SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Sejarah panjang mengiringi terciptanya masyarakat Surabaya yang religius, berani, dan sangat menjaga tradisi. Hal ini bisa dimaklumi lantaran salah satu gerbang kedatangan dan penyebaran Islam adalah di Kota Surabaya.
Sejarawan Universitas Airlangga (Unair), Dr Purnawan Basundoro SS MHum mengatakan, terjadi pergulatan sejarah yang cukup panjang untuk menciptakan masyarakat dengan kondisi semacam itu di Surabaya. Hal itu kemudian terefleksi menjadi sebuah koloni-koloni atau kampung-kampung yang memiliki ciri tersendiri, salah satu cirinya adalah masyarakat yang religius.
Baca Juga: Kampung Narkoba di Jalan Kunti Surabaya Kembali Digerebek: 23 Pecandu Direhab, 2 Pengedar Ditangkap
Hal senada juga diungkapkan oleh Pengamat Sejarah Islam Surabaya Solahuddin Azmi (Gus Udin). Dia mengatakan bahwa masuknya Islam di Indonesia tidak semata-mata disebarkan begitu saja, namun benar-benar ditancapkan sampai ke akar-akarnya.
Menelusuri jejak-jejak persebaran Islam di Indonesia khususnya Surabaya, menurut Purnawan, bisa dilihat dari keberadaan makam wali, masjid atau langgar kuno serta pesantren yang berada di dalam kampung-kampung. Keberadaannya di tengah-tengah masyarakat ada yang terawat hingga kini merupakan bukti kuat masyarakat menjaga serta melestarikannya.
“Masyarakat menghargai perjuangan mereka. Buktinya ziarah terus diakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap orang-orang yang berjasa terhadap syiar Islam itu,” tegas alumnus Ilmu Sejarah UGM ini.
Baca Juga: Polisi Bongkar Motif Janda Dibunuh Kekasih di Surabaya, Dipicu Surat Gadai Emas
Sebut saja Makam Sunan Ampel, Sunan Bungkul, serta makam Waliyullah lainnya. Dari Masjid Agung Ampel zaman Majapahit hingga Masjid Kemayoran zaman Kolonial Belanda. Dari pesantren kuno yang tinggal nama hingga yang masih bertahan sampai saat ini seperti di Kampung Sidosermo.
Meski dikenal sebagai Kota Pahlawan, Surabaya tidak bisa menyembunyikan identitasnya sebagai salah satu destinasi wisata religi karena terdapat makam salah satu Walisongo, penyebar Islam pertama di tanah Jawa, yakni Sayyid Ali Rahmat atau Raden Rahmat yang bergelar Sunan Ampel.
Tidak hanya terkenal karena keberadaan Makam Sunan Ampel berikut Masjid Agungnya, Surabaya juga terkenal karena sebagai tempat kelahiran organisasi Islam terbesar di Indonesia, yakni Nahdlatul Ulama (NU), tepatnya di Kampung Bubutan dan Kawatan.
Baca Juga: PT Umroh Kilat Indonesia, Prioritaskan Beri Edukasi ke Para Jemaah
Begitu kentalnya tradisi Islam yang terjaga ini hingga sah-sah saja apabila Surabaya menyandang slogan sebagai Kota Religi. Namun, menurut Ahli Sejarah Universitas Airlangga Dr Purnawan Basundoro, SS. MHum, Surabaya tidak terlalu penting mengklaim hal-hal seperti itu.
“Saya kira slogan-slogan itu tidak terlalu urgent. Yang paling penting bagaimana perilaku orangnya dan bukan slogannya. Siapa pun boleh membuat slogan tapi bagaimana mengamalkan slogan itu yang mencerminkan perilaku keseharian dari warga kota Surabaya. Kalau warganya religius tanpa ada slogan-slogan pun orang akan paham,” pungkas alumni Program Doktor Jurusan Ilmu Sejarah UGM tahun 2013 ini.
Dalam tulisan serial 'Blusukan ke Kampung-kampung Religi di Surabaya' ini bakal dikupas mengenai beragam kampung dan perubahannya. Bisa jadi kampung yang dulunya dikenal sangat religius menjadi tidak religius. Begitu juga berlaku sebaliknya, kampung yang dulunya tidak religius sekarang menjadi sangat religius. (ian/lan/bersambung)
Baca Juga: Korban Tewas, Begal Perempuan di Surabaya Hanya Dikenakan Pasal Curat, Pengacara Beberkan Alasannya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News