SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Nama Mathur Husyairi populer saat tertembak di depan rumahnya di Bangkalan Madura. Namanya menjadi isu nasional, terutama karena keberaniannya mengungkap kasus-kasus korupsi sehingga ia jadi sasaran pembunuhan orang tak dikenal. Saat ia tergeletak di RS Dr Soetomo karena ditembak orang tak dikenal, almarhum mantan ketua umum PBNU KH Ahmad Hasyim Muzadi yang saat itu menjabat anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) menjenguk.
Awalnya aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Tarbiyah PAI IAIN Sunan Ampel pada 2001 ini bergerak mengungkap korupsi di wilayah Bangkalan. Tapi kini mulai merambah kasus-kasus besar di Jawa Timur. Ia disebut-sebut sangat intensif menyuplai data dan informasi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Benarkah? Kenapa ia memilih jadi aktivis anti korupsi yang penuh risiko?
Baca Juga: Kejagung Tangani Kasus Dugaan Oknum Jaksa Terima Suap di Jombang
HARIAN BANGSA dan bangsaonline.com mewawancarai pendiri Bangkalan Corruption Watch (BCW) dan Ketua Jaringan Kawal Jawa Timur (JAKA JATIM) ini secara bersambung:
Apakah OTT Muhammad Basuki, Ketua Komisi B DPRD Jawa Timur oleh KPK akan melebar ke tersangka lain?
Perlu saya luruskan bahwa OTT ini sebenarnya berawal dari staf dari SKPD kemudian ke staf dewan, baru kemudian ke ketua komisi B. Apakah akan melebar ke tersangka lain, yang pasti sudah ada nama yang disebut oleh KPK. Bertambah lagi atau tidak, tergantung dari temuan alat bukti dan hasil penyidikan. Nanti pasti ada pengakuan dari beberapa orang yang sudah ditahan. Masyarakat tentunya sangat berharap ada justice collaborator di kasus ini, karena ketua komisi B tentunya tidak sendirian, apalagi ini disebutkan oleh KPK sebagai uang setoran per triwulan.
Baca Juga: Kejari Pamekasan Ringkus 4 Tersangka dalam 2 Kasus Korupsi pada 2024
Kalau ya kira-kira siapa saja yang kemungkinan akan terseret dan jadi tersangka. Apa termasuk unsur pimpinan (ketua, wakil ketua DPRD Jatim) atau justru ke Pemprov.
Sekali lagi saya tegaskan, semua tergantung hasil penyidikan KPK, komisi di dewan itu kan ada koordinatornya, biasanya wakil ketua DPRD. Apakah ada keterlibatan atau aliran dana kepada unsur pimpinan itu tergantung pengakuan si penerima uang atau person yang berperan sebagai pendistribusi/bagi-bagi uang tersebut.
Apa dasar Anda mereka pasti terseret?
Baca Juga: Kerap Difitnah soal Dugaan Korupsi, Gunawan HS: Bukti Nyata Sudah Banyak Dirasakan Masyarakat
Kalau ada pengakuan dan ada alat bukti kenapa tidak? Apalagi jika kasus setor menyetor ini diduga sudah berjalan lama, pasti bisa ditelusuri, KPK canggih dalam urusan beginian.
Anda banyak tahu tentang korupsi di Jawa Timur, dari mana data itu didapatkan?
Bicara korupsi di Jawa Timur, gampang-gampang susah sebenarnya. Bagi saya ibarat lagu, nada dan senandungnya terngiang-ngiang di telinga tapi sulit divisualisasikan. Kalau urusan data, premier-nya kami pelajari dari APBD Jatim, kami intip satu per satu program dan kegiatan semua SKPD, banyak temuan ketidakwajaran di sana. Kami pernah temukan anggaran rehab ringan di salah satu kantor SKPD nominalnya sama semua, antara pekerjaan satu dengan yang lainnya.
Baca Juga: Demo Polres Pasuruan Kota, Puluhan Aktivis Desak APH Tangkap Aktor Utama Korupsi Banprov
Dana apa yang paling banyak diselewengkan di Jawa Timur?
Menurut informasi yang kami peroleh, ada indikasi dan ini perlu didalami bahwa di Dana Hibah, Bantuan Sosial, Bagi Hasil Pemprov/Kab/Kota dan Pemdes, Bantuan Keuangan ke Pemda dan Pemdes. Setelah kami telusuri, ternyata untuk memperoleh dana ini, harus bayar di depan atau ngasih fee.
Di beberapa OPD juga bisa dicermati terjadinya ketimpangan anggaran antar dinas, misalkan untuk dinas kehutanan tidak lebih dari 40 miliar sedangkan di dinas perikanan bisa mencapai 500 miliar. Apakah ini murni hanya karena beban kerja atau ada motif lain?
Baca Juga: Polres Gresik Lidik Dugaan Penipuan Bantuan Jasmas Pemprov Jatim
Anda pernah menyebut dana hibah triliunan di Jawa Timur (Pemprov dan DPRD), berapa pastinya?
Ini yang kami sebut sebagai lahan basah, bisa dapat duit sekaligus dapat pencitraan baik di legislatif maupun di ekskutif.
Dana hibah di tahun 2016 Rp. 5.928.311.634.500,00
Baca Juga: Beraksi Pakai Identitas KPK, Moh Salim Pendamping Program Jasmas, Menghilang!
Dana hibah di tahun 2017 Rp. 7.114.000.000.000,00
Jumlah yang sangat fantastis di tahun 2017, menurut kami karena mau ada hajat besar di tahun 2018. Ini ajang bagi-bagi angpau.
Dari sekian dana hibah, bansos dan lain-lain yang sangat besar, pemprov tidak pernah mengekspose secara terbuka tentang output maupun dampaknya bagi kesejahteraan, apalagi mengumumkan dengan serta merta atau berkala sesuai UU 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Siapa pelaksana/penerimanya dan bagaimana pelaksanaannya, ini menjadi informasi yang sangat rahasia;
Baca Juga: Fee Capai Rp6 M, Ada 18 Kades di Dukun dan Panceng Gresik Diduga Tertipu Proyek Jasmas
Apa Jasmas termasuk dana hibah?
Jasmas ini kan Jaring Aspirasi Masyarakat. Kegiatan ini sebenarnya sudah melekat dalam kegiatan reses Dewan tiap tahun dua kali dan ada anggarannya. Kemudian ada istilah dana Jasmas berupa bantuan kepada lembaga, organisasi, kelompok masyarakat dan lainnya, itu hanya istilah saja.
Isinya ya dana hibah yang triliunan itu. Sebagian menjadi wewenang eksekutif (Gubernur dan Wakil Gubernur), ada juga yang direkom atau diajukan melalui anggota Dewan.
Baca Juga: Gelar Lomba Orasi Anti Korupsi, Sindikat Ingatkan KKN Telah Runtuhkan Kekuasaan Orde Baru
Dari informasi yang butuh konfirmasi dan didalami tentang adanya jatah yang nominalnya berbeda antara anggota biasa, ketua fraksi, ketua komisi, wakil ketua dan ketua. Setahu kami, kalau ini mau dibilang bagi-bagi kue, sebenarnya jatah Dewan terhitung kecil, tak sampai 2 triliun. Kami tidak punya data pastinya, hanya saja hasil dari bincang-bincang dengan beberapa anggota Dewan, jatah anggota berkisar 5 miliar, beda dengan ketua komisi, fraksi, wakil ketua dan ketua DPRD.
Ke mana saja jasmas dan dana hibah itu disalurkan, apa ada modus tertentu menyelewengkan?
Lembaga (pendidikan, sosial dan lain-lain), organisasi dan kelompok masyarakat (pokmas).
Kalau mau bicara prosedur atau aturan, seharusnya penganggaran Dana Hibah ini kan melalui proposal yang masuk di tahun penganggaran. Katakanlah untuk anggaran 2017, seharusnya berdasarkan proposal yang masuk di tahun 2016, sehingga Pemprov punya dasar dalam menentukan nominal anggaran hibah.
Justru yang terjadi malah sebaliknya, dana hibah nominalnya didok dan proposalnya menyusul.
Dari beberapa informasi yang harus digali lebih dalam lagi adalah terkait modusnya, antara konsumen/pengguna dana hibah/jasmas dengan pemilik (pemprov/dewan) sudah sama-sama tahu, bahwa untuk memperoleh dana ini mereka harus bayar, baik di depan (saat pengajuan proposal) maupun di belakang (saat pencairan).
Ada yang bayar 50% dulu, ada yang lunas saat NPHD, ada juga pelunasan setelah pencairan.
Intinya menurut hemat saya, dana hibah/jasmas ini sudah diperjual belikan.
Kalau yang di SKPD kisaran 10% s.d 15%, kalau yang di Dewan kisaran 15% s.d 25%. Di bawahnya lagi para makelar atau pengepul, antara 25% s.d 35% ke pengguna, baik lembaga, ormas atau kelompok masyarakat. Bisa dibayangkan dana 100 juta sisa 65 juta dan seterusnya.
Ada info yang perlu dikonfirmasi dan didalami tentang adanya dana hibah/jasmas yang seharusnya untuk dapil di Jawa tetapi mengalir ke pulau Madura menjadi info yang sangat menarik untuk ditelusuri motif dan tujuannya, apakah karena karena dipandang aman atau terkait nilai transaksional?
Saat ini kami sedang sengketa di Komisi Informasi Jawa Timur dengan obyek yang kami mohon adalah salinan daftar penerima dana hibah, bantuan sosial, bantuan keuangan ke pemkab dan pemdes. PPID Pemprov tidak memenuhi permohonan kami dengan alasan bahwa alasan pengawalan program adalah saat sedang berlangsung dikerjakan bukan program yang sudah selesai, apalagi beda tahun anggaran. (bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News