Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .
Surah al-Rum: 30 mencantumkan kata "fitrah" (pakai ta' marbuthah) sebagai bentuk masdar, sekaligus kata "fatara" sebagai bentuk fi'il madly atau kata kerjanya. Fitrah di sini, umumnya mufassirin memaknai dengan "agama" (islam). Ya, karena islam adalah agama fitrah, di mana semua anak manusia lahir dalam keadaan suci, tanpa ada noda, tanpa dosa waris dari siapapun.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Di sisi lain, islam benar-benar agama nurani, pas dan sesuai dengan kemanusiaan secara alamiah. Satu jiwa yang bersih acap kali dibahasakan dengan ideom ini, sehingga fitrah bermaknakan "jiwa yang bersih". Sedangkan kata "fitr" atau "fitri" (tanpa ta' marbuthah), meski sama-sama bentuk masdar dari kata "fatara", tapi beda arti.
Kata "fitr" lazim dipakai untuk makna "makan", identik dengan kata "futur" dan "iftar". Beberapa teks al-Hadis menggunakan terma ini. Orang Indonesia sering membahasakan dengan kata "fitri, fitry", (di hari yang fitri) tentu yang dimaksud adalah nisbah kebersihan jiwa, bukan sarapan pagi.
Lalu, ideom untuk zakat pada setiap akhir Ramadhan itu disebut apa?
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
Jika anda melafalkan "Zakat Fitrah", maka artinya, zakat jiwa. Setiap jiwa yang hidup hingga maghrib, malam satu Syawal, atau yang baru lahir sebelum mata hari terbenam dan tetap hidup hingga setelah matahari terbenam, maka wajib zakat, zakat jiwa alias zakat al-fitrah.
Jika kita pilih ideom "Zakat al-Fitr", maka artinya zakat yang dikeluarkan menyongsong manusia melakukan sarapan pagi pada setiap satu Syawal. Hikmah yang digagas dari ideom ini adalah, agar semua umat manusia bisa makan pagi, bisa berpesta di hari raya dan jangan sampai ada yang tidak bisa berpesta. Itulah, maka waktu zakat fitr dibatasi sampai shalat Id dilaksanakan, sehingga orang-orang miskin punya persiapan berpesta.
Zakat fitrah/fitr ini sangat terkait dengan momen penting, momen kritis sekaligus sakral, sehingga siapa telat mengeluarkan zakat dari batas waktu yang sudah ditentukan, maka Tuhan tidak menerimanya sebagai zakat, tapi diterima sebagai amal sedekah biasa. Berapa pun besar ganti dari zakat fitrah yang telah tersebut, nilainya tetap tidak sama.
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Siapa lalai sehingga tidak mengeluarkan zakat tersebut, maka dia berdosa. Begitu istimewa momen zakat tersebut, maka agama memberi jangka waktu cukup lama, sebulan penuh. Sejak awal Ramadhan, waktu zakat sudah dibuka dan umat islam boleh berta'jil (mensegerakan zakat).
Jika dua terma itu digabung (fitrah dan fitr), maka zakat di ujung Ramadhan itu adalah sebagai pajak jiwa, pajak hidup kita setahun yang dibayarkan sebagai santunan fakir-miskin agar bisa pesta makan pagi di hari raya idul fitri. Mau fitrah atau fitri, yang utama bagi kita adalah saling memaaf atas segala salah dan khilaf, moga amal ibadah kita diterima, kembali ke sisi-Nya dengan husnul khatimah. amin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News