM Malang Tinjau Pembangunan Gondanglegi-Balekambang
‘’Jadi, menurut Pemerintah Pusat, satu orang PNS bisa melayani lebih dari 40-an orang. Tetapi di daerah, terutama di Kabupaten Malang, satu orang PNS melayani 400 orang. Jika kami menyatakan usulan penambahan PNS, katanya sudah terlalu gemuk. Kabupaten Malang sudah lima tahun lebih tidak melakukan jatah tambahan PNS, padahal yang pensiun 400-500 setiap tahunnya. terutama guru yang dulu diangkat massal pada inpres 74-75-76-77, jadi mereka juga pensiun massal,” ucapnya.
Ia mencontohkan, Kabupaten Malang memiliki Sekolah Dasar berjumlah 1100 sekolah dengan diisi PNS hanya 2-3 orang. Operasional pendidikan terbantukan oleh GTT yang gajinya dinilai Bupati Malang tidak manusiawi karena hanya Rp 400 ribu per bulan, sedangkan UMR sebesar Rp 2,6 juta. Selain di bidang pendidikan, hal ini juga terjadi di jajaran PNS Pemkab Malang. Satu contoh, di Kecamatan Singosari, diisi camat dengan staf hanya 15 orang dengan penduduk 200 ribu orang. Bahkan, Kepala Seksi (Kasi) tidak memiliki staf. Begitu juga di SKPD, banyak Kasi tidak punya anak buah.
‘’Belum lagi kebijakan tidak ada lagi pengangkatan PNS keluaran SMA atau mungkin di bawahnya. Sementara pegawai rendahan itu juga mengatur keuangan. Contohnya Ulu banyu, tanpa mereka, orang bisa bertengkar. Mereka hanya golongan IIA atau mungkin I. Tak hanya itu, desa-desa tidak punya sekdes (Sekretaris Desa, Red). Padahal harusnya PNS baru direvisi ditetapkan perangkat desa. Untuk mengisi posisi Sekdes itu sekarang setengah mati berat. Kekurangan PNS seharusnya tidak dianggap semua kabupaten kota itu kelebihan, melainkan harus diteliti. 10 tahun lalu, pegawai di kabupaten malang 22 ribu, kini tinggal 17 ribu. Serta bagaimana solusi terkait pembiayaan gaji jika nantinya ada penambahan PNS. Kami berharap LIPI menelitinya,” harap Bupati Malang.
Baca Juga: Pemkab Malang bersama Bea Cukai Musnahkan Hasil Penindakan Rokok Ilegal dan MMEA
Kedua, pria ramah ini juga ‘curhat’ tentang ketahanan pangan. Ia menceritakan, Pemkab Malang pernah mengadakan kerjasama dengan pemerintah kota Nong An, Cina untuk meneliti padi. Hasilnya, padi yang ditanam hasilnya tercatat 1 tangkai padi jenis IR64 menghasilkan 600 bulir. Namun, tidak ada rekomendasi untuk ditindak lanjuti. Begitu juga, saat meneliti pertanian Apel manalagi khas Malang yang rasanya kecut sekali. Bupati Malang berharap LIPI punya cara bagaimana apel manalagi ini bisa manis, seperti Mangga manalagi yang terkenal manis, sehingga sama-sama memiliki nilai jual tinggi.
‘’Kabupaten Malang punya jalan beraspal terpanjang 16 ribu km. Setiap tahun hancur karena Kabupaten Malang memiliki area pertanian tebu terbesar di Pulau Jawa. Bahkan, yang dibina Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan seluas 50 ribu hektar, sedangkan lahan kritis milik yang dikelola Perhutani lebih dari 70 ribu hektar. Zaman belanda pabrikan tidak semuanya di jalan raya dengan menggunakan lori. Kini, semua dibebankan pada jalan raya,” terangnya.
Ketiga, Bupati Malang juga meminta bantuan agar LIPI juga meneliti hasil dari sebuah undang-undang. Satu contoh Undang-undang No 23 tahun 2014 tentang Otonomi Daerah. Salah satu pasalnya, ditegaskan pendidikan menengah atas tidak lagi ditangani pemerintah kota kabupaten, melainkan ditarik pemerintah provinsi. Hal ini kemudian tidak tune in dengan misi misi bupati dan walikota terkait dengan penyediaan SDM. Bahkan, contoh kecil, Pemkab Malang kesulitan berkoordinasi dengan SMA-SMK. Pasalnya, belum satu tahun SMA-SMK diambil provinsi, kepala SMA-SMK saat diundang Dinas Pendidikan tidak ada yang datang dan menghiraukan.
Baca Juga: Sidak, Plt. Bupati Malang Pastikan Persiapan Pengerjaan Jalan Gondanglegi - Balekambang
‘’Selain itu, Pemerintah Provinsi jarak rentangnya ke daerah itu tidak cukup. Mau mengawasi, sangat jauh. Di Kabupaten Malang melibatkan 12 ribu orang yang dulunya ditangani Diknas kini hanya ditangani tiga orang yang ditempatkan di Bakorwil. Jangankan untuk sekolah swasta, negerinya saja sangat banyak. Bagaimana pengelolaan, pengawasan dan penyaluran. Hasil dari undang-undang yang berlaku ini belum pernah diteliti. Saya terima kasih kepada LIPI menjadikan Kabupaten Malang sebagai salah satu mitra dan tempat meneliti berbagai hal. Kami akan siapkan tempatnya, baik di bidang pertanian, perkebunan, peternakan dan lain-lain,” ucap Bupati Malang. (thu/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News