Hadirkan Pemateri dari KPK, Pemkab Sidoarjo Cegah Pejabatnya Tersandung Gratifikasi

Hadirkan Pemateri dari KPK, Pemkab Sidoarjo Cegah Pejabatnya Tersandung Gratifikasi ANTISIPASI: Wabup Sidoarjo Nur Ahmad Syaifuddin dan pemateri dari KPK saat sosialisasi Perbup tentang gratifikasi, di Aula BKD, Rabu (26/4). foto: Kominfo Sidoarjo

SIDOARJO, BANGSAONLINE.com - berupaya maksimal agar pejabatnya tak tersandung kasus gratifikasi. Ini dilakukan dengan terus mensosialisasikan Perbup Sidoarjo Nomer 38/Tahun 2016 tentang Pedoman Pengendalian Gratifikasi Bagi Penyelenggara Pemerintahan di Sidoarjo.

Rabu (26/4) siang tadi, 100 pejabat Pemkab, di antaranya Kepala OPD, mengikuti sosialisasi perbup tersebut, di Aula Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sidoarjo.

Baca Juga: Rakor Bersama DPRD, Pjs Bupati: Perkuat Sinergi Turunkan Angka Korupsi di Sidoarjo

“Masalah gratifikasi masih marak di tanah air. Bupati Sidoarjo tidak ingin pejabatnya tersandung gratifikasi. Karena itulah dibuat Perbup 38/2016,” cetus Wabup Nur Ahmad Syaifuddin saat membuka sosialisasi. Ia menyebut, pejabat tersandung gratifikasi akibat kurang pahamnya tentang gratifikasi.

Katanya, pemberian hadiah merupakan hal lumrah. Namun tidak diberikan kepada pejabat dengan imbalan keistimewaan dalam memperoleh pelayanan. “Jadi para pejabat pada dasarnya tidak boleh menerima apa-apa yang ada hubungannya dengan jabatan dan wewenangnya,” tandas Cak Nur, panggilan karib Nur Ahmad Syaifuddin.

Sementara itu, Fungsional Pemeriksa Gratifikasi Direktorat Gratifikasi KPK Yulianto Sapto menjelaskan, gratifikasi adalah uang atau hadiah kepada pegawai di luar gaji yang ditentukan. Bentuknya bisa berupa uang, barang, diskon, komisi, tiket penginapan hingga tiket wisata. Besar kecilnya gratifikasi tidak menjadi batasan hal tersebut diperbolehkan. Semua pejabat dilarang menerima gratifikasi berkaitan dengan jabatannya.

Baca Juga: Sidang Lanjutan Dugaan Korupsi Insentif BPPD Sidoarjo: 4 Saksi Bantah Terima Uang

Kata Yulianto, gratifikasi termasuk dalam tujuh klasifikasi korupsi. Katanya, berdasarkan Global Corruption Barometer tahun 2013, pemberian uang pelicin terhadap pelayanan di Indonesia sangat tinggi. Sekitar 71% penyuapan bertujuan mempercepat pengurusan. Sedangkan suap sebagai bentuk ucapan terimakasih, sekitar 13%.

Sedangkan dari Survei Integritas Sektor Publik yang dilakukan KPK mulai tahun 2009-2014, terdapat peningkatan pemberian gratifikasi dengan tujuan mendapatkan pelayanan pengurusan dengan cepat. Dari data itu, terjadi peningkatan dari 45% di tahun 2009 menjadi 69% di tahun 2011. Namun pemberian gratifikasi untuk mempercepat waktu pengurusan menurun di tahun 2012 dan tahun 2013 menjadi 40.20%.

Di tahun 2014 gratifikasi dengan tujuan tersebut kembali naik sebesar 46.85%. Menurut Yulianto, banyak hal yang menjadi penyebab seseorang menerima gratifikasi. Pertama dari tekanan internal maupun eksternal baik dari pribadi maupun organisasi bisa juga dari kesempatan dan rasionalisasi pembenaran atas perbuatan yang dilakukan. Dan juga bisa dari kewenangan jabatan.

Baca Juga: Pastikan Layanan Kesehatan Optimal, Pjs Bupati Sidoarjo Sidak RSUD Notopuro

Yulianto menegaskan, banyak kasus yang sudah menjerat pejabat tanah air yang tersangkut kasus gratifikasi. Untuk itu ke depan penekanan pemahaman gratifikasi kepada pejabat pemerintah harus terus dilakukan.

Kabag Hukum Heri Soesanto mengatakan kegiatan ini juga untuk mensosialisasikan keberadaan Unit Pengendali Gratifikasi (UPG) Sidoarjo. Unit tersebut dibidangi Inspektorat Kabupaten Sidoarjo serta BKD Sidoarjo dan instansi terkait lainnya. Keberadaan UPG tersebut sebagai upaya pengendalian intern pemerintah terkait penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan. (sta/rev)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO