Terjemah Surat al-Ra’d: 31
31. Dan sekiranya ada suatu bacaan (kitab suci) yang dengan bacaan itu gunung-gunung dapat digoncangkan atau bumi jadi terbelah atau oleh karenanya orang-orang yang sudah mati dapat berbicara, (tentulah Al Quran itulah dia)[774]. Sebenarnya segala urusan itu adalah kepunyaan Allah. Maka tidakkah orang-orang yang beriman itu mengetahui bahwa seandainya Allah menghendaki (semua manusia beriman), tentu Allah memberi petunjuk kepada manusia semuanya. Dan orang-orang yang kafir senantiasa ditimpa bencana disebabkan perbuatan mereka sendiri atau bencana itu terjadi dekat tempat kediaman mereka, sehingga datanglah janji Allah. Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
[774]. Dapat juga ayat ini diartikan: Dan sekiranya ada suatu bacaan (kitab suci) yang dengan membacanya gunung-gunung dapat digoncangkan atau bumi jadi terbelah atau oleh karenanya orang-orang yang sudah mati dapat bicara (namun mereka tidak juga akan beriman).
Pemaparan ayat studi ini begitu memilukan. Betapa gunung-gunung tergeser berlarian karena kesaktian al-Qur’an, atau bumi pecah berantakan menjadi puing-puing kecil juga karena kesaktian al-qur’an atau orang yang sudah lama mati bisa hidup kembali dan lancar berorasi, seterusnya dan seterusnya. Tak ada yang tidak bisa di tangan Tuhan. Bahkan, andai al-Qur’an diturunkan kepada gunung, niscaya dia merunduk ketakutan (al-Hasr:21).
Gunung yang keras, tidak punya akal dan terjal, berbebatuan cadas dan berlapis granit bisa luluh dan patuh, bisa khusyu’ dan ketakutan di hadapan wejangan al-Qur’an. Bagaimana dengan kita? Sudah berapa banyak nasehat al-Qur’an tidak kita gubris. Al-Qur’an menasehati agar jangan memburu kekuasaan dengan cara yang tidak benar, kepemimpinan itu amanah yang pasti harus dipertanggungjawabkan dan lain-lain. Ternyata hampir semua caleg 2014 kemarin menodai aturan agama. Padahal mereka muslim dan sudah mengerti hal itu.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
Jadi, baik yang terpilih maupun yag tidak terpilih, jika kotor mainya, curang lelakunya, maka apakah mereka masih pantas disebut sebagai muslim sejati? Lalu, mana yang baik antara mereka dengan batu yang berserakan di lereng gunung? Batu memberi manfaat nyata bagi manusia, sementara manusia rakus jabatan belum tentu memberi manfaat pada sesama. Bisa jadi batu-batu gunung malah dijual untuk kenikmatan perutnya sendiri.
Orang Islam yang berpaling dari etika al-Qur’an itu banyak sekali. Tidak saja kaum awam, bahkan kaum kiaipun bisa berlaku demikian. Iblis dan sekutunya menggoda manusia sesuai derajat masing-masing. Orang awam cukup ditangani syetan kopral, sedangkan muslim kelas menengah ke atas digarap oleh syetan jenderal. Bisa jadi kiai, kaum intektual lebih sulit mendengar nasehat ketimbang wong awam. Berikut ini buktinya :
Pertama, kiai dan wong awam sama-sama perokok. Ketika penulis menasehati wong awam tentang bahaya merokok dan pesan agama soal menjaga kesehatan, mereka mendengarkan. Ada yang berhenti, ada yang mengurangi dan ada yang tak berubah. Tetapi, setidaknya mereka diam dan sama sekali tidak membela diri. Meski tetap merokok, tapi dia sadar, bahwa yang dilakukan itu buruk dan sadar pula kalau dirinya belum mampu mencapai yang terbaik. Tidak sama dengan sebagian kiai, dinasehati agar tidak merokok, malah mengajak debat dan mengeluarkan dalil membela diri.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
Kedua, sama-sama diajak berpuasa sunnah pada bulan Rajab. Begitu kiai setempat menyeru berpuasa agar kelak dianugerahi bisa meminum air segar telaga rajab, di mana hari itu orang-orang pada kehausan, maka ibu-ibu, nenek-nenek manut miturut dan langsung puasa keesokan harinya. Tidak sama jika anjuran yang sama disampaikan kepada kaum intelektual, mahasiswa atau sarjana. Merekatidak begitu saja menerima, justeru memepertanyakan dulu keotentikan dasar hukumnya, ada hadisnya atau tidak. Jika ada, apakah hadis itu berkualitas shahih atau tidak dan seterusnya. Puasanya belum mesti, tapi rewelnya nggeregetno ati. Dengan bukti ini, ternyata kebodohan membawa hidayah, sementara ilmu justeru menjauhkan seseorang dari hidayah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News