LAMONGAN, BANGSAONLINE.com - Ratusan Nelayan yang tergabung dalam Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Cabang Lamongan menolak perundang-undangan dan kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Hal itu disampaikan para nelayan dalam kunjungan reses serap aspirasi oleh anggota Komisi IV DPR RI, Viva Yoga Mauladi, sekaligus sosialisasi UU Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan nelayan, Pembudidaya ikan dan Petambak Garam, kemarin di PPI Brondong, Kabupaten Lamongan.
Baca Juga: Khofifah Blusukan ke Pasar Kliwon dan Dialog dengan Nelayan di Lamongan
Kepada para nelayan,Viva Yoga berjanji akan memperjuangkan nasib nelayan lamongan. "Kami akan terus berjuang demi kesejahteraan nelayan," ujarnya.
Ketua HNSI Cabang Lamongan, Agus Mulyono, menyatakan pihaknya menolak dengan tegas atas peraturan yang dinilai para nelayan bertentangan merugikan kesejahteraan nelayan. "Kami (nelayan) diberi hak-hak dan ruang. Namun secara teknis banyak peraturan-peraturan yang bertentangan terutama terkait Permen 1 dan 2 tahun 2015. Kami menolak keras akan kebijakan tersebut," tegasnya.
Apalagi, lanjut Agus, Permen no. 71, di mana nelayan tidak diperbolehkan memakai alat bantu mesin. Selain itu ia juga mempersoalkan anggapan nelayan sebagai perusak.
Baca Juga: Difasilitasi EMCL, Nelayan di Tuban-Lamongan Berlomba Buat Sambal dan Olahan Hasil Laut
"Saya tidak terima, tidak rela, bahwa nelayan dikatakan eksploitasi atau perusak. Nelayan Lamongan itu ya cukup hidupnya. Tidak ada nelayan yang kaya raya. Dan kapalnya milik perorangan, bukan milik perusahaan," kata Agus.
Soal klasifikasi nelayan, menurut Agus, nelayan kecil atau besar tidak diidentifikasi berdasarkan kapalnya.
"Nelayan ya nelayan, walaupun itu kapalnya besar, tetep penghasilannya kecil. Di Lamongan ini rata-rata penghasilannya 1,5 juta sampai 2 juta rupiah itu sudah bagus per bulan," terangnya.
Baca Juga: SKK Migas Apresiasi Program Penghijauan FSO Gagak Rimang
Agus juga menyinggung kebutuhan pemodal saat nelayan bekerja. "Itu pun pembagian keuntungan untuk nelayan dapat 80 persen dan pemodal 20 persen. Nelayan tidak ada kontrak kerja, mereka mau pindah ke perahu mana, kapal mana terserah. Inilah aturan yang perlu dirubah. Ketika ada penandatanganan pelarangan, berdosa itu yang menandatangani. Karena nelayan kehilangan pekerjaan," bebernya.
"Semestinya ada kajian dulu (terkait Permen no. 71, Red), dikasih solusi dulu, baru disosialisasikan dan semua pengajuan protes nelayan sudah kami tulis," pungkasnya. (qom/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News