KAMPUNG Kembang Kuning memiliki keterkaitan sejarah yang sangat kuat dengan Sunan Ampel. Keberadaan Masjid Rahmat serta makam Mbah Karimah Wiroseroyo yang merupakan mertua dari Sunan Ampel, menjadi magnet yang sangat kuat bagi para peziarah serta pecinta Sunan Ampel.
Ramainya para peziarah makam Mbah Karimah puncaknya saat gelaran haulnya. Selain itu, ada rombongan peziarah yang aktif satu bulan sekali datang ke makam Mbah Karimah, yakni dari Gresik, Pasuruan, serta Malang Selatan (Dampit).
Baca Juga: Ngabuburit di Masjid Al-Akbar Berhadiah Motor
“Mereka ini biasa datang secara rombongan sebanyak dua sampai tiga bis sekaligus,” tutur Suripto, juru kunci Makam Mbah Karimah Wiroseroyo.
Selain dari Jawa Timur, ada rombongan dari luar Jatim yang rutin berziarah sebulan sekali seperti dari Pekalongan (Jawa Tengah) serta Cirebon (Jawa Barat). Para peziarah ini merupakan rombongan dari Ziarah Walisongo yang sebelumnya mendapat info dari mulut ke mulut atau diberi tahu oleh orang-orang yang sudah pernah berziarah sebelumnya.
Tidak hanya dari dalam negeri saja, dari luar negeri pun juga melakukan ziarah di makam mertua Sunan Ampel ini. Mulai dari Malaysia, Brunei Darussalam serta Singapura, saat kapal mereka sandar di Tanjung Perak. Mereka mendapat info dari radio Surabaya kalau ada haul Mbah Karimah, lalu datang untuk ziarah.
Baca Juga: Di Gunung Kawi Makam Ulama Tarekat Paling Keramat, Bertransformasi Jadi Tempat Doa Jadi Kaya
“Ada satu warga Malaysia yang sempat memberikan saya uang sebesar 10 Ringgit,” kenangnya.
Membaca namanya, jamak orang mengatakan bahwa Mbah Karimah itu mertua perempuan Sunan Ampel. Padahal sebenarnya Mbah Karimah ini adalah mertua lelaki. Memang nama Karimah merupakan anak perempuan dari Ki Wiroseroyo yang dinikahi Sunan Ampel itu.
“Karena masyarakat itu sudah terbiasa menyebut anaknya terlebih dahulu kemudian diikuti nama ayahnya sebagai panggilan penghormatan, maka yang muncul nama Mbah Karimah Wiroseroyo,” ungkapnya.
Baca Juga: Puluhan Bonek-Bonita Jarak-Dolly Berbagi Takjil Nasbung dan Jajanan
Sejarah telah menceritakan, sebelum membangun permukiman serta Masjid Ampel Denta, Sunan Ampel singgah di satu wilayah tepatnya Kampung Kembang Kuning. Di Kampung inilah Sunan Ampel membangun cikal bakal masjid yang konon tertua di Pulau Jawa. Dengan dibantu oleh mertuanya, ia pun bahu-membahu mendirikan sebuah langgar yang kini menjadi Masjid Rahmat itu.
Mertua Sunan Ampel bernama Ki Wiroseroyo ini merupakan seorang Prajurit Kerajaan Majapahit yang ditugasi sebagai penjaga batas kerajaan di wilayah Kembang Kuning. Saat itu sejarah mencatat, awal abad ke 15, Kota Surabaya bagian selatan masih berupa hutan belantara. Hal ini bisa ditelusuri jejaknya dengan melihat nama-nama daerah, seperti Wonokromo, Wonosari serta Wonokitri.
Di Wonokitri inilah tepatnya hutan Kembang Kuning, Ki Wonoseroyo pertama kali bertemu dengan Sunan Ampel yang saat itu masih memakai nama Raden Rahmat.
Baca Juga: Jaga Rasa Kekeluargaan, Pemuda Pancasila Dukuh Pakis Gelar Bukber Bersama Beralaskan Daun Pisang
“Setiap pagi di hutan Kembang Kuning ini ia bekerja membabat hutan (babad alas) untuk dijadikan rumah, Ki Wonoseroyo sering keluar masuk hutan,” jelasnya.
Pertemuan mereka bermula saat itu Ki Wiroseroyo mendapati seorang pemuda tampan yang sedang menghadap ke barat, menengadahkan kedua tangannya ke atas sambil mengucapkan sesuatu. Ia lalu memanggil-manggil pemuda tersebut berkali-kali namun tidak ada respon. Belakangan diketahui, ternyata pemuda itu dikira sedang melakukan tapa seperti layaknya umat Hindu.
“Padahal Raden Rahmat sedang melakukan salat lalu disambung dengan doa setelah selesai salat. Saat itu memang masyarakat mayoritas memeluk agama Hindu dan Budha. Ki Wiroseroyo pun juga adalah seorang Hindu,” ungkap Surip, sapaan akrab Suripto.
Baca Juga: Peduli, IKA Stikosa AWS bersama Gusdurian dan INTI Bagikan 200 Paket Takjil
Tingkah laku Raden Rahmat itu menimbulkan rasa penasaran Ki Wiroseroyo. Sebagai seorang penguasa Kampung Kembang Kuning ia pun menanyakan langsung jati diri pemuda asing itu. Pemuda asing itu pun lalu mengaku sebagai Raden Rahmat yang menganut agama Islam dan mau menyebarkan Islam. Terjadi dialog antara Ki Wiroseroyo dengan Raden Rahmat yang intinya menantang Raden Rahmat adu kesaktian.
“Apabila kalah ia pun memasrahkan dirinya kepada Raden Ramat untuk diapakan sesuka hati. Ki Wiroseroyo dikenal sebagai salah seorang prajurit Majapahit yang memiliki kesaktian tingkat tinggi serta sering mengalahkan musuh-musuhnya,” urainya.
Sejurus kemudian, Ki Wiroseroyo pun akhirnya mengaku kalah oleh Raden Rahmat. Sesuai janjinya, ia pun pasrah diapakan saja oleh Raden Rahmat.
Baca Juga: Ponpes Baiturrahman Beran Ngawi, Lahirkan Banyak Santri Sukses, Tanpa Dipungut Biaya
“Raden Rahmat pun tidak meminta yang aneh-aneh. Ia hanya meminta Ki Wiroseroyo untuk membaca syahadat. Maka sejak saat itu, Ki Wiroseroyo resmi menjadi murid pertama Raden Rahmat,” pungkasnya. (ian/lan/bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News